Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, secara tegas menyatakan bahwa sektor manufaktur nasional saat ini sangat membutuhkan kegiatan penelitian dan pengembangan (RnD) untuk mendorong inovasi. Menurutnya, setidaknya tiga sektor industri pengolahan, yaitu transportasi, agro, dan elektronik, merupakan area krusial yang menuntut terobosan signifikan agar daya saing industri Indonesia dapat meningkat.
Faisol menyoroti PT Industri Kereta Api (INKA) sebagai contoh nyata dari kebutuhan ini. Meskipun INKA berhasil mendapatkan pesanan tinggi, termasuk 450 gerbong dari Selandia Baru, ironisnya mereka masih sangat bergantung pada impor untuk dua komponen utama: roda dan sistem rem. “Lima roda kereta yang sudah diuji INKA sejauh ini selalu retak,” ungkap Faisol di Hotel JS Luwansa pada Kamis (16/10). Ia kemudian mempertanyakan, “Pertanyaannya, ke mana hasil RnD domestik untuk menemukan campuran logam yang tepat untuk pembuatan roda kereta sehingga INKA masih harus mengimpor roda?” Ini menggarisbawahi kegagalan dalam riset material lokal yang vital.
Beralih ke sektor elektronik, Faisol juga menemukan paradoks. Meskipun ada pabrikan cip lokal yang menghasilkan produk berkualitas tinggi, dengan ukuran hanya 4 nanometer—jauh lebih kecil dan canggih dibanding rata-rata cip asal Cina yang 17 nanometer—mayoritas hasilnya diekspor. Ini terjadi akibat minimnya pengembangan ekosistem industri elektronik domestik yang terintegrasi. “Masalahnya, ekosistem industri elektronik domestik belum bisa memanfaatkan cip ini secara optimal,” jelasnya, mengindikasikan bahwa potensi besar cip buatan Batang, Jawa Tengah, belum terdayagunakan di dalam negeri.
Di sektor agro, Faisol mengemukakan dua kasus positif dari negara lain yang berhasil karena intensifnya kegiatan RnD. Industri garam di Cina, misalnya, sukses menciptakan suplemen ternak dari garam yang mampu mendongkrak produktivitas susu hingga 30%. Sementara itu, industri sawit di Malaysia berhasil melakukan inovasi dengan membuat produk substitusi susu segar dari pengolahan bungkil tandan buah segar. Keberhasilan ini menunjukkan bagaimana RnD dapat mentransformasi produk dan menciptakan nilai tambah yang substansial.
Melihat kondisi ini, Faisol menyimpulkan bahwa sektor manufaktur di dalam negeri masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Oleh karena itu, ia mendorong semua pelaku industri pengolahan untuk terus-menerus melakukan kegiatan RnD di pabrik masing-masing. “Penting bagi setiap perusahaan manufaktur untuk sadar dan terus menerus melakukan kegiatan RnD,” tegasnya. Untuk mendukung upaya ini, pemerintah telah menyiapkan insentif super tax deduction yang sangat besar bagi perusahaan-perusahaan yang berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan.
Fasilitas super tax deduction ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 128 Tahun 2019. Secara singkat, beleid tersebut memberikan pengurangan Pajak Penghasilan perusahaan hingga 200% bagi mereka yang melakukan kegiatan RnD tertentu. Insentif ini diharapkan mampu memicu gairah investasi di sektor riset dan pengembangan industri.
Namun, data dari R&D World menunjukkan gambaran yang kurang menggembirakan mengenai posisi Indonesia dalam peta RnD global. Dari 40 negara yang disurvei, Indonesia menempati peringkat ke-34 dengan total anggaran sebesar US$8,2 miliar pada tahun 2022.
Laporan R&D World juga secara spesifik menyebut bahwa Indonesia adalah negara dengan rasio penganggaran riset terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) paling rendah. Pada tahun 2022, rasio ini hanya sebesar 0,24%. Sebagai perbandingan, rasio pengembangan riset terhadap PDB di negara lain bervariasi, dengan Israel sebagai yang tertinggi mencapai 4,8%. Ini menempatkan Indonesia di posisi terbawah dari 40 negara pembelanja riset teratas, sebuah angka yang menggarisbawahi urgensi peningkatan investasi RnD untuk kemajuan manufaktur nasional.
Ringkasan
Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menekankan pentingnya penelitian dan pengembangan (RnD) untuk mendorong inovasi dan daya saing di sektor manufaktur nasional, khususnya pada industri transportasi, agro, dan elektronik. Ia menyoroti ketergantungan PT INKA pada impor komponen roda dan sistem rem, serta fakta bahwa cip lokal berteknologi tinggi diekspor karena ekosistem industri domestik belum optimal. Ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk riset material dan pengembangan ekosistem yang terintegrasi di dalam negeri.
Faisol mendorong pelaku industri untuk gencar melakukan RnD, mencontoh inovasi berhasil dari negara lain di sektor agro, dan pemerintah mendukung hal ini melalui insentif super tax deduction hingga 200% untuk investasi RnD. Namun, data R&D World menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-34 dari 40 negara dalam anggaran RnD pada 2022, dengan rasio pengeluaran riset terhadap PDB terendah, yakni hanya 0,24%.