Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial
Tunjangan Jumbo DPR Vs Potret Ketimpangan Pengeluaran Warga RI
JAKARTA — Tunjangan perumahan bagi setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebesar Rp50 juta yang sempat menuai polemik di tengah masyarakat, kini mendapatkan klarifikasi. DPR menjelaskan bahwa fasilitas ini sebenarnya telah diberlakukan sejak Oktober 2024, dengan besaran anggaran yang sepenuhnya ditentukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Ketua Komisi XI DPR, Misbakhun, memberikan penjelasan rinci mengenai kebijakan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya seluruh anggota DPR mendapatkan fasilitas rumah dinas di kawasan Kalibata, Jakarta. Namun, seiring waktu, pemerintah memutuskan untuk mengalihkan fasilitas fisik tersebut menjadi tunjangan bulanan senilai Rp50 juta. Misbakhun menekankan bahwa rumah dinas yang sebelumnya diperuntukkan bagi anggota DPR merupakan aset milik negara yang berada di bawah pengelolaan pemerintah.
“Ini adalah keputusan mutlak dari pemerintah. DPR tidak lagi menerima fasilitas perumahan secara langsung; itu sepenuhnya kebijakan pemerintah karena merupakan fasilitas yang dimiliki oleh negara,” jelas Misbakhun saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Jumat (22/8/2025). Politisi Partai Golkar tersebut menambahkan bahwa alasan di balik pengalihan ini tak lepas dari realitas bahwa anggota DPR berasal dari berbagai daerah, mulai dari Aceh hingga Papua, dan sebagian besar tidak memiliki hunian pribadi di ibu kota.
Misbakhun lebih lanjut menegaskan bahwa sebagai pejabat negara, anggota DPR seharusnya difasilitasi oleh negara. “Tentunya, negara memiliki kewajiban untuk memfasilitasi mereka karena statusnya sebagai pejabat negara. Ketika fasilitas perumahan fisik ditarik, lantas bagaimana solusinya? Oleh karena itu, fasilitas perumahan disediakan dalam bentuk tunjangan, agar mereka dapat mengurus tempat tinggalnya sendiri,” tuturnya, menjelaskan urgensi kebijakan tersebut.
Mengenai besaran tunjangan yang diberikan kepada DPR sebagai pejabat negara, Misbakhun menjelaskan bahwa penetapan standar harga, termasuk untuk tunjangan perumahan maupun biaya perjalanan dinas, sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Ia mencontohkan, standar untuk jenis pesawat yang digunakan DPR atau biaya kunjungan kerja ke berbagai kota seperti Surabaya atau Medan, dengan durasi tertentu, semua ditentukan oleh pemerintah.
“Seluruh satuan harga, mulai dari transportasi udara hingga biaya kunjungan kerja selama tiga hari ke berbagai daerah yang ongkosnya bisa berbeda, semuanya ditentukan oleh pemerintah, bukan oleh kami selaku anggota dewan,” ujar Misbakhun. Oleh karena itu, terkait dengan polemik mengenai besarnya tunjangan perumahan untuk anggota legislatif, Misbakhun menilai bahwa pertanyaan tersebut seharusnya diajukan langsung kepada pihak pemerintah.
“Pertanyaan mengenai mengapa satuan harganya ditetapkan demikian, seharusnya disampaikan kepada pemerintah. Satuan harga itu adalah ketetapan yang dibuat oleh pemerintah,” pungkas Misbakhun, mengakhiri keterangannya.
Ringkasan
Tunjangan perumahan anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan yang sempat menjadi polemik, telah berlaku sejak Oktober 2024 dan merupakan keputusan pemerintah. Fasilitas ini menggantikan rumah dinas fisik di Kalibata, bertujuan memfasilitasi anggota DPR dari berbagai daerah yang tidak memiliki hunian di Jakarta. Kementerian Keuangan sepenuhnya menentukan besaran tunjangan ini, bukan DPR.
Ketua Komisi XI DPR, Misbakhun, menegaskan bahwa penetapan standar harga untuk tunjangan perumahan maupun biaya lain sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah, melalui Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, DPR tidak menentukan besaran tunjangan tersebut. Pertanyaan terkait nilai tunjangan seharusnya diajukan langsung kepada pihak pemerintah.