
Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial Nilai tukar rupee India mencatat rekor terendah sepanjang masa pada hari Jumat (29/8/2025), setelah terperosok ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pergerakan dramatis ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran atas dampak tarif yang diterapkan Amerika Serikat terhadap pertumbuhan ekonomi India, yang sekaligus menekan lebih lanjut arus modal portofolio dari negara tersebut.
Menurut data dari Reuters, rupee menembus ambang batas 88 per dolar AS untuk pertama kalinya, sebuah level psikologis dan fundamental yang signifikan. Washington baru-baru ini memberlakukan tarif tambahan sebesar 25% untuk barang-barang India, menjadikan total bea yang harus dihadapi negara Asia Selatan itu melonjak menjadi 50%. Kebijakan ini segera memberikan tekanan berat pada mata uang India.
Pada penutupan perdagangan, nilai tukar rupee berada di 88,1950 per dolar AS, melemah 0,65% dalam sehari. Ini merupakan penurunan satu hari terbesar dalam hampir tiga bulan. Sepanjang sesi perdagangan, mata uang India bahkan sempat mencapai titik terendah intraday di 88,3075, sebuah level yang kemungkinan besar memicu intervensi dari Bank Sentral India untuk menstabilkan pasar.
Secara keseluruhan, kinerja rupee pada bulan Agustus menunjukkan pelemahan sebesar 0,68%, di mana sebagian besar penurunan ini terjadi pada hari Jumat yang krusial. Dengan demikian, rupee telah mengalami pelemahan selama empat bulan berturut-turut, menandakan tren tekanan yang berkelanjutan terhadap mata uang tersebut di pasar global.
“Tarif AS kemungkinan besar akan memperpanjang tekanan pada neraca pembayaran India, melemahkan arus keuangan, dan memperlebar defisit perdagangan,” ungkap Dhiraj Nim, ahli strategi valuta asing di ANZ Bank. Ia menambahkan pandangannya yang tetap bearish terhadap rupee, memprediksi bahwa nilai tukar dolar/rupee kemungkinan akan menguat lebih lanjut, bahkan di tengah potensi pelemahan dolar secara global.
Para ekonom memperkirakan, jika tarif AS tetap berlaku selama satu tahun, hal itu dapat memangkas 60-80 basis poin dari proyeksi pertumbuhan PDB India. Angka ini berpotensi menambah tekanan signifikan pada ekonomi India yang memang sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Bank sentral India sendiri saat ini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% untuk tahun fiskal berjalan yang berakhir pada 31 Maret mendatang.
Meskipun ekspor India ke AS hanya menyumbang 2,2% dari PDB, para ekonom mengkhawatirkan dampak tidak langsung yang lebih besar. Perlambatan tajam di sektor industri padat karya, seperti tekstil dan perhiasan, dapat mengakibatkan hilangnya lapangan kerja secara masif, memperparah dampak ekonomi di tengah kondisi yang sudah menantang. Tarif tersebut juga berpotensi memperlebar defisit perdagangan India di saat arus portofolio asing melemah, sehingga semakin memperburuk neraca pembayaran negara.
Investor portofolio asing telah menunjukkan kekhawatiran yang nyata, terbukti dari penjualan obligasi dan ekuitas India senilai US$ 9,7 miliar sepanjang tahun ini. Lebih dari US$ 1 miliar telah ditarik dari ekuitas India hanya dalam dua sesi perdagangan setelah pengumuman tarif tambahan AS. Akibatnya, ekuitas India mencatat penurunan tertajam sejak Maret pada pekan ini, mencerminkan sentimen pasar yang negatif.
Kebutuhan Besar, India Masih Butuh CPO Indonesia
Menariknya, pelemahan rupee pekan ini—termasuk rekor terendah baru terhadap yuan pada hari Jumat—justru dapat sedikit meredam dampak tarif AS yang lebih tinggi. Nilai rupee memang melemah terhadap dolar meskipun dolar secara umum menunjukkan tren pelemahan. “Ini bukan hal yang buruk karena nilai tukar riil efektif tertimbang perdagangan kini berada di level terendah dalam dua tahun dan akan membantu meningkatkan daya saing,” demikian analisis dari para analis di J.P. Morgan dalam sebuah catatan, memberikan perspektif yang berbeda terhadap situasi sulit ini.
Tonton: China Borong Emas Hitam Rusia Usai India Kurangi Pembelian
Ringkasan
Nilai tukar rupee India mencatat rekor terendah sepanjang masa pada Jumat (29/8/2025), menembus angka 88 per dolar AS dan ditutup di 88,1950. Pelemahan signifikan 0,65% ini dipicu oleh penerapan tarif tambahan 25% dari Amerika Serikat terhadap barang-barang India, menjadikan total bea 50%. Situasi ini meningkatkan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi India dan memicu penarikan modal portofolio, menandai pelemahan mata uang selama empat bulan berturut-turut.
Para ekonom memperkirakan tarif AS dapat memangkas 60-80 basis poin dari proyeksi pertumbuhan PDB India dan memperlebar defisit perdagangan, menambah tekanan pada neraca pembayaran. Investor portofolio asing telah menarik miliaran dolar dari obligasi dan ekuitas India sebagai respons terhadap kondisi tersebut. Namun, beberapa analis berpendapat bahwa pelemahan rupee ini juga dapat meningkatkan daya saing ekspor India di tengah tekanan ekonomi.





