CENTER for Indonesia’s Development Strategic Initiatives (CISDI) menyoroti kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran di sektor kesehatan selama satu tahun terakhir. Menurut evaluasi CISDI, sejumlah program prioritas masih memerlukan perbaikan signifikan, terutama program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG), yang merupakan inisiatif unggulan Presiden Prabowo.
Kedua program ambisius ini dirancang untuk menjangkau puluhan juta penerima manfaat dengan alokasi anggaran yang fantastis. Namun, hingga Oktober 2025, CISDI telah mencatat adanya 11.585 kasus keracunan makanan yang diakibatkan oleh menu MBG, tersebar di puluhan kabupaten/kota di 24 provinsi. Ironisnya, hingga kini pemerintah belum juga menerbitkan Peraturan Presiden yang krusial untuk memperbaiki tata kelola program MBG dan mencegah terulangnya insiden serupa.
Menanggapi hal ini, Founder dan CEO CISDI, Diah Saminarsih, dalam keterangan pers pada Jumat, 24 Oktober 2025, menegaskan, “Program MBG dan CKG memerlukan target yang lebih realistis, dengan pendekatan bertahap dan menimbang keberagaman masyarakat Indonesia yang disebabkan faktor geografis, etnis, maupun tingkat sosial-ekonomi, serta keterbatasan fiskal.” Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya strategi yang adaptif dan berbasis realitas di lapangan.
Diah lebih lanjut mengkritisi pelaksanaan program MBG yang dinilai masih jauh dari standar kualitas intervensi gizi yang memadai. Maraknya penggunaan pangan ultra-olahan (ultra-processed food) dalam program ini dianggap bertentangan dengan upaya peningkatan gizi yang telah digalakkan Kementerian Kesehatan, seperti pada program Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Kesenjangan dalam standar keamanan pangan ini menjadi faktor utama yang terus memicu kasus keracunan.
Sorotan tajam juga diarahkan pada ketentuan baru Badan Gizi Nasional mengenai pelibatan kader kesehatan dalam distribusi program MBG. Diah menjelaskan bahwa kader kesehatan, yang sudah dibebani dengan keharusan menguasai 25 keterampilan dasar, kini juga harus mendistribusikan paket makanan MBG dari posyandu kepada kelompok sasaran, meliputi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, tanpa disertai pengaturan insentif yang jelas.
“Kami mendapati laporan di lapangan, kader kesehatan harus mengantarkan makanan kering yang tidak sesuai pedoman Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA). Selain itu, kader kesehatan tidak dibekali informasi tentang menu MBG yang dibagikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita,” papar Diah. Situasi ini diperparah oleh status kader kesehatan di Indonesia yang mayoritas masih dianggap relawan, dibayar rendah, namun terus dibebani dengan tugas dan persyaratan kompetensi yang meningkat.
Beranjak ke program Cek Kesehatan Gratis (CKG), CISDI mengakui potensi positifnya. Program ini dapat meningkatkan jangkauan layanan kesehatan primer dalam pencatatan dan pelaporan kasus penyakit menular, serta menghasilkan bank data skrining kesehatan yang sangat berharga. Oleh karena itu, CISDI menekankan pentingnya transparansi dalam pemanfaatan data CKG antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Namun, Diah Saminarsih mengingatkan bahwa, “CKG sebaiknya tidak hanya diposisikan sebagai pendekatan promotif dan preventif untuk mendeteksi dini penyakit tidak menular hingga tuberkulosis (TB) dengan memastikan keberlanjutan layanan atau perawatan penyakit berisiko (continuum of care), seperti layanan diabetes yang memerlukan perawatan yang panjang.” Ini berarti CKG harus terintegrasi dengan sistem perawatan jangka panjang untuk penyakit kronis.
Dalam rangka perbaikan program prioritas kesehatan, CISDI mengajukan sejumlah rekomendasi strategis. Salah satunya adalah mengalokasikan setidaknya 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau setara Rp 165 triliun, untuk penguatan layanan kesehatan primer. Sebagian dari anggaran ini diusulkan untuk menutup defisit BPJS Kesehatan yang saat ini mencapai Rp 30 triliun.
CISDI berpendapat bahwa alokasi anggaran tersebut masih menyisakan ruang fiskal yang cukup besar untuk program prioritas pemerintahan, termasuk MBG dan CKG. Lembaga ini juga mewanti-wanti bahwa munculnya program-program berlabel “hasil terbaik cepat” (quick wins) justru berpotensi mendisrupsi program kesehatan yang selama ini telah berjalan dengan baik, mengganggu stabilitas dan efektivitas sistem yang sudah ada.
Pilihan Editor: Cara Purbaya Mengoptimalkan Belanja Pemerintah
Ringkasan
Center for Indonesia’s Development Strategic Initiatives (CISDI) mengkritisi program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG) pemerintahan Prabowo-Gibran. Program MBG telah menyebabkan 11.585 kasus keracunan makanan hingga Oktober 2025, tanpa adanya Peraturan Presiden yang mengatur tata kelolanya, serta penggunaan pangan ultra-olahan. Selain itu, program ini membebani kader kesehatan dengan distribusi tanpa insentif jelas atau informasi menu, sehingga CISDI menyarankan target yang lebih realistis dan pendekatan bertahap.
Meski mengakui potensi CKG dalam meningkatkan jangkauan layanan primer dan bank data kesehatan, CISDI menekankan perlunya transparansi data dan integrasi program dengan perawatan jangka panjang untuk penyakit kronis. Untuk perbaikan, CISDI merekomendasikan alokasi minimal 1% PDB untuk penguatan layanan kesehatan primer, termasuk menutupi defisit BPJS Kesehatan. CISDI juga memperingatkan bahwa program “quick wins” berisiko mengganggu efektivitas sistem kesehatan yang sudah ada.





