Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial – JAKARTA. Sektor perbankan mengalami turbulensi dalam sepekan terakhir, namun justru menghadirkan peluang menarik bagi investor cerdas. Inilah saat yang tepat untuk mulai mengakumulasi saham-saham bank pilihan dengan strategi selektif.
Pada penutupan sesi pertama perdagangan hari ini, Senin (17/11/2025), terlihat adanya penguatan harian pada saham-saham perbankan. Meski demikian, secara keseluruhan dalam sepekan terakhir, trennya menunjukkan penurunan.
Sebagai contoh, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengalami penurunan sebesar 0,58% dalam seminggu, berada di level Rp 8.525. Sementara itu, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) terkoreksi 0,40% dalam periode yang sama, menjadi Rp 2.490.
Jajaran Emiten Big Caps Kian Beragam, Simak Saham Rekomendasi Analis
Tak hanya itu, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BMRI) juga mencatatkan penurunan sebesar 0,45% dalam sepekan, menjadi Rp 4.400. Begitu pula dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang terkoreksi 0,25% dalam sepekan, ke level Rp 3.920.
Namun, di tengah tren penurunan ini, ada pula saham bank yang berhasil mencatatkan pertumbuhan. Saham BMRI, misalnya, berhasil naik 1,27% dalam sepekan menjadi Rp 4.790.
Menurut Analis BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand, tekanan pada sektor perbankan ini terutama disebabkan oleh arus keluar dana asing dari saham-saham bank besar (big banks), diperparah dengan kekhawatiran terhadap kualitas aset di segmen konsumsi.
“BBCA dan BBRI masing-masing mencatat net sell asing sebesar Rp 224 miliar dan Rp 200 miliar. BMRI menjadi satu-satunya yang mencatat net buy signifikan, yaitu Rp 431 miliar, yang sebagian besar didorong oleh sentimen rencana buyback,” jelas Abida kepada Kontan, Senin (17/11/2025).
Tekanan jual inilah, lanjutnya, yang menciptakan sentimen negatif di sektor perbankan, meskipun beberapa saham sempat mengalami rebound tipis pada perdagangan terakhir.
IHSG Berpotensi Lanjut Melemah pada Kamis (19/6), Cermati Saham Rekomendasi Analis
Dari sisi fundamental, pasar juga merespons perkembangan penyaluran kredit dan kualitas aset. Data per September menunjukkan kredit tumbuh 7,6% secara tahunan, namun pertumbuhannya tidak merata. Kredit investasi tercatat tumbuh 13% YoY, sementara kredit konsumsi dan modal kerja justru melemah.
“NPL konsumsi mengalami kenaikan sebesar 33% YoY, terutama di KPR nonsubsidi dan apartemen. Hal ini mengindikasikan adanya tekanan pada segmen kelas menengah,” ungkap Abida.
Meskipun demikian, Abida menilai bahwa valuasi sektor perbankan saat ini berada pada level yang menarik, bahkan terdiskon. PBV sektoral turun menjadi 1,7 kali, atau sekitar minus dua standar deviasi dari rata-rata lima tahun. Kendati demikian, BRI Danareksa Sekuritas masih mempertahankan rekomendasi Netral untuk sektor ini.
“Penurunan valuasi ini lebih dipengaruhi oleh sentimen jangka pendek, bukan perubahan fundamental. Namun, kekhawatiran terhadap NPL, lemahnya kredit konsumsi, dan minimnya katalis membuat kami belum merekomendasikan sektor perbankan secara agresif,” jelas Abida.
IHSG Diproyeksi Rebound, Cermati Saham Rekomendasi Analis untuk Kamis (16/10)
Menurutnya, strategi investasi terbaik saat ini adalah melakukan akumulasi bertahap pada saham-saham bank yang memiliki likuiditas kuat dan kualitas aset yang terjaga.
Dari sisi risk reward, Abida menyebutkan bahwa BBCA dan BRIS adalah dua saham perbankan yang paling menarik untuk dicermati saat ini.
BBCA Chart by TradingView
BBCA direkomendasikan untuk BUY dengan target harga Rp 11.200, yang berarti potensi kenaikan sebesar 38%. Valuasi BBCA diperdagangkan pada PER FY26F 16,8 kali dan PBV 3,4 kali, dengan likuiditas CASA 83,7%, ROE 21,4%, serta kualitas aset yang stabil. Sentimen buyback di harga maksimal Rp 9.200 juga menjadi penopang penting bagi saham ini.
“Pertumbuhan kredit (loan growth) tahun depan ditargetkan sebesar 8% – 10%. Pemangkasan BI rate memang berpotensi menekan NIM sebesar 20–30 bps, namun di sisi lain, ruang pemulihan kredit akan terbuka lebih lebar,” tuturnya.
Sementara itu, BMRI dan BRIS juga masih menarik untuk dicermati. BMRI direkomendasikan untuk BUY dengan target harga Rp 5.000 (upside 10,9%), dengan valuasi PBV 1,4 kali, ROE 17,2%, serta dividend yield 7,2%.
Untuk BRIS, target harga dipatok sebesar Rp 2.900 (upside 10%) dengan PER FY25F 15,6 kali dan PBV 2,4 kali.
IHSG Berpotensi Lanjut Menguat, Simak Saham Rekomendasi Analis untuk Selasa (4/11)
“BRIS didukung oleh pertumbuhan pembiayaan yang solid dan ROE 16%. Risiko utamanya berasal dari perlambatan bisnis emas dan potensi kenaikan cost of fund,” papar Abida.
Menurutnya, tekanan jangka pendek pada sektor perbankan masih mungkin berlanjut, namun level valuasi saat ini memberikan peluang menarik bagi investor jangka menengah untuk mulai masuk secara selektif. Kesimpulannya, saatnya berburu saham bank dengan cermat dan terukur.
Ringkasan
Sektor perbankan Indonesia mengalami tekanan dalam sepekan terakhir akibat arus keluar dana asing dari saham bank-bank besar, diperparah kekhawatiran kualitas aset di segmen konsumsi. Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mencatat net sell asing, sementara PT Bank Negara Indonesia Tbk (BMRI) justru mencatat net buy signifikan didorong sentimen rencana buyback. Tekanan ini juga tercermin dari kenaikan NPL konsumsi sebesar 33% secara tahunan, khususnya pada KPR nonsubsidi.
Meskipun tekanan jual menciptakan sentimen negatif, Analis BRI Danareksa Sekuritas menilai valuasi sektor perbankan saat ini menarik pada level terdiskon. Mereka mempertahankan rekomendasi Netral namun melihat peluang akumulasi bertahap pada bank dengan likuiditas kuat dan kualitas aset terjaga. Saham BBCA, BMRI, dan BRIS direkomendasikan “BUY” dengan target harga masing-masing Rp 11.200, Rp 5.000, dan Rp 2.900, didukung oleh fundamental yang kuat dan potensi pertumbuhan.





