Harga Emas Kian Mahal, Penjual Akui Pembeli Makin Sepi

H Anhar

Di tengah gejolak ekonomi, harga emas kembali menorehkan rekor tertinggi yang fantastis di pasar domestik. Pada perdagangan Jumat, 17 Oktober 2025, harga emas batangan Antam melonjak signifikan, mencapai Rp 2.485.000 per gram. Kenaikan drastis sebesar Rp 78.000 hanya dalam sehari ini bukan sekadar lonjakan sesaat, melainkan kelanjutan dari tren penguatan yang telah berlangsung konsisten sejak awal tahun.

Menurut Freddy Yoris, pemilik Toko Mas Suka Hati di Tanah Abang Blok F, pencapaian rekor ini bukanlah kejutan mendadak. Ia menjelaskan, harga emas telah mengalami kenaikan bertahap dan konsisten sejak Januari 2025. “Awal tahun itu masih di kisaran Rp 1,3 juta hingga Rp 1,4 juta per gram. Sekarang, untuk emas Antam, harganya sudah menembus Rp 2,3 juta, bahkan ada yang mencapai Rp 3 jutaan. Kenaikannya memang perlahan, namun terus-menerus, dengan selisih yang bisa mencapai Rp 700.000,” ungkap Freddy kepada Kontan.co.id pada hari yang sama.

Tren kenaikan harga emas yang melonjak hingga menembus US$4.300 dan diprediksi menuju pekan terbaik dalam lima tahun terakhir, tidak hanya memengaruhi emas batangan di pasar global, tetapi juga turut mendongkrak harga perhiasan di pasar domestik secara signifikan. Freddy Yoris kembali menyoroti bahwa pada awal September 2025, harga perhiasan masih berkisar Rp 1,8 juta per gram. Namun, kini angka tersebut telah menembus Rp 2,05 juta per gram. “Dibandingkan awal tahun, perbedaannya sangat jauh. Dulu, satu gram perhiasan bisa dibeli dengan Rp 1,4 juta, sekarang sudah di atas Rp 2 juta,” imbuhnya, menyoroti perubahan daya beli yang ekstrem.

Pembelian Emas Ritel Lesu di Tengah Rekor Harga
Ironisnya, di tengah euforia kenaikan harga yang terus memuncak, pasar emas di tingkat ritel justru mengalami kelesuan. Freddy Yoris mengungkapkan bahwa tren saat ini menunjukkan lebih banyak orang yang datang untuk menjual dibandingkan membeli emas. “Orang-orang enggan membeli karena harganya sudah sangat tinggi,” jelasnya. Fenomena ini, menurut Freddy, bukan hal baru. Kondisi serupa sudah terasa sejak pandemi COVID-19, di mana aktivitas jual-beli emas, khususnya di pusat perdagangan seperti Tanah Abang, belum mampu pulih sepenuhnya seperti masa pra-2020. “Omzet kami terus menurun sejak COVID. Ekonomi belum berputar optimal, membuat jumlah pembeli emas semakin sedikit,” keluhnya. Ia bahkan menambahkan bahwa dalam sehari, terkadang tidak ada satu pun transaksi pembelian, hanya sebatas menanyakan harga emas. Akibatnya, stok emas di tokonya menumpuk dan tidak cepat berputar.

Kecenderungan serupa juga diungkapkan oleh Masdar, pemilik Toko Mas Singgalang di Tanah Abang Blok F. Ia menyebutkan bahwa harga dasar emas saat ini berada di kisaran Rp 2,2 juta, sementara logam mulia Antam bahkan telah menyentuh Rp 3 jutaan. “Namun, pembeli tetap sepi, dan yang berniat menjual pun tidak banyak,” ujarnya. Masdar turut merasakan bahwa dibandingkan awal tahun, suasana pasar Tanah Abang semakin lesu. “Sejak Januari, pasar semakin sepi. Terkadang tidak ada pembeli sama sekali, paling hanya satu atau dua orang yang datang, itu pun kebanyakan hanya sekadar menanyakan harga,” imbuh Masdar, menggambarkan betapa beratnya kondisi pasar saat ini.

Pergeseran Tren: Emas sebagai Investasi Jangka Panjang
Meskipun kondisi ritel lesu, kedua pedagang mengonfirmasi bahwa stok emas di toko mereka masih tergolong aman. Namun, ada perbedaan signifikan dalam permintaan. Freddy Yoris menjelaskan, “Stok perhiasan masih melimpah, tetapi emas batangan justru sering kosong karena memang itulah yang dicari para investor.” Fenomena ini menyoroti pergeseran motivasi pembelian emas. Di sisi lain, Masdar mencatat bahwa mayoritas pengunjung tokonya sebenarnya mencari perhiasan, bukan logam mulia murni. “Kebanyakan mencari perhiasan, namun, sekali lagi, transaksi pembeliannya jarang terjadi. Jika ada permintaan khusus, baru kami usahakan untuk mencarikan,” jelas Masdar, menunjukkan bahwa daya beli untuk perhiasan masih rendah.

Di tengah kenaikan harga emas yang sangat pesat ini, para pelaku pasar tetap memandang emas sebagai instrumen investasi yang paling aman di tengah bayang-bayang ketidakpastian global dan tren suku bunga tinggi. Namun, bagi masyarakat kecil, lonjakan harga ini justru berdampak sebaliknya, yaitu menurunkan daya beli secara drastis. Freddy Yoris menegaskan bahwa saat ini, motivasi orang membeli emas telah bergeser. “Sekarang, emas tidak lagi dibeli untuk konsumsi atau gaya hidup, melainkan murni sebagai simpanan atau investasi jangka panjang,” pungkasnya, menggarisbawahi perubahan fundamental dalam perilaku konsumen emas di Indonesia.

Ringkasan

Harga emas di Indonesia mencetak rekor fantastis pada 17 Oktober 2025, dengan emas batangan Antam mencapai Rp 2.485.000 per gram, melanjutkan tren kenaikan konsisten sejak awal tahun. Kenaikan drastis ini juga mendongkrak harga perhiasan di pasar domestik, melewati Rp 2 juta per gram. Ironisnya, lonjakan harga tersebut menyebabkan pasar ritel emas sangat sepi, di mana lebih banyak masyarakat yang menjual emasnya dibanding membeli karena harganya dianggap sudah terlalu tinggi.

Para pedagang emas di Tanah Abang merasakan omzet yang terus menurun sejak pandemi COVID-19, bahkan terkadang tidak ada transaksi pembelian dalam sehari. Meskipun demikian, emas tetap dipandang sebagai instrumen investasi jangka panjang yang aman di tengah ketidakpastian global. Akibatnya, motivasi pembelian bergeser murni sebagai simpanan atau investasi, dengan emas batangan lebih dicari investor dan stok perhiasan menumpuk karena kurangnya daya beli.

Also Read

[addtoany]

Tags