Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial – JAKARTA. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan Selasa (2/9/2025) dengan penguatan signifikan. IHSG ditutup menanjak 65,51 poin atau 0,85%, mencapai level 7.801,58. Namun, di tengah optimisme pasar secara umum, kinerja saham-saham perbankan berkapitalisasi besar menunjukkan pola yang beragam, dengan beberapa di antaranya ditutup melemah dan ada pula yang stagnan.
Sektor perbankan pelat merah, khususnya, tampak meredup pada penutupan sesi ini. Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mencatatkan koreksi paling dalam, ditutup di harga Rp 4.570 per saham, melemah 0,65% dibandingkan penutupan perdagangan sehari sebelumnya pada Senin (1/9/2025). Penurunan ini menunjukkan adanya tekanan jual pada salah satu saham bank terbesar di Indonesia.
Tren pelemahan juga diikuti oleh saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), yang menutup perdagangan di level Rp 3.960. Angka ini menandai penurunan tipis sebesar 0,50% dari harga penutupan hari sebelumnya. Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) juga tak luput dari koreksi, dengan harga saham ditutup di Rp 4.310 per saham, turun 0,23% dibandingkan sesi kemarin.
Berbeda dengan rekan-rekan BUMN-nya, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) berhasil mempertahankan posisinya. Saham BBCA ditutup di level Rp 8.000 per saham, tidak mengalami perubahan (0,00%) dibandingkan penutupan sehari sebelumnya. Menariknya, selama perdagangan, saham BBCA sempat menyentuh level tertinggi harian di Rp 8.175 sebelum kembali terkoreksi menjelang penutupan, mengindikasikan adanya upaya penguatan yang kemudian terhambat.
Mengomentari dinamika pasar ini, Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, menjelaskan bahwa pergerakan saham-saham perbankan besar atau big banks pada hari ini terlihat relatif lebih stabil. Kestabilan ini muncul setelah sempat mengalami tekanan yang cukup dalam pada perdagangan Senin kemarin. Meskipun demikian, sentimen kehati-hatian masih mewarnai pasar, terutama pasca aksi jual yang dilakukan oleh investor asing, seperti yang sempat terlihat dari aktivitas JPMorgan.
Miftahul lebih lanjut menguraikan bahwa tekanan jual yang cukup dalam pada hari Senin lalu lebih banyak dipicu oleh faktor teknikal dan aliran dana. Ia menegaskan bahwa hal tersebut bukanlah cerminan dari perubahan mendasar pada fundamental big banks yang masih solid. Pemahaman ini penting bagi investor untuk membedakan antara fluktuasi jangka pendek dan kondisi fundamental perusahaan.
Dengan kondisi tersebut, Miftahul melihat adanya peluang untuk technical rebound pada saham-saham perbankan. Namun, ia memproyeksikan bahwa untuk tren jangka pendek, pergerakan saham-saham tersebut masih akan cenderung sideways. Hal ini dikarenakan investor masih cenderung menunggu katalis baru, terutama rilis data ekonomi domestik serta arah kebijakan suku bunga global yang akan sangat mempengaruhi sektor perbankan.
Melihat prospek ke depan, Miftahul memproyeksikan bahwa saham-saham big banks masih tetap menarik bagi investor secara jangka panjang. Meskipun demikian, volatilitas jangka pendek juga perlu diantisipasi dan menjadi perhatian utama. Fleksibilitas ini menuntut investor untuk tetap cermat dalam mengambil keputusan investasi.
Selain big banks, Mifta juga menyarankan untuk mempertimbangkan saham-saham bank second liner dan bank digital. Namun, ia mengingatkan bahwa investasi pada saham-saham ini memiliki risiko yang lebih tinggi, terutama karena valuasi yang relatif premium dan sensitivitas yang besar terhadap sentimen pasar yang bergerak cepat.
Bagi para investor yang tertarik pada sektor perbankan, Mifta menekankan beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan. Hal-hal tersebut meliputi arah suku bunga, kualitas kredit perusahaan, serta eksposur bank terhadap pertumbuhan kredit di sektor riil. Pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor ini akan menjadi kunci keberhasilan investasi jangka panjang.
Sebagai rekomendasi konkret, Miftahul menyarankan strategi buy on weakness untuk saham BBCA. Investor dapat mempertimbangkan pembelian di level Rp 7.600 – Rp 7.500, dengan target harga jangka pendek diproyeksikan berada di kisaran Rp 8.300 – Rp 8.500. Rekomendasi ini memberikan panduan strategis bagi investor yang ingin memanfaatkan peluang di saham BBCA.
Ringkasan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan Selasa (2/9/2025) dengan penguatan 0,85% mencapai level 7.801,58. Namun, kinerja saham-saham perbankan berkapitalisasi besar (big banks) menunjukkan pola beragam. Saham bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) ditutup melemah, sedangkan PT Bank Central Asia (BBCA) stagnan di Rp 8.000 per saham.
Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, menjelaskan bahwa big banks hari ini relatif stabil setelah tekanan pada hari sebelumnya yang lebih disebabkan faktor teknikal, bukan fundamental perusahaan. Ia melihat adanya peluang untuk technical rebound, meskipun proyeksi jangka pendek cenderung sideways menunggu katalis baru. Miftahul merekomendasikan strategi buy on weakness untuk saham BBCA pada rentang Rp 7.600 – Rp 7.500, dengan target harga jangka pendek di Rp 8.300 – Rp 8.500.