KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan fluktuasi di tengah dinamika politik domestik yang berlangsung. Pada pembukaan perdagangan hari ini, Selasa (2/9), rupiah di pasar spot terpantau melemah tipis, memulai hari di level Rp 16.424 per dolar AS.
Pelemahan ini mencerminkan depresiasi sebesar 0,03% dibandingkan posisi penutupan sehari sebelumnya yang berada di Rp 16.419 per dolar AS. Padahal, pada awal perdagangan Senin (1/9) lalu, rupiah sempat menunjukkan performa yang lebih kuat, mencapai level Rp 16.476 per dolar AS.
Menanggapi gejolak ini, Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk (ASII), Windy Riswantyo, mengungkapkan bahwa perusahaan telah menyiapkan strategi keuangan komprehensif untuk meminimalisir dampak volatilitas nilai tukar rupiah. “Dampak volatilitas rupiah berbeda-beda di tiap segmen bisnis kami,” ujar Windy kepada Kontan, Selasa (2/9).
Ia menambahkan, diversifikasi portofolio bisnis ASII secara efektif menciptakan natural hedge atau lindung nilai alami. Strategi ini berarti ketika satu segmen usaha merasakan tekanan akibat pelemahan rupiah, ada lini bisnis lain yang justru diuntungkan dari penguatan dolar AS, terutama yang berkaitan dengan komoditas ekspor.
IHSG Naik Lebih 1% di Sesi Pagi Selasa (2/9), Saham ANTM, JPFA, MDKA Jadi Top Gainers
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menyoroti bahwa emiten di sektor konsumer seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) masih sangat bergantung pada bahan baku impor. Oleh karena itu, pergerakan nilai tukar rupiah menjadi faktor krusial yang memengaruhi kinerja finansial mereka.
Menurut Ekky, ketika rupiah melemah, beban pokok penjualan berpotensi meningkat karena harga bahan baku yang dihitung dalam dolar AS menjadi lebih mahal. Tekanan ini dapat berdampak signifikan pada margin keuntungan, terutama jika perusahaan tidak dapat segera menyesuaikan harga jual produk mereka. Sektor farmasi dan otomotif juga menghadapi risiko serupa, khususnya pada lini produk yang mengandalkan komponen impor. Sebagai contoh, ASII masih memiliki porsi kendaraan impor dan Completely Knock Down (CKD) yang cukup besar.
“Namun untuk pelemahan rupiah kali ini karena sentimen jangka pendek, tidak menutup kemungkinan akan kembali membaik dengan cepat seiring dengan mulai kondusifnya aksi demo,” ucap Ekky kepada Kontan, Selasa (2/9). Ekky juga menambahkan bahwa strategi mitigasi yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan akan sangat menentukan seberapa besar dampak dari volatilitas ini. Umumnya, perusahaan-perusahaan besar telah menerapkan strategi natural hedging dengan mencocokkan pemasukan dan pengeluaran valuta asing, atau menggunakan instrumen derivatif seperti kontrak forward untuk melindungi nilai tukar. Beberapa emiten juga secara proaktif meningkatkan penggunaan komponen lokal dalam produksi guna menekan ketergantungan terhadap impor.
Simak Rekomendasi Teknikal Mirae Sekuritas Saham BREN, CUAN, WIFI untuk Selasa (2/9)
Sementara itu, Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, menjelaskan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah secara langsung memengaruhi emiten yang memiliki bahan baku impor dan utang dalam bentuk dolar AS. Sejauh ini, emiten seperti KLBF, ICBP, INDF, dan MYOR yang banyak mengandalkan bahan baku impor, berpotensi merasakan dampak negatif pada kinerja bottom line mereka jika terjadi pelemahan rupiah yang signifikan. “Investor bisa melakukan trading jangka pendek dengan memanfaatkan teknikal rebound,” kata Liza kepada Kontan, Selasa (2/9).
Strategi Investor
Ekky menyampaikan, dari sisi investor, volatilitas pasar ini seharusnya tidak disikapi dengan kepanikan. Sebaliknya, momen ini merupakan peluang untuk lebih selektif dalam memilih investasi. Saham-saham berfundamental kuat, dengan neraca keuangan yang sehat, arus kas positif, serta memiliki strategi mitigasi risiko nilai tukar yang mumpuni, justru berpotensi menjadi pilihan yang sangat menarik.
ASII Chart by TradingView
Ekky mencermati beberapa saham seperti ASII, ICBP, dan TLKM sebagai pilihan menarik yang bisa dikoleksi saat terjadi koreksi harga. Misalnya, saham ASII menarik di kisaran bawah Rp 5.250 per saham dengan potensi menuju Rp 6.000 per saham. Lalu, saham ICBP berpotensi bergerak menuju Rp 11.000–Rp 11.500 per saham, serta saham TLKM sendiri tetap menjadi pilihan defensif yang solid untuk jangka menengah dengan target di kisaran Rp 4.000 per saham.
Senada, Liza juga melihat secara teknikal INDF cukup menarik dengan adanya candle bullish pada perdagangan hari Senin (1/9) lalu. Ia merekomendasikan trading buy INDF dengan target harga Rp 7.725-Rp 7.800.
Ringkasan
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan fluktuasi, melemah tipis pada 2 September menjadi Rp 16.424 per dolar AS. Gejolak ini memengaruhi emiten yang sangat bergantung pada bahan baku impor dan memiliki utang dalam mata uang dolar AS. Sektor konsumer seperti KLBF, ICBP, INDF, dan MYOR, serta otomotif seperti ASII, berpotensi mengalami peningkatan beban pokok penjualan akibat harga bahan baku impor yang lebih mahal. Tekanan ini dapat berdampak signifikan pada margin keuntungan perusahaan.
PT Astra International Tbk (ASII) telah menyiapkan strategi komprehensif, termasuk diversifikasi portofolio yang menciptakan lindung nilai alami. Perusahaan besar umumnya menerapkan *natural hedging* atau instrumen derivatif untuk mitigasi risiko nilai tukar, serta meningkatkan penggunaan komponen lokal. Analis memperkirakan pelemahan rupiah ini bisa bersifat jangka pendek dan investor disarankan untuk tetap selektif memilih saham berfundamental kuat.