Rights Issue Ramai: Analis Ungkap Strategi Cuan Investasi Saham!

H Anhar

Belakangan ini, hiruk pikuk di pasar modal Indonesia semakin terasa dengan maraknya skema penggalangan dana melalui Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau yang lebih dikenal dengan rights issue. Sejumlah emiten berlomba-lomba memanfaatkan mekanisme ini untuk beragam tujuan strategis, menandai tren yang kembali menguat di tengah dinamika ekonomi.

Salah satu emiten yang baru-baru ini mengumumkan rencana rights issue adalah PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO), pemain kunci di sektor produksi kakao dan cokelat. Melalui aksi korporasi ambisius ini, COCO akan menerbitkan sebanyak 2,67 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 100 per saham, berpotensi meraup dana segar hingga Rp 266,96 miliar. Mayoritas dana tersebut akan dialokasikan untuk belanja modal; sekitar Rp 45 miliar untuk pembelian mesin di fasilitas produksi midstream dan Rp 40 miliar untuk memperkuat fasilitas produksi yang telah ada. Sementara sisanya akan digunakan sebagai modal kerja. Dukungan penuh telah datang dari pengendali COCO, Mahogany Global Investment Pte Ltd, yang menegaskan komitmennya untuk menyerap seluruh saham baru yang ditawarkan dalam rights issue ini.

Tak kalah ambisius, PT Sinergi Inti Andalan Tbk (INET) juga telah mengambil langkah serupa. Emiten ini berencana menerbitkan hingga 12,8 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 250 per saham, yang diperkirakan akan menghasilkan dana segar fantastis sebesar Rp 3,2 triliun. Seluruh hak tersebut akan diserap oleh pemegang saham pengendali, PT Abadi Kreasi Unggul Nusantara, yang juga siap bertindak sebagai pembeli siaga. Dana jumbo ini akan digunakan secara strategis oleh INET untuk mengakselerasi ekspansi jaringan Fiber to The Home (FTTH) berkecepatan tinggi, termasuk adopsi teknologi Wi-Fi 7 yang mutakhir.

Di sektor lain, PT Aviana Sinar Abadi Tbk (IRSX) turut meraih persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 25 September 2025 untuk menggelar rights issue. Rencananya, IRSX akan melepas maksimal 12,39 miliar saham baru guna memperkuat modal kerja dan mendanai ekspansi usaha mereka di masa mendatang.

Bahkan, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI), emiten properti kawakan, bersiap menggelar rights issue untuk ketiga kalinya. Rencana ini melibatkan penerbitan hingga 1,21 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Dana yang terkumpul dari rights issue ini akan difokuskan untuk penambahan penyertaan saham pada entitas anak usaha mereka, termasuk PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK), serta beberapa anak usaha lainnya seperti PT Cahaya Inti Sentosa, PT Karunia Utama Selaras, dan PT Panorama Eka Tunggal.

Tidak ketinggalan, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) juga berencana menggelar rights issue dengan menerbitkan 124,27 miliar saham baru bernominal Rp 25 per saham. Uniknya, partisipasi PT Angkasa Pura Indonesia (API) dalam aksi korporasi ini akan dilakukan melalui skema penyetoran aset non-tunai (inbreng). Dengan demikian, setelah rights issue rampung, API akan resmi menggenggam sejumlah saham GMFI, memperkuat sinergi kedua perusahaan.

Fenomena maraknya rights issue ini tidak lepas dari kondisi pasar modal yang suportif. Menurut Indy Naila, seorang Investment Analyst dari Edvisor Provina Visindo, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menciptakan peluang yang lebih luas bagi emiten untuk mencari pendanaan, termasuk melalui rights issue. Oleh karena itu, banyak perusahaan memanfaatkan momen ini untuk membiayai berbagai kebutuhan, terutama belanja modal. Lebih dari sekadar mendapatkan dana segar, rights issue juga berpotensi menguatkan struktur modal emiten. Namun, Indy Naila mengingatkan, ada risiko penyerapan dana yang tidak optimal, sehingga penting bagi emiten untuk tetap mempertimbangkan kondisi fundamental mereka, ujarnya pada Jumat (3/10/2025).

Melengkapi pandangan tersebut, Maximilianus Nicodemus, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, mengamati bahwa tren rights issue belakangan ini didominasi oleh emiten dari kategori saham lapis kedua. Fenomena ini, menurutnya, wajar terjadi karena banyak emiten tersebut sedang dalam fase ekspansi yang agresif dan membutuhkan suntikan pendanaan. Ditambah lagi, pasar saham Indonesia sedang menunjukkan gairah yang kuat, tercermin dari performa positif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kondisi ini secara alami meningkatkan animo investor untuk berpartisipasi dalam rights issue yang digelar emiten. Ia menambahkan, aksi korporasi ini berperan sebagai katalis positif bagi keberlangsungan usaha emiten. Namun, dampak optimalnya akan sangat bergantung pada bagaimana emiten merealisasikan rencana ekspansi bisnis mereka dengan dana yang terkumpul. Maximilianus memperkirakan tren penggalangan dana via rights issue akan terus berlanjut hingga akhir 2025, didukung oleh prospek pasar saham yang cerah dan likuiditas yang memadai. Bahkan, emiten dengan agenda ekspansi di tahun 2026 berpotensi besar memanfaatkan rights issue sejak kuartal IV-2025 sebagai bekal penting untuk menapaki bisnis di tahun berikutnya, jelasnya pada Jumat (3/10).

Meskipun tidak memberikan rekomendasi saham spesifik, Maximilianus dan Indy Naila sama-sama menekankan pentingnya kehati-hatian bagi investor. Maximilianus menyarankan agar investor selalu menelaah aspek fundamental dan potensi valuasi sebuah emiten, serta mempertimbangkan harga pelaksanaan rights issue sebelum memutuskan berinvestasi. Senada, Indy Naila memprediksi kuartal IV-2025 akan tetap diwarnai banyak rights issue, khususnya dari emiten dengan proyek-proyek besar. Bagi investor yang tertarik, ia menyarankan untuk terus memantau penggunaan dana rights issue dan perkembangan kinerja fundamental emiten setelah ekspansi dimulai. Kunci sukses berinvestasi dalam rights issue adalah pemahaman mendalam terhadap prospek bisnis dan manajemen dana emiten.

Ringkasan

Pasar modal Indonesia sedang ramai dengan skema penggalangan dana melalui rights issue (PMHMETD) yang dimanfaatkan emiten untuk tujuan strategis. Beberapa emiten yang menggelar aksi korporasi ini meliputi PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO) untuk belanja modal, PT Sinergi Inti Andalan Tbk (INET) untuk ekspansi jaringan FTTH, dan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) untuk penambahan penyertaan saham pada anak usaha. PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) bahkan melibatkan penyetoran aset non-tunai (inbreng) dari PT Angkasa Pura Indonesia dalam rights issue-nya.

Fenomena rights issue ini didorong oleh kondisi pasar modal yang suportif, termasuk penurunan suku bunga acuan BI, serta kebutuhan ekspansi agresif emiten lapis kedua. Analis memprediksi tren ini akan berlanjut, menjadi katalis positif bagi emiten dan berpotensi menguatkan struktur modal. Investor disarankan untuk menelaah fundamental, valuasi, dan harga pelaksanaan, serta memantau penggunaan dana serta kinerja emiten setelah ekspansi untuk keputusan investasi yang cermat.

Also Read

[addtoany]

Tags