Industri Manufaktur Terancam: Gas Murah Dipangkas, Dampak Ekonomi?

H Anhar

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyuarakan kekhawatiran serius terkait dampak kenaikan harga gas bumi tertentu (HGBT) terhadap keberlangsungan industri manufaktur nasional. Kebijakan ini, yang diinterpretasikan sebagai pengetatan pasokan gas dengan harga terjangkau, dinilai berpotensi besar mengancam sektor-sektor padat energi seperti industri keramik, kaca, baja, pupuk, petrokimia, dan oleokimia.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 14 Agustus 2025, menjelaskan bahwa biaya energi adalah komponen yang sangat signifikan dalam struktur biaya produksi industri-industri tersebut. Oleh karena itu, lonjakan harga gas akan berdampak langsung pada operasional mereka.

Febri menambahkan, peningkatan HGBT secara langsung akan menggerus margin keuntungan dan menurunkan utilisasi pabrik. Lebih jauh lagi, dalam perspektif jangka panjang, situasi ini diprediksi akan menekan minat investor untuk menanamkan modal di sektor manufaktur, khususnya pada industri padat energi, yang krusial bagi pertumbuhan ekonomi.

Kemenperin secara khusus menyoroti angka HGBT yang diterapkan oleh PT PGN, yaitu sebesar US$ 16,77 per million british thermal unit (MMBTU). Febri menegaskan bahwa nilai tersebut sangat memberatkan pelaku usaha. Menurutnya, batas ideal harga gas bumi tertentu seharusnya tidak melebihi US$ 6,5 per MMBTU, menunjukkan kesenjangan harga yang signifikan.

Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa beberapa sektor industri telah mengalami penurunan utilisasi akibat kendala pasokan gas. Sebagai contoh, tingkat utilisasi industri keramik nasional pada semester I 2025 hanya mencapai sekitar 70-71 persen, meskipun angka ini menunjukkan perbaikan dibanding tahun sebelumnya.

Namun, Febri memperingatkan bahwa jika pasokan gas terus terganggu, capaian positif ini dapat kembali tergerus. Ancaman ini terutama serius bagi industri pupuk, yang memiliki peran vital dalam mendukung program swasembada pangan Presiden Prabowo, di mana ketersediaan pupuk menjadi kunci keberhasilan.

Febri menguraikan bahwa kebutuhan gas industri secara keseluruhan diperkirakan mencapai 2.700 million standard cubic feet per day (MMSCFD). Kontrasnya, Kementerian Perindustrian mencatat volume HGBT yang tersedia hanya sekitar 1.600 MMSCFD, menunjukkan defisit pasokan yang signifikan.

Dari volume yang tersedia, sekitar 900 MMSCFD dialokasikan untuk badan usaha milik negara (BUMN). Kemenperin mengingatkan bahwa perusahaan swasta akan merasakan dampak paling berat jika porsi HGBT untuk mereka semakin menyusut. Dampak langsung yang diprediksi meliputi penurunan kapasitas produksi, efisiensi usaha yang merosot, dan bahkan risiko terjadinya PHK massal.

Kemenperin mencatat bahwa tidak kurang dari 134.795 pekerja bergantung langsung pada pasokan HGBT. Febri dengan tegas mewanti-wanti akan “badai” pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dapat melanda industri ini jika pasokan HGBT terus dirampingkan atau tidak mencukupi.

Secara rinci, jumlah pekerja yang terancam PHK tersebut meliputi 10.420 pekerja di industri pupuk, 23.006 di industri petrokimia, 12.288 di industri oleokimia, 31.434 di industri baja, 43.058 di industri keramik, 12.928 di industri kaca, dan 1.660 di industri sarung tangan karet. Angka ini menyoroti skala dampak sosial-ekonomi yang masif.

Oleh karena itu, Kemenperin mendesak agar ketersediaan HGBT dapat disalurkan secara adil dan merata, baik kepada BUMN maupun perusahaan swasta, demi menjaga daya saing industri nasional. Febri mengakhiri pernyataannya dengan peringatan tegas: “Jika masalah HGBT tidak segera diatasi, dampaknya tidak hanya terasa pada neraca perdagangan dan investasi, tetapi juga langsung memengaruhi kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor industri ini.”

Pilihan Editor: Presiden Direktur PT Sony Indonesia: Kami Akan Berinvestasi Lebih Banyak

Ringkasan

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyuarakan kekhawatiran serius terkait kenaikan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang mengancam keberlangsungan industri manufaktur nasional, khususnya sektor padat energi. Harga gas yang mencapai US$16,77 per MMBTU, jauh di atas batas ideal US$6,5 per MMBTU, secara langsung menggerus margin keuntungan, menurunkan utilisasi pabrik, dan menekan minat investor. Dampak ini telah terlihat pada penurunan utilisasi di beberapa sektor industri, seperti keramik nasional.

Kemenperin mencatat adanya defisit pasokan gas untuk industri, di mana kebutuhan 2.700 MMSCFD tidak terpenuhi oleh ketersediaan HGBT sebesar 1.600 MMSCFD. Kondisi ini, yang sebagian besar dialokasikan untuk BUMN, diperkirakan akan sangat membebani perusahaan swasta, berpotensi menurunkan kapasitas produksi dan memicu PHK massal. Sebanyak 134.795 pekerja bergantung pada pasokan HGBT, sehingga Kemenperin mendesak penyaluran HGBT yang adil demi menjaga daya saing industri dan kesejahteraan masyarakat.

Also Read

[addtoany]

Tags