PEMERINTAH mematok target penerimaan ambisius dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, mencapai Rp 3.147,7 triliun. Angka ini menandai lonjakan signifikan dibandingkan proyeksi penerimaan negara tahun ini yang diperkirakan hanya menyentuh Rp 2.865,5 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa target penerimaan 2026 merefleksikan kenaikan sebesar 9,8 persen. Beliau menekankan bahwa ini adalah target yang “cukup besar,” mengingat kinerja penerimaan negara selama tiga tahun terakhir yang pertumbuhan tertingginya hanya sekitar 5,6 persen. Angka tersebut, yang disampaikan dalam konferensi pers RAPBN 2026 dan nota keuangan di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Jakarta pada Jumat, 15 Agustus 2025, menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk mengoptimalkan potensi pendapatan negara di tengah dinamika ekonomi.
Sri Mulyani juga menyoroti perlambatan pertumbuhan pendapatan negara dalam beberapa waktu terakhir. Ia mengungkapkan, pertumbuhan penerimaan negara pada tahun 2025 bahkan kemungkinan hanya mencapai 0,5 persen. Data yang dipaparkan bendahara negara tersebut lebih lanjut menunjukkan bahwa pada tahun 2023, penerimaan negara tumbuh 5,6 persen dibandingkan tahun 2022. Namun, pada tahun berikutnya atau 2024, pertumbuhannya melambat drastis menjadi hanya 2,4 persen dibandingkan tahun 2023, menggarisbawahi tantangan yang ada dalam mencapai target ambisius 2026.
Untuk mendukung ambisi peningkatan penerimaan ini, pemerintah menegaskan urgensi reformasi di berbagai sektor, termasuk pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dari sisi pajak, pemerintah akan meningkatkan pemanfaatan sistem Coretax serta memperkuat sinergi pertukaran data antar kementerian dan lembaga. Sementara itu, di sektor bea cukai, kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) akan dilanjutkan, disertai upaya ekstensifikasi atau penambahan barang kena cukai (BKC) demi optimalisasi penerimaan negara.
Sejalan dengan proyeksi penerimaan, Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan postur rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 dalam sidang paripurna DPR. Belanja negara dialokasikan mencapai Rp 3.786,5 triliun. Dengan demikian, target defisit APBN 2026 diproyeksikan sebesar Rp 638,8 triliun, atau setara dengan 2,48 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Prabowo juga menegaskan komitmen pemerintah untuk melanjutkan efisiensi dalam pengelolaan anggaran. “Pemerintah yang saya pimpin berjanji, kami akan terus melaksanakan efisiensi sehingga defisit ini kita ingin tekan sekecil mungkin,” ujarnya, menunjukkan prioritas pada pengelolaan fiskal yang hati-hati. Komitmen ini penting mengingat dinamika fiskal, terutama seperti yang tercermin dalam perdebatan publik terkait kondisi Penerimaan Pajak Seret, Mengapa Pemerintah Masih Jor-joran Belanja.
Ringkasan
Pemerintah menargetkan penerimaan negara ambisius sebesar Rp 3.147,7 triliun dalam RAPBN 2026, naik signifikan dari proyeksi Rp 2.865,5 triliun pada tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut target kenaikan 9,8 persen ini cukup besar, mengingat pertumbuhan penerimaan dalam tiga tahun terakhir tertinggi hanya 5,6 persen. Ia juga menyoroti perlambatan pertumbuhan, dengan proyeksi hanya 0,5 persen pada tahun 2025.
Untuk mendukung target ini, pemerintah akan melakukan reformasi di sektor pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak, termasuk pemanfaatan sistem Coretax dan kelanjutan kebijakan Cukai Hasil Tembakau. Sejalan dengan itu, belanja negara dialokasikan Rp 3.786,5 triliun, sehingga defisit APBN 2026 diproyeksikan Rp 638,8 triliun atau 2,48 persen dari PDB.





