
Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial Pada perdagangan Selasa, 14 Oktober 2025, Wall Street mengakhiri sesi dengan pelemahan signifikan. Sentimen pasar global tertekan oleh gejolak baru dalam konflik dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali memanas. Di tengah ketidakpastian geopolitik ini, para investor juga fokus mencermati rilis laporan keuangan kuartal III-2025 dari bank-bank besar AS, yang secara tradisional menjadi indikator awal kinerja korporasi di tengah kondisi ekonomi yang dinamis.
Wall Street Dibuka Turun Selasa (14/10), di Tengah Ketegangan Dagang AS – China
Musim laporan keuangan bank menunjukkan gambaran yang kompleks. Saham BlackRock sempat menguat 0,7% setelah aset kelolaannya melonjak ke rekor tertinggi US$13,46 triliun. Namun, sebagian besar bank investasi besar justru mengalami penurunan. JPMorgan Chase, misalnya, anjlok 4,1% meskipun membukukan laba kuartal III di atas ekspektasi pasar dan meningkatkan proyeksi pendapatan bunga bersihnya untuk tahun ini. Tren serupa terlihat pada Goldman Sachs yang merosot 4,6% meski berhasil mencatat laba melampaui perkiraan analis, serta Citigroup yang melemah 0,9%. Hanya Wells Fargo yang berhasil menguat 2,9% setelah hasil keuangannya melampaui ekspektasi.
Secara agregat, indeks perbankan S&P 500 tercatat turun 1,4%, mengejutkan banyak pihak mengingat sektor ini merupakan salah satu pendorong utama kinerja indeks sepanjang tahun. Art Hogan, Kepala Strategi Pasar di B Riley Wealth, memberikan perspektif: “Kinerja bank sebenarnya cukup baik secara umum, tetapi banyak sahamnya sudah berada di atau mendekati level tertinggi sepanjang masa.” Penjelasan ini mengindikasikan bahwa meskipun fundamental kuat, ruang untuk kenaikan harga saham mungkin terbatas setelah reli panjang.
IMF Bandingkan Boom AI dengan Gelembung Internet 1990-an, Apa Bedanya?
Pasar Cermati Dampak Tarif dan Arah Kebijakan The Fed
Di tengah analisis kinerja perbankan, pasar finansial juga sangat menyoroti dampak tarif perdagangan terhadap korporasi AS. Laporan keuangan bank diharapkan dapat memberikan gambaran awal mengenai tekanan atau peluang dari kebijakan tarif yang diberlakukan. Tantangan analisis data semakin diperparah dengan tertundanya publikasi data ekonomi resmi akibat government shutdown yang masih terjadi, membuat investor kekurangan informasi krusial untuk membuat keputusan. Oleh karena itu, semua mata tertuju pada pidato Ketua The Federal Reserve, Jerome Powell, di pertemuan tahunan NABE, menantikan sinyal terbaru mengenai potensi arah kebijakan moneter AS di masa mendatang.
Pada penutupan perdagangan, pukul 10.08 pagi waktu New York, indeks-indeks utama mencatat penurunan. Dow Jones Industrial Average terpangkas 321,93 poin atau 0,70%, berakhir di level 45.745,65. Indeks S&P 500 melemah 55,76 poin (0,85%) menjadi 6.598,96, sedangkan Nasdaq Composite anjlok paling dalam sebesar 305,14 poin (1,34%) ke 22.389,47.
Pelemahan ini didorong terutama oleh sektor teknologi yang turun signifikan sebesar 1,8%. Saham-saham seperti Nvidia tergelincir 3,5% dan Broadcom jatuh 4,2%, mencatat koreksi tajam sehari setelah Broadcom sempat melonjak hampir 10% berkat kemitraan dengan OpenAI. Tekanan berat pada saham teknologi ini secara langsung turut menyeret indeks Nasdaq Composite ke zona merah. Sementara itu, sektor consumer discretionary juga turun 1,3% dengan saham Tesla melemah 3%. Berbeda dengan tren umum, sektor consumer staples yang dikenal defensif justru berhasil menguat 0,5%, menunjukkan pergeseran investor ke aset yang lebih stabil di tengah ketidakpastian.
IMF Optimistis Ekonomi Global Tumbuh 3,2% di 2025, tapi Trump Kembali Guncang Pasar
Ketegangan Dagang Kembali Meningkat
Sentimen pasar sempat membaik pada sesi sebelumnya, dipicu oleh pernyataan Presiden Donald Trump yang menunjukkan nada lebih berdamai terkait hubungan dagang dengan China, serta konfirmasi dari Menteri Keuangan Scott Bessent bahwa pertemuan AS-China akhir bulan ini masih sesuai jadwal. Namun, optimisme itu berbalik arah pada Selasa. Washington dan Beijing secara simultan memberlakukan biaya pelabuhan tambahan bagi perusahaan pelayaran. Langkah ini menyusul ancaman Trump untuk memberlakukan tarif 100% pada barang-barang dari China, sebagai respons terhadap pembatasan ekspor logam tanah jarang (rare earths) oleh Beijing. Eskalasi ini efektif menggagalkan momentum positif dan membuat indeks utama Wall Street tergelincir dari rekor tertingginya.
Di tengah gejolak ini, Dana Moneter Internasional (IMF) justru sedikit menaikkan proyeksi pertumbuhan global untuk tahun 2025. IMF menilai dampak tarif dan kondisi keuangan global lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Meskipun demikian, lembaga ini tak lupa mengeluarkan peringatan serius: perang dagang antara AS dan China yang berkepanjangan berpotensi memperlambat output ekonomi dunia secara signifikan, menegaskan risiko besar yang masih membayangi prospek global.
Goldman Sachs Raup Untung Besar! Laba Kuartal III Tembus US$4,1 Miliar
Sebagai cerminan langsung dari ketegangan dagang ini, saham-saham perusahaan China yang terdaftar di bursa AS turut merasakan dampaknya. Alibaba Group tercatat turun 3%, sementara JD.com melemah 2,5%, menunjukkan kekhawatiran investor terhadap potensi kerugian bisnis akibat proteksionisme yang meningkat.
Ringkasan
Pada Selasa, 14 Oktober 2025, Wall Street mengakhiri perdagangan dengan pelemahan signifikan, dipicu oleh ketegangan dagang AS-China yang kembali memanas. Eskalasi konflik, seperti pemberlakuan biaya pelabuhan tambahan dan ancaman tarif baru, membalik optimisme pasar dan menyeret indeks utama ke zona merah. Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq Composite semuanya mencatat penurunan, dengan sektor teknologi menjadi pendorong utama pelemahan Nasdaq.
Laporan keuangan bank-bank besar AS kuartal III menunjukkan gambaran yang kompleks; sebagian besar saham bank investasi anjlok meskipun laba melampaui ekspektasi, mungkin karena level harga saham yang sudah tinggi. Pasar juga mencermati dampak tarif dan menunggu sinyal kebijakan moneter dari Ketua The Fed Jerome Powell di tengah kurangnya data ekonomi. Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa perang dagang berkepanjangan dapat memperlambat output ekonomi dunia secara signifikan.





