Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial JAKARTA. Kurs rupiah menghadapi tekanan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini, meskipun menunjukkan penguatan tipis pada penutupan perdagangan Jumat. Dari data terbaru, nilai tukar rupiah mencatatkan pergerakan yang fluktuatif, dipengaruhi berbagai sentimen pasar.
Menurut data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat, 26 September 2025, kurs rupiah spot berhasil menguat tipis 0,07% untuk bertengger di level Rp 16.738 per dolar AS. Namun, penguatan sesaat ini tidak mampu menghapus pelemahan yang terjadi sepanjang pekan. Dalam kurun waktu satu minggu, rupiah spot tercatat melemah 0,82% dari posisi Rp 16.601 pada pekan sebelumnya.
Sementara itu, acuan nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) menunjukkan pelemahan serupa. Pada hari Jumat yang sama, rupiah Jisdor melemah 0,14% ke posisi Rp 16.775 per dolar AS. Jika dilihat secara mingguan, rupiah Jisdor sudah melemah 1,19% dari posisi Rp 16.578 pada pekan lalu, mengindikasikan tekanan berkelanjutan terhadap mata uang domestik.
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyoroti bahwa tekanan terhadap rupiah selama sepekan ini bersumber dari dua arah: penguatan indeks dolar AS dan faktor-faktor internal. Ia menjelaskan, dolar AS kembali perkasa setelah pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang dinilai ‘hawkish’ mengenai prospek suku bunga acuan. Hal ini semakin diperkuat oleh data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, termasuk revisi data PDB kuartal II dan klaim pengangguran, yang secara kolektif memicu penguatan greenback.
Dari sisi domestik, Lukman mencermati adanya kekhawatiran pasar terhadap kebijakan ekonomi pemerintah yang ekspansif, potensi defisit fiskal, serta spekulasi mengenai pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia. Faktor-faktor ini secara signifikan membebani pergerakan rupiah, menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, menambahkan bahwa penguatan dolar AS juga dipicu oleh pengumuman Presiden AS Donald Trump mengenai serangkaian tarif perdagangan, khususnya tarif 100% untuk semua impor farmasi. Langkah ini, menurut Ibrahim, meningkatkan ketidakpastian mengenai dampak ekonomi dari kebijakan tarif Trump dan memicu sentimen ‘risk-off’ di pasar keuangan global, di mana investor cenderung beralih ke aset yang lebih aman seperti dolar AS.
Menatap pekan depan, Ibrahim memprediksi pergerakan kurs rupiah akan sangat dipengaruhi oleh rilis data indeks harga Personal Consumption Expenditures (PCE) AS. Data ini, yang merupakan tolok ukur inflasi pilihan The Fed, akan memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan suku bunga. Meskipun diperkirakan inflasi inti akan tetap stabil di bulan Agustus, rilis data pada Jumat malam mendatang akan menjadi fokus utama pasar.
Senada, Lukman Leong juga melihat pekan depan akan dipenuhi dengan sejumlah data ekonomi penting. Dari dalam negeri, perhatian akan tertuju pada data inflasi dan perdagangan, sementara dari eksternal, rilis data tenaga kerja AS, termasuk non-farm payrolls, akan menjadi sorotan. Lukman memperkirakan rupiah masih akan berada di bawah tekanan, dan Bank Indonesia dipastikan akan sangat aktif melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas pasar.
Lebih lanjut, Lukman berharap pemerintah dapat memberikan penjelasan yang menenangkan masyarakat terkait kebijakan ekspansif serta kenaikan suku bunga simpanan dolar AS oleh bank-bank pelat merah. Untuk proyeksi pekan depan, Lukman menaksir rupiah akan bergerak di rentang Rp 16.600–Rp 17.000 per dolar AS. Sementara itu, Ibrahim memprediksi rupiah pekan depan akan dibuka di rentang Rp 16.730 – Rp 16.800 per dolar AS.
Ringkasan
Kurs rupiah mengalami tekanan signifikan terhadap dolar AS sepanjang pekan ini, meskipun menunjukkan penguatan tipis pada penutupan Jumat. Secara mingguan, rupiah spot tercatat melemah 0,82% ke Rp 16.738 per dolar AS, sementara rupiah Jisdor melemah 1,19% ke Rp 16.775 per dolar AS. Tekanan ini bersumber dari penguatan dolar AS pasca pernyataan hawkish The Fed dan data ekonomi AS yang kuat, serta kekhawatiran domestik terhadap kebijakan ekonomi pemerintah yang ekspansif.
Untuk pekan depan, pergerakan rupiah diprediksi akan sangat dipengaruhi oleh rilis data inflasi AS (PCE) dan data tenaga kerja AS, bersamaan dengan data inflasi serta perdagangan dari dalam negeri. Analis memperkirakan rupiah masih akan berada di bawah tekanan dan Bank Indonesia diharapkan akan aktif melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas pasar. Rentang proyeksi pergerakan rupiah pekan depan berkisar antara Rp 16.600 hingga Rp 17.000 per dolar AS.





