Prabowo Turun Tangan? Desakan Satgas Berantas Penyelundupan Benih Lobster

H Anhar

KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) secara tegas mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang khusus mengatur penanganan penyelundupan benih bening lobster (BBL). Langkah krusial ini diambil dengan tujuan utama untuk menghentikan praktik ilegal yang telah merugikan sektor perikanan nasional secara masif. Usulan ini diharapkan dapat membentuk satuan tugas (satgas) khusus, serupa dengan satgas anti-ilegal BBL, guna memberantas penyelundupan tersebut.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb Haeru Rahayu, dalam keterangannya kepada awak media di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam, Kepulauan Riau, pada Selasa, 9 September 2025, mengungkapkan bahwa usulan pembentukan Perpres ini telah dikoordinasikan dengan Kementerian Sekretariat Negara. Permintaan penerbitan regulasi ini merupakan respons konkret dari temuan praktik penyelundupan benih lobster yang diindikasikan kuat dilakukan oleh pihak Vietnam, menyusul evaluasi kerja sama budidaya yang sebelumnya terjalin antara kedua negara.

Sebelumnya, Indonesia dan Vietnam telah menjalin kerja sama melalui skema joint venture (JV) dalam upaya meningkatkan budidaya lobster. Ambisi kerja sama ini cukup besar, menargetkan produksi sebanyak 30 juta ton lobster setiap bulan selama setahun penuh. Namun, Haeru menjelaskan bahwa hasil evaluasi menunjukkan bahwa target produksi tersebut tidak tercapai sesuai kesepakatan awal, memicu investigasi lebih lanjut.

Penyebab utama kegagalan mencapai kuota produksi yang disepakati terungkap adalah adanya praktik penyelundupan BBL secara signifikan oleh Vietnam. Menanggapi situasi ini, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghentikan seluruh bentuk kerja sama dengan Vietnam. “Kami saat ini melakukan terminasi atau melakukan penyetopan untuk kerja sama dengan pihak Vietnam. Kenapa? Ilegalnya itu masih sangat dahsyat sekali,” tegas Haeru, menyoroti parahnya pelanggaran yang terjadi.

Mengenai fokus Perpres yang diusulkan, KKP akan memprioritaskan penanganan praktik penyelundupan BBL. Namun, Haeru tidak menutup kemungkinan bahwa di masa mendatang kementeriannya dapat mengajukan Perpres serupa untuk komoditas perikanan lainnya. Proses ini tentu akan melalui harmonisasi tingkat kementerian dan lembaga terkait, serta terbuka untuk berbagai masukan guna penyempurnaan kebijakan.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Yonvitner, turut memberikan pandangannya. Menurutnya, praktik penyelundupan lobster ini dipicu oleh dua faktor utama: lemahnya pengawasan dalam proses penangkapan oleh nelayan dan distribusi, serta adanya disparitas harga yang mencolok antara BBL di pasar dalam negeri dan luar negeri. “Karena saat ini harga BBL di dalam negeri yang turun terutama sejak adanya harga patokan tingkat nelayan,” ujar Yonvitner saat dihubungi pada Selasa, 9 September.

Pembentukan harga BBL di Indonesia turut dipengaruhi oleh harga di tingkat badan layanan umum (BLU) dan harga ekspor. Yonvitner menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24 Tahun 2024, harga BBL di Indonesia ditetapkan sebesar Rp 8.500 per ekor. Angka ini kontras dengan harga BBL di pasar Vietnam yang bisa mencapai kisaran Rp 60.000 hingga Rp 100.000 per ekor. “Angka ini tentu menjadi daya tarik untuk melakukan penjualan di luar BLU. Daya tarik Vietnam mendorong pelaku tindakan ilegal,” pungkas Yonvitner, menegaskan insentif kuat bagi para pelaku penyelundupan.

Pilihan Editor: Mengapa Menteri Bermasalah Kabinet Prabowo Tak Diganti

Ringkasan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur penanganan penyelundupan benih bening lobster (BBL). Usulan ini bertujuan membentuk satuan tugas khusus guna memberantas praktik ilegal yang merugikan sektor perikanan. Langkah ini diambil menyusul evaluasi kerja sama budidaya dengan Vietnam, yang mana target produksi tidak tercapai akibat penyelundupan BBL secara masif oleh pihak Vietnam, sehingga kerja sama tersebut dihentikan.

Penyelundupan BBL ini dipicu oleh lemahnya pengawasan dan disparitas harga yang signifikan antara pasar domestik dan luar negeri. Guru Besar IPB University, Yonvitner, menjelaskan bahwa harga BBL di Indonesia ditetapkan Rp 8.500 per ekor sesuai Permen KP No. 24 Tahun 2024, sangat kontras dengan harga di Vietnam yang bisa mencapai Rp 60.000 hingga Rp 100.000 per ekor. Perbedaan harga yang mencolok ini menjadi insentif kuat bagi para pelaku untuk melakukan penjualan secara ilegal.

Also Read

[addtoany]

Tags