KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kurs rupiah kembali menunjukkan performa impresif terhadap dolar Amerika Serikat (AS), mengukuhkan kekuatannya selama sepekan terakhir.
Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (3/10/2025), rupiah berhasil ditutup menguat 0,21% ke level Rp 16.562 per dolar AS. Secara kumulatif dalam sepekan, rupiah spot telah melonjak 1,05% dari posisi Rp 16.738 pada pekan sebelumnya, menandai pemulihan yang signifikan.
Kekuatan rupiah juga tercermin dari data Jisdor Bank Indonesia (BI), di mana rupiah menguat tipis 0,0060% menjadi Rp 16.611 per dolar AS. Selama sepekan, rupiah Jisdor mencatatkan penguatan 0,98% dari level Rp 16.775 pekan lalu.
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa penguatan kurs rupiah dalam sepekan terakhir ini didukung oleh berbagai data ekonomi domestik yang positif. Di antaranya adalah surplus neraca perdagangan Agustus yang mencapai 5,49% serta kenaikan inflasi September menjadi 2,65%. Selain itu, pernyataan Menteri Purbaya yang menegaskan komitmen koordinasi dengan BI untuk menjaga stabilitas rupiah turut menjadi katalis positif yang memperkuat otot rupiah pekan ini. Lukman menambahkan, “Sentimen risk-on di pasar ekuitas juga mendukung rupiah pekan ini,” kepada Kontan pada Jumat (3/10/2025).
Dari sisi eksternal, pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengidentifikasi tekanan pada indeks dolar AS sebagai faktor pendorong penguatan rupiah. Data Laporan Perubahan Tenaga Kerja Non-Pertanian ADP (ADP Nonfarm Employment Change) yang melemah di AS telah memicu ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada bulan Oktober. “Sejumlah data ketenagakerjaan swasta yang lemah minggu ini membuat investor sebagian besar fokus pada pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada bulan Oktober,” jelas Ibrahim. Faktor lain yang disebut Ibrahim turut membantu memperkuat rupiah adalah peningkatan harga emas global serta dimulainya tahun ajaran baru pendidikan.
Memasuki pekan depan, Lukman Leong memperkirakan bahwa pergerakan rupiah akan cenderung fluktuatif. Fokus pasar akan tertuju pada risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bank sentral AS, The Fed. Pasar menduga, pidato Ketua The Fed Jerome Powell mengenai arah kebijakan moneter The Fed akan cenderung bernada hawkish, yang berpotensi berdampak negatif pada kurs rupiah.
Di sisi domestik, rilis cadangan devisa yang diprediksi naik menjadi US$ 159 miliar diharapkan dapat menyetir gerak rupiah pekan depan. Namun, Lukman memberikan catatan. “Secara umum, perkembangan sentimen domestik belum sepenuhnya positif, penguatan belakangan ini yang hanya didasari pernyataan-pernyataan pemerintah tidak akan bisa bertahan lama,” ujarnya. Dengan mempertimbangkan dinamika tersebut, Lukman menaksir rupiah akan bergerak di rentang Rp 16.500-16.650.
Senada dengan proyeksi fluktuatif, Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.520-Rp 16.560 pada Senin pekan depan, dengan potensi penutupan yang tetap menguat. Pasar akan terus memantau perkembangan data ekonomi global dan domestik untuk arah selanjutnya.
Ringkasan
Rupiah menunjukkan penguatan signifikan terhadap dolar AS sepanjang sepekan terakhir, ditutup menguat 1,05% ke Rp 16.562 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg. Penguatan ini didorong oleh data ekonomi domestik yang positif seperti surplus neraca perdagangan Agustus dan kenaikan inflasi September, serta komitmen pemerintah menjaga stabilitas mata uang. Sentimen “risk-on” di pasar ekuitas juga turut mendukung pergerakan rupiah.
Faktor eksternal seperti tekanan pada indeks dolar AS akibat data ketenagakerjaan AS yang melemah turut berkontribusi, memicu ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed. Namun, pergerakan rupiah pekan depan diperkirakan fluktuatif, dengan pasar menyoroti risalah FOMC dan potensi pidato Ketua The Fed yang cenderung hawkish. Rilis cadangan devisa domestik juga akan menjadi perhatian, meskipun ada pandangan bahwa penguatan ini mungkin tidak akan bertahan lama jika hanya didasari pernyataan pemerintah.





