Ekspor Batubara Lesu? Cek Nasib & Prospek Emitennya Sekarang!

H Anhar

JAKARTA. Prospek emiten-emiten produsen batubara di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat. Penurunan signifikan dalam penjualan ekspor batubara nasional, ditambah potensi intervensi pemerintah untuk mengendalikan produksi di dalam negeri, menjadi dua faktor utama yang membayangi kinerja sektor ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor batubara Indonesia merosot tajam 21,74% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 13,82 miliar sepanjang periode Januari-Juli 2025. Tidak hanya nilai, volume ekspor batubara juga terkoreksi 6,96% yoy, hanya mencapai 214,71 juta ton hingga Juli 2025. Di tengah perlambatan ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berpeluang mengevaluasi target produksi batubara nasional di masa mendatang, terutama karena pasar batubara global masih dibayangi kondisi kelebihan pasokan atau oversupply.

Salah satu emiten batubara besar, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), berhasil mencatat pertumbuhan penjualan batubara sebesar 8% yoy menjadi 11,7 juta ton pada semester I-2025. Direktur ITMG, Yulius Kurniawan Gozali, mengklaim bahwa volume ekspor batubara ITMG tetap solid dan menunjukkan peningkatan di beberapa negara tujuan. Strategi perusahaan untuk memperluas pasar alternatif terbukti efektif dalam menghadapi penurunan permintaan batubara dari China. Konsistensi ini membuat ITMG optimistis mempertahankan target penjualan batubara di kisaran 26,3—27,4 juta ton serta target produksi 20,8—21,9 juta ton hingga akhir 2025.

Namun, di balik capaian operasional yang positif, kinerja pendapatan bersih ITMG mengalami penurunan 12,40% yoy menjadi US$ 919,42 juta pada semester I-2025. Pelemahan harga komoditas batubara menjadi penyebab utama kontraksi ini. Dari total pendapatan tersebut, porsi penjualan ekspor menyumbang US$ 713,92 juta, namun angka ini juga berkurang 15,12% yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, menjelaskan bahwa kombinasi perlambatan ekspor dan harga batubara yang rentan melemah merupakan ancaman serius bagi kinerja keuangan emiten batubara yang memiliki porsi penjualan ekspor besar, seperti ITMG dan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI). Dalam kondisi penuh tantangan ini, biaya operasional emiten cenderung tetap, sehingga menekan margin keuntungan mereka. Menurut Praska, pelemahan konsumsi batubara global, terutama dari China dan India, menjadi faktor dominan yang memicu perlambatan ini.

Menanggapi situasi pasar yang oversupply, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyarankan emiten untuk mempertimbangkan opsi merevisi target produksi demi meredam risiko penurunan laba. Meski demikian, strategi ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Nafan menambahkan bahwa average selling price (ASP) batubara kemungkinan masih akan tertekan, sehingga penerapan strategi efisiensi biaya mutlak diperlukan.

Selain efisiensi dan penyesuaian produksi, opsi lain yang dapat ditempuh emiten adalah melakukan diversifikasi pasar ekspor atau bahkan diversifikasi bisnis ke sektor non-batubara, seperti mineral emas atau nikel. Namun, dampak dari strategi diversifikasi bisnis baru akan terlihat signifikan dalam jangka panjang. Praska menambahkan, tekanan harga batubara telah memaksa banyak emiten untuk memutar otak dan melakukan diversifikasi lini bisnis. Contohnya, PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang kini melebarkan sayap ke sektor pengolahan nikel. Ada pula PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang telah memisahkan lini bisnis batubara termal melalui AADI dan kini aktif merambah sektor energi hijau serta smelter aluminium.

Dari deretan emiten batubara yang ada, Praska merekomendasikan investor untuk memantau saham ADRO, HRUM, dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Menurutnya, emiten-emiten ini tetap menarik selama manajemennya adaptif terhadap dinamika industri yang cepat berubah. Senada dengan itu, Nafan merekomendasikan akumulasi beli saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI), ITMG, dan PTBA, dengan target harga masing-masing di level Rp 145 per saham, Rp 25.800 per saham, dan Rp 2.590 per saham.

Ringkasan

Prospek emiten batubara di Indonesia menghadapi tantangan berat dengan penurunan ekspor nasional sebesar 21,74% secara nilai dan 6,96% secara volume pada Januari-Juli 2025, dipicu oleh kelebihan pasokan global. Kondisi ini berpotensi membuat Kementerian ESDM mengevaluasi target produksi di tengah perlambatan pasar. Meskipun PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) berhasil meningkatkan volume penjualan sebesar 8%, pendapatan bersihnya justru menurun 12,40% akibat pelemahan harga komoditas batubara.

Kombinasi perlambatan ekspor dan harga batubara yang melemah menjadi ancaman serius bagi kinerja keuangan emiten, menekan margin keuntungan. Analis menyarankan emiten untuk merevisi target produksi, meningkatkan efisiensi biaya, serta melakukan diversifikasi pasar ekspor atau lini bisnis ke sektor non-batubara. Beberapa emiten telah memulai diversifikasi, seperti HRUM ke nikel dan ADRO ke energi hijau. Saham seperti ADRO, HRUM, PTBA, BUMI, dan ITMG direkomendasikan untuk dicermati investor.

Also Read

[addtoany]

Tags