Waspada! Rupiah Diprediksi Melemah Senin: Ini Sentimen Negatifnya

H Anhar

JAKARTA. Pasar keuangan kembali diwarnai sentimen negatif bagi mata uang garuda. Kurs rupiah ditutup merosot tajam pada perdagangan Jumat (19/9/2025), mencapai level terlemahnya sejak Mei 2025. Pelemahan ini terjadi di tengah spekulasi bahwa bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga, mengirimkan sinyal tekanan berkelanjutan bagi pasar mata uang global, termasuk rupiah.

Data menunjukkan, rupiah ditutup di posisi Rp 16.601 per dolar Amerika Serikat (AS) berdasarkan data Bloomberg. Angka ini mencerminkan pelemahan signifikan sebesar 0,45% dibandingkan penutupan perdagangan sehari sebelumnya. Tekanan terhadap rupiah juga terlihat dari data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), di mana rupiah tercatat di level Rp 16.578 per dolar AS, melemah 0,49% dari perdagangan sebelumnya. Capaian ini menjadikan rupiah berada pada titik terendahnya sejak Mei 2025, menandakan periode volatilitas yang mengkhawatirkan.

Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa tekanan terhadap rupiah ini tak lepas dari sentimen ekonomi global. Pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang mengisyaratkan keengganan bank sentral untuk terburu-buru menurunkan suku bunga telah menjadi faktor utama. Selain itu, pasar juga masih menyoroti dampak sanksi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap minyak Rusia dan negara-negara pembeli utamanya. Ibrahim menambahkan, pengakuan Presiden Donald Trump mengenai sulitnya upaya gencatan senjata juga turut memperkeruh sentimen pasar. Lebih lanjut, ketidakpastian ekonomi global yang terus membayangi, dipicu oleh kebijakan tarif AS, diperkirakan akan terus memberikan tekanan pada dolar AS dan, secara domino, juga pada kurs rupiah.

Di sisi domestik, Ibrahim Assuaibi menyoroti tanda-tanda perlambatan ekonomi yang semakin nyata. Menurutnya, situasi ini tercermin dari menurunnya daya beli masyarakat serta meningkatnya angka pengangguran. Kekhawatiran juga muncul terkait efektivitas guyuran dana sebesar Rp 200 triliun kepada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) oleh Menteri Keuangan Purbaya. Ibrahim pesimis dana tersebut akan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara signifikan, mengingat keengganan pengusaha untuk memanfaatkan fasilitas kredit perbankan. Selain itu, sektor perbankan sendiri menunjukkan sikap yang sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit ke sektor riil, menambah kompleksitas tantangan ekonomi di dalam negeri.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor eksternal dan internal tersebut, Ibrahim Assuaibi memproyeksikan bahwa rupiah masih akan melanjutkan tren pelemahan. Untuk perdagangan Senin (22/9/2025) mendatang, ia memperkirakan kurs rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.600 hingga Rp 16.660 per dolar AS. Proyeksi ini mengindikasikan bahwa tekanan terhadap mata uang garuda diperkirakan belum akan mereda dalam waktu dekat, menuntut kewaspadaan lebih dari para pelaku pasar.

Ringkasan

Kurs rupiah ditutup melemah tajam pada Jumat (19/9/2025) hingga mencapai Rp 16.601 per dolar AS, level terlemah sejak Mei 2025. Pelemahan ini dipicu oleh spekulasi bahwa Federal Reserve AS (The Fed) tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga, sebagaimana diisyaratkan oleh Ketua The Fed Jerome Powell. Sentimen negatif global lainnya berasal dari dampak sanksi AS terhadap minyak Rusia serta ketidakpastian ekonomi global akibat kebijakan tarif AS.

Di sisi domestik, pengamat Ibrahim Assuaibi mengidentifikasi perlambatan ekonomi yang tercermin dari menurunnya daya beli dan meningkatnya pengangguran. Ibrahim juga pesimis terhadap efektivitas dana Rp 200 triliun untuk Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), mengingat keengganan pengusaha mengambil kredit dan kehati-hatian perbankan. Akibat berbagai faktor eksternal dan internal ini, rupiah diproyeksikan akan terus melemah pada Senin (22/9/2025), bergerak dalam rentang Rp 16.600 hingga Rp 16.660 per dolar AS.

Also Read

[addtoany]

Tags