Tambang Batu Bara Sebuku Serobot Lahan Transmigrasi! Kementrans Temukan Bukti

H Anhar

Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Transmigrasi, Elya Rifia, telah mengungkap dugaan serius terkait penyerobotan lahan eks transmigrasi oleh PT Sebuku Sejaka Coal (PT SSC). Penyerobotan ini diduga dilakukan untuk kegiatan pertambangan batu bara di Desa Bekambit, Kecamatan Pulau Laut Timur, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Sebagai bukti konkret, Elya secara langsung mengambil sampel batu bara dari lokasi tambang PT SSC di atas lahan eks transmigrasi Rawa Indah pada Jumat, 26 September 2025.

“Pecahan batu bara yang saya ambil di lokasi PT SSC ini menjadi bukti kuat adanya pelanggaran hukum, yakni penyerobotan tanah yang dilakukan oleh PT SSC,” tegas Elya Rifia. Ia menambahkan bahwa tindakan ini tidak hanya merugikan banyak pihak, tetapi juga disinyalir tidak memberikan manfaat signifikan bagi negara. Elya berencana melaporkan temuan krusial ini kepada Kementerian Transmigrasi, dengan harapan segera ada penertiban terhadap praktik pertambangan yang diduga ilegal tersebut.

Menurut Elya, PT SSC diduga menggarap Area Penggunaan Lain (APL) transmigrasi yang seharusnya dilindungi, tanpa memiliki izin yang sah. “Posisi di lapangan sudah jelas menunjukkan bahwa APL transmigrasi yang ditetapkan pada tahun 1999 telah dibuka tanpa izin oleh PT Sebuku Sejaka Coal,” paparnya. Oleh karena itu, ia mendesak PT SSC untuk segera melakukan koordinasi dan klarifikasi terkait penggunaan APL transmigrasi, mengingat lahan tersebut tergolong sebagai lahan negara.

Elya mengakui bahwa Kementerian Transmigrasi memang tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun, ia menekankan bahwa berdasarkan beleid dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara, aktivitas tambang di atas APL transmigrasi wajib mendapatkan izin dari pemilik alas hak tanah yang sah.

Kisruh perebutan lahan antara PT SSC dan masyarakat eks transmigrasi Rawa Indah bukanlah isu baru. Majalah Tempo edisi 19 Maret 2023 dengan judul Berebut Batu Bara Lahan Transmigrasi, pernah mengupas tuntas permasalahan ini. Ketidakpuasan masyarakat mulai mencuat sejak akhir tahun 2021, dan situasi semakin memanas ketika Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Selatan mengeluarkan keputusan pembatalan 441 sertifikat milik mantan transmigran.

Salah satu korban yang merasakan dampak langsung adalah Nyoman Darpada. Ia menuturkan bahwa lahan miliknya dan suami kini telah berubah menjadi jalan tambang, tanpa adanya ganti rugi yang diterimanya hingga kini. Nyoman Darpada merasa yakin bahwa lahan tersebut adalah miliknya, merujuk pada nomor sertifikat yang ia miliki. “Sudah banyak yang tahu bahwa itu tanah punya saya karena kena hauling. Cuma tidak ada namanya di sana,” ungkap Nyoman, seperti dikutip dari majalah Tempo.

Nasib serupa juga menimpa puluhan eks transmigran lainnya, termasuk Nyoman Suastika, Ishak bin Asmuni, dan Abdul Rasyid. Mereka semua telah memegang sertifikat hak milik atas nama sendiri sejak 24 Januari 1990, masing-masing seluas 2 hektare. Namun, hingga saat ini, mereka pun belum menerima kompensasi atas lahan yang tergarap tersebut.

Menanggapi berbagai tudingan ini, Roni Mai Sandi, Juru bicara Sebuku Coal Group di Kotabaru, menegaskan bahwa pembebasan lahan masyarakat harus sesuai dengan kepemilikan yang sah, dibuktikan dengan surat-menyurat resmi dan bukti kepemilikan lahan yang diakui oleh pemerintah desa. “Selama pihak lain yakin punya legalitas yang kuat atas lahan tersebut, silakan menguji di pengadilan,” tantang Roni.

Pilihan editor: Salah Arah Kebijakan Produksi Batu Bara Nasional

Ringkasan

Kementerian Transmigrasi melalui Analis Kebijakan Ahli Madya Elya Rifia mengungkap dugaan penyerobotan lahan eks transmigrasi oleh PT Sebuku Sejaka Coal (PT SSC) di Desa Bekambit, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Penyerobotan ini diduga dilakukan untuk kegiatan pertambangan batu bara di atas Area Penggunaan Lain (APL) transmigrasi yang seharusnya dilindungi. Elya Rifia mengambil sampel batu bara langsung dari lokasi tambang sebagai bukti kuat pelanggaran hukum, dan berencana melaporkan temuan tersebut.

Kisruh lahan ini bukan isu baru; sebelumnya telah diulas majalah Tempo dan diperparah pembatalan sertifikat milik mantan transmigran oleh BPN Kalsel. Sejumlah eks transmigran, seperti Nyoman Darpada, telah kehilangan lahannya yang bersertifikat dan kini menjadi jalan tambang tanpa menerima ganti rugi. Menanggapi tudingan, juru bicara Sebuku Coal Group menegaskan bahwa pembebasan lahan harus berdasarkan kepemilikan sah dan mempersilakan pengujian di pengadilan.

Also Read

[addtoany]

Tags