Cukai Baru: Popok dan Tisu Basah Kena Pajak? Ini Kata Pemerintah!

H Anhar

Kementerian Keuangan tengah serius mengkaji potensi penerapan cukai pada produk-produk rumah tangga esensial seperti popok (diapers) hingga tisu basah. Langkah ini merupakan bagian integral dari strategi besar pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara, sebagaimana tertuang jelas dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

PMK krusial ini telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan secara resmi diundangkan pada tanggal 3 November 2025. Dokumen tersebut menguraikan bahwa upaya optimalisasi penerimaan negara akan ditempuh melalui perluasan basis pajak, kepabeanan, dan cukai. Selain itu, pemetaan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menjadi fokus. “Penggalian potensi penerimaan melalui upaya perluasan basis pajak, kepabeanan dan cukai, serta pemetaan potensi PNBP telah dilaksanakan melalui penyusunan kajian potensi Barang Kena Cukai berupa diapers dan alat makan dan minum sekali pakai, serta kajian ekstensifikasi cukai tisu basah,” demikian bunyi kutipan dari dokumen PMK yang dirilis Jumat, 7 November 2025.

Tidak berhenti pada cukai, Kementerian Keuangan juga berencana memperluas basis penerimaan negara dengan mengusulkan kenaikan batas atas Bea Keluar Kelapa Sawit. Wacana pengenaan cukai pada popok sebenarnya bukan hal baru. Sebuah dokumen dari Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kementerian Keuangan yang dipublikasikan pada Agustus 2021 secara eksplisit telah membahas mendalam kajian potensi cukai diapers.

Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa pembahasan wacana ini telah dimulai sejak Komisi XI DPR memberikan persetujuan kepada pemerintah untuk memperluas basis cukai dengan memasukkan produk-produk berbahan plastik. Pemerintah kemudian diminta untuk menyusun peta jalan perluasan tersebut. Popok sekali pakai menjadi salah satu produk plastik yang menjadi sorotan utama. Limbahnya secara signifikan mencemari lingkungan karena bahan penyusunnya meliputi sintetik pulp, polychlorine dibenzodioxins, gel super absorbing polyacrylic acid, serta plastik.

Penerapan cukai pada popok ini diproyeksikan memiliki potensi besar bagi penerimaan negara. Berdasarkan data penjualan popok dan populasi bayi saat itu, potensi penerimaan dari cukai diapers diperkirakan mencapai Rp 1,32 triliun. Cukai sendiri adalah pungutan negara yang bersifat objektif, dikenakan terhadap produk tertentu yang memenuhi karakteristik khusus. Karakteristik tersebut meliputi konsumsinya yang perlu dikendalikan, peredarannya yang perlu diawasi, pemakaiannya yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya yang memerlukan pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Pilihan Editor: Downtrading: Penyebab Penerimaan Cukai Rokok Merosot

Ringkasan

Kementerian Keuangan tengah mengkaji potensi penerapan cukai pada produk esensial seperti popok dan tisu basah. Langkah ini merupakan bagian integral dari strategi optimalisasi penerimaan negara, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025-2029. PMK yang diundangkan pada November 2025 ini menguraikan upaya perluasan basis pajak, kepabeanan, dan cukai.

Wacana pengenaan cukai pada popok bukan hal baru dan telah dibahas sejak 2021 karena limbahnya yang mencemari lingkungan. Popok sekali pakai mengandung bahan plastik dan sintetik yang menjadi sorotan utama. Penerapan cukai ini diproyeksikan memiliki potensi penerimaan negara sebesar Rp 1,32 triliun. Cukai sendiri dikenakan terhadap produk yang konsumsinya perlu dikendalikan atau berpotensi menimbulkan dampak negatif.

Also Read

[addtoany]

Tags