Indeks LQ45 masih berjuang keras untuk keluar dari tekanan yang membayanginya. Sejak awal tahun, performa Indeks LQ45 terlihat tertinggal jauh jika dibandingkan dengan geliat positif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berdasarkan data yang dirilis Bursa Efek Indonesia pada Kamis (25/9/2025), Indeks LQ45 tercatat mengalami penurunan sebesar 3,74% year to date (ytd). Di sisi lain, IHSG justru berhasil melesat tinggi dengan kenaikan 13,57% ytd, menunjukkan divergensi yang signifikan di pasar modal.
David Kurniawan, seorang Equity Analyst dari PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), menjelaskan bahwa pelemahan Indeks LQ45 ini utamanya dipengaruhi oleh saham-saham big caps di sektor perbankan, konsumsi, dan komoditas. Saham-saham unggulan ini cenderung bergerak sideways atau bahkan tertekan sepanjang tahun berjalan.
Tekanan terhadap saham-saham LQ45 tersebut, lanjut David, dipicu oleh beberapa faktor krusial. Di antaranya adalah aksi profit taking yang dilakukan oleh investor asing, margin keuntungan emiten yang tergerus akibat tingginya biaya dana, serta berbagai tekanan global yang meliputi fluktuasi harga batu bara, nikel, hingga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Di tengah lesunya LQ45, reli IHSG justru menunjukkan kekuatan yang luar biasa, terutama ditopang oleh pergerakan saham second liner dan sektor new economy. Kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan ini banyak dipicu oleh spekulasi yang dilakukan investor ritel serta sentimen sektoral yang positif.
Oktavianus Audi, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyoroti bahwa saham-saham di LQ45 masih tertahan karena bobot terbesarnya ada di sektor keuangan, yang pergerakan sahamnya saat ini masih menghadapi tekanan signifikan. “Sementara, penguatan IHSG belakangan ini lebih banyak digerakkan oleh saham-saham konglomerasi,” kata Audi kepada Kontan, Kamis (25/9/2025).
IHSG Masih Punya Peluang Menguat, Intip Rekomendasi Saham untuk Jumat (26/9)
Kenaikan IHSG juga turut tercermin dari kinerja keuangan emiten-emiten terkait yang membaik, serta dinamika rebalancing indeks global seperti MSCI dan FTSE yang memberikan dorongan positif.
Faktor Lain yang Menekan
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menguraikan bahwa lemahnya performa Indeks LQ45 dibandingkan IHSG saat ini disebabkan oleh dua hal utama. Pertama, aksi net sell investor asing yang masih terus berlanjut di pasar saham Indonesia. Tekanan ini dipicu oleh kekhawatiran terhadap arah kebijakan fiskal, pelemahan nilai tukar rupiah, serta kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya membaik.
Kedua, pergerakan IHSG saat ini lebih banyak didorong oleh saham-saham lapis dua dan emiten konglomerasi yang mayoritas berada di luar konstituen LQ45. Katalis yang mendorong sektor-sektor tersebut antara lain aksi korporasi yang menarik dan sentimen sektoral yang kuat, seperti energi, hilirisasi, energi baru terbarukan (EBT), dan konstruksi.
Tonton: IHSG Tidak Bertenaga Hari ini, 10 Saham LQ45 dengan PER Terendah & Tertinggi 25 September 2025
Peluang Rebound
Meskipun performa LQ45 tertinggal jauh, peluang rebound saham-saham di indeks ini hingga akhir tahun tetap terbuka lebar. Ekky menuturkan, penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI), suntikan likuiditas ke sektor perbankan, serta potensi stabilisasi kebijakan fiskal dari pemerintah dapat menjadi katalis positif yang kuat.
“Jika ke depan mulai terlihat pertumbuhan kredit yang membaik dan stabilitas rupiah terjaga, investor institusi kemungkinan akan kembali mengakumulasi saham-saham LQ45, apalagi menjelang periode window dressing dan rilis laporan keuangan kuartal III,” ucap Ekky kepada Kontan, Kamis (25/9/2025).
David Kurniawan pun sependapat dengan pandangan ini. Menurutnya, potensi penurunan suku bunga dapat menjadi katalis positif yang signifikan karena mampu mengurangi beban sektor perbankan maupun konsumer. “Selain itu, ada peluang aliran dana asing balik masuk ke big caps setelah valuasi relatif murah dibandingkan peers regional,” ujar David, Kamis (25/9).
Oktavianus Audi turut menambahkan, saham-saham LQ45 memiliki outlook yang stabil hingga positif. Hal ini didorong oleh sentimen pelonggaran kebijakan moneter serta perbaikan kinerja keuangan emiten, khususnya yang akan terlihat pada laporan keuangan kuartal III dan kuartal IV tahun 2025.
Rekomendasi Saham LQ45
Berikut adalah beberapa saham di Indeks LQ45 yang masih direkomendasikan oleh para analis:
- Beberapa saham yang masih direkomendasikan Audi antara lain:
- PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp 9.000.
- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga Rp 4.250–Rp 4.700.
- PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan target harga Rp 7.100.
- PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan target harga Rp 3.450–Rp 3.700.
- PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan target harga Rp 490.
- Adapun David merekomendasikan:
- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga Rp 4.700.
- PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan target harga Rp 7.100.
- PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan target harga Rp 3.700.
IHSG Melemah ke 8.075 di Sesi Pertama, ANTM, MDKA, BRPT Jadi Top Losers LQ45
Ringkasan
Indeks LQ45 masih berjuang keras di bawah tekanan dengan penurunan 3,74% year to date, jauh tertinggal dari IHSG yang berhasil melesat tinggi dengan kenaikan 13,57% pada periode yang sama. Pelemahan LQ45 ini utamanya dipengaruhi oleh saham-saham big caps di sektor perbankan, konsumsi, dan komoditas yang bergerak mendatar atau tertekan. Faktor pemicunya meliputi aksi profit taking investor asing, margin keuntungan emiten yang tergerus, serta tekanan harga komoditas global.
Di sisi lain, penguatan IHSG didorong oleh saham-saham second liner, sektor new economy, dan emiten konglomerasi yang mayoritas berada di luar konstituen LQ45. Meskipun demikian, potensi rebound saham-saham LQ45 hingga akhir tahun tetap terbuka lebar. Katalis positif diharapkan datang dari potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia, suntikan likuiditas ke perbankan, dan stabilisasi kebijakan fiskal, yang dapat menarik kembali investor institusi ke saham-saham big caps yang valuasinya kini relatif murah.





