Tekanan terhadap kinerja PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tampaknya belum akan berakhir dalam waktu dekat, mengingat pergerakan harga batubara di pasar global yang kembali melemah.
Mengutip data dari Trading Economics, harga batubara Newcastle terpantau berada di level US$ 111,70 per ton pada Rabu (13/8/2025) siang. Komoditas ini telah mengalami penurunan sejak awal Agustus, padahal pada 28 Juli 2025 lalu harga batubara sempat menyentuh level US$ 115,95 per ton.
Sekretaris Perusahaan PTBA, Niko Chandra, menyatakan bahwa pelemahan harga batubara sebetulnya sangat disayangkan, mengingat tren kenaikan harga komoditas tersebut sudah berlangsung sejak Mei 2025. Meski demikian, ia menilai penurunan kali ini bersifat minor karena harga batubara saat ini tetap lebih tinggi dibandingkan rata-rata harga pada Juli silam. Ia juga menambahkan, “Kemudian dari ICI (Indonesia Coal Index) sendiri, khususnya ICI-3, harganya sudah mulai mengalami tren kenaikan selama 1,5 bulan terakhir dan selisihnya dengan HPB (Harga Patokan Batubara) semakin kecil,” ujar Niko pada Rabu (13/8/2025).
Produksi Batubara Bukit Asam (PTBA) Naik pada Semester I, tapi Laba Bersihnya Anjlok
Secara historis, perbaikan harga batubara biasanya terjadi menjelang musim dingin di semester kedua, sehingga PTBA tetap optimistis bahwa kinerjanya dapat pulih. Oleh karena itu, PTBA tetap berfokus untuk melakukan efisiensi di segala lini operasional sambil terus mengoptimalkan penjualan ke pelanggan-pelanggan yang masih menawarkan margin yang tinggi.
Sebagai catatan, PTBA membukukan kenaikan pendapatan sebesar 4% year on year (yoy) menjadi Rp 20,45 triliun pada semester I-2025. Namun, laba bersih emiten anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID ini tergerus signifikan sebesar 59,02% yoy, menjadi Rp 833,04 miliar.
Dari sisi operasional, produksi batubara PTBA meningkat 16% yoy menjadi 21,73 juta ton pada akhir semester I-2025. Volume penjualan batubara PTBA juga ikut naik 8% yoy menjadi 21,62 juta ton. Komposisi penjualan tersebut terdiri dari 54% untuk pasar domestik dan 46% untuk pasar ekspor.
PTBA tidak khawatir dengan adanya perlambatan permintaan ekspor dari negara konsumen besar seperti Tiongkok dan India, sehingga perusahaan ini yakin bisa terus mempertahankan penjualan batubara ke mancanegara. “Kami cukup optimistis bisa menggenjotnya dengan kombinasi strategi antara pemenuhan penjualan dari kontrak yang sudah berjalan dan penjualan secara selektif di pasar spot yang menawarkan margin lebih baik,” ungkap Niko. Dalam berita sebelumnya, Tiongkok disebut sebagai pasar utama ekspor batubara PTBA. Selain itu, PTBA juga telah memperluas jangkauan ekspor ke negara seperti Bangladesh, India, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Rekomendasi Saham
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, mengatakan bahwa jika harga batubara kembali melemah, ini akan menekan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) PTBA pada semester II-2025. Meski PTBA memiliki kontrak jangka menengah dan penjualan domestik yang stabil, tingginya porsi ekspor bisa menjadi risiko bagi emiten tersebut. “Potensi ekspor pada semester kedua masih berat karena permintaan dari Tiongkok dan India masih rendah,” imbuh Wafi, Rabu (13/8/2025).
Bukit Asam (PTBA) Minta Pemerintah Pertimbangkan Bea Keluar Batubara, Ini Alasannya
Di luar faktor harga komoditas, PTBA berpeluang terdampak oleh sentimen positif berupa proyek hilirisasi seperti gasifikasi batubara yang berpotensi menjadi sumber pendapatan baru pada masa depan, hingga potensi kebijakan pemerintah yang condong mendukung BUMN pertambangan.
Di sisi lain, risiko atas transisi energi terbarukan dan cuaca ekstrem yang mengganggu produksi akan menjadi sentimen negatif bagi PTBA. Berdasarkan analisisnya, Wafi pun merekomendasikan hold saham PTBA dengan target harga di level Rp 2.400 per saham.
PTBA Chart by TradingView
Ringkasan
Harga batubara global yang melemah menekan kinerja PT Bukit Asam Tbk (PTBA), meskipun penurunan kali ini dinilai minor oleh perusahaan. Pada semester I-2025, PTBA mencatat kenaikan pendapatan sebesar 4% dan produksi batubara 16%, namun laba bersihnya tergerus signifikan hingga 59,02% menjadi Rp 833,04 miliar. PTBA tetap optimistis terhadap pemulihan kinerja di semester kedua dengan fokus pada efisiensi dan optimalisasi penjualan.
Analis Muhammad Wafi dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia memprediksi pelemahan harga akan menekan harga jual rata-rata PTBA, dan porsi ekspor yang tinggi menjadi risiko akibat rendahnya permintaan dari Tiongkok dan India. Meskipun demikian, potensi hilirisasi batubara dan dukungan pemerintah menjadi sentimen positif bagi perusahaan. Namun, risiko transisi energi dan cuaca ekstrem tetap ada, sehingga Wafi merekomendasikan *hold* saham PTBA dengan target harga Rp 2.400 per saham.