Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan menguat menjelang pengumuman kocok ulang indeks MSCI yang dijadwalkan pada 5 November 2025. Optimisme ini muncul setelah IHSG menutup perdagangan hari ini di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kenaikan signifikan 111,20 poin atau 1,36% ke level 8.275,08. Dalam sebulan terakhir, kinerja IHSG telah mencatat kenaikan 1,66%, dan secara year to date (YTD) melonjak 16,88%, menunjukkan performa pasar yang cukup solid.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, memperkirakan IHSG berpotensi positif di kisaran 8.300 – 8.400 pekan ini. Penguatan ini didorong oleh sentimen penurunan Fed Rate pada pekan lalu serta antisipasi terhadap pengumuman rebalancing MSCI. Selain itu, Wafi juga menyoroti dampak positif dari hasil laporan keuangan kuartal III 2025 sebagai katalis pendorong.
Menakar Pengaruh Free Float dan Rebalancing MSCI Indonesia Bulan Depan
Sementara itu, Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS), Chory Agung Ramdhani, menyatakan bahwa menjelang pengumuman rebalancing MSCI pada 5 November, pergerakan IHSG berpotensi mixed dengan peluang rebound terbatas. Secara teknikal, indeks masih bergerak di atas MA60, membuka ruang penguatan menuju area resistance. Namun, volatilitas tetap perlu diwaspadai mengingat pelaku pasar akan melakukan penyesuaian portofolio terhadap saham-saham yang berpotensi masuk atau keluar indeks MSCI, memicu pergeseran harga yang dinamis.
Sentimen global mulai kondusif, didukung meredanya tensi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Di dalam negeri, ekspektasi inflasi yang melandai dapat memberikan ruang bagi kebijakan moneter yang lebih akomodatif, menciptakan lingkungan yang mendukung pasar saham. Meskipun demikian, Chory mengingatkan bahwa faktor seasonality menunjukkan November secara historis adalah salah satu bulan dengan peluang penguatan terendah, sehingga aksi ambil untung masih mungkin terjadi dalam jangka pendek.
MSCI Tinjau Ulang Perhitungan Free Float, Berisiko Picu Arus Keluar Dana Asing 
Untuk proyeksi akhir tahun 2025, Wafi memprediksi IHSG dapat mencapai kisaran 8.300-8.400. Katalis utama meliputi stimulus ekonomi pemerintah, potensi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) pada November-Desember, serta efek Santa Rally yang kerap terjadi di penghujung tahun. Namun, risiko tetap berasal dari tensi geopolitik dan volatilitas global yang masih berpotensi mempengaruhi pasar modal.
Dengan sentimen positif tersebut, Wafi merekomendasikan beberapa sektor unggulan: perbankan buku empat (BBCA, BBRI, dan BMRI) yang valuasinya mulai pulih dan masih terdiskon; consumer staples (AMRT dan UNVR) yang terdorong oleh kuatnya konsumsi masyarakat; serta komoditas emas dan nikel (ANTM dan MDKA) sebagai aset lindung nilai (hedging) di tengah ketidakpastian global.
Di sisi lain, Chory memperkirakan IHSG bergerak dalam rentang 8.045–8.230 hingga akhir tahun sebagai skenario dasar. Potensi menuju 8.320 terbuka lebar jika arus dana asing kembali membaik dan sentimen eksternal mendukung. Peluang reli akhir tahun, khususnya pada Desember, cukup besar karena didorong oleh aktivitas window dressing serta tetap kuatnya konsumsi domestik. Namun, pelemahan rupiah dan ketidakpastian arah kebijakan The Fed masih menjadi faktor risiko utama, dengan skenario pelemahan menuju area 7.910 apabila tekanan sentimen meningkat. Secara keseluruhan, pasar cenderung memasuki fase konsolidasi, menanti katalis lanjutan dari kebijakan global dan data ekonomi domestik.
Chory menyarankan investor untuk lebih selektif, berfokus pada sektor dengan fundamental solid dan menunjukkan minat akumulasi asing. Sektor-sektor seperti perbankan, consumer staples, dan teknologi yang mencatatkan kinerja positif dalam beberapa pekan terakhir, cenderung defensif terhadap volatilitas global dan diuntungkan dari prospek inflasi yang terjaga.
IHSG Keok Hadapi Wacana Free Float MSCI, Cermati Rekomendasi Saham Selasa (28/10)
Selain itu, saham-saham yang berpotensi mengalami perubahan bobot dalam indeks MSCI patut menjadi perhatian karena peluang aliran dana baru dari investor institusi. Dalam konteks ini, emiten dengan kapitalisasi besar dan likuiditas tinggi tetap menjadi pilihan utama untuk menjaga stabilitas portofolio. Untuk trading jangka pendek, Chory merekomendasikan UNVR yang menunjukkan penguatan teknikal dan potensi pola bullish, BUMI yang tengah menguji area penguatan dengan sentimen RUPS pada 19 November 2025, serta EMTK yang membukukan pertumbuhan laba signifikan dan dalam tren positif.
Sebagai penutup, Chory menekankan pentingnya disiplin dalam penerapan manajemen risiko dan strategi trading. Hal ini menjadi kunci untuk memanfaatkan peluang di akhir tahun ini, terutama dengan kondisi pasar yang cenderung fluktuatif akibat sentimen rebalancing MSCI.
Ringkasan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan menguat menjelang pengumuman kocok ulang indeks MSCI pada 5 November 2025, setelah mencatat kenaikan signifikan 1,36% ke level 8.275,08. Analis Muhammad Wafi memperkirakan IHSG berpotensi positif di kisaran 8.300-8.400 pekan ini, didorong sentimen penurunan Fed Rate dan antisipasi rebalancing MSCI. Namun, Analis Chory Agung Ramdhani menyatakan pergerakan IHSG berpotensi mixed dengan rebound terbatas dan volatilitas perlu diwaspadai, mengingat penyesuaian portofolio pelaku pasar. Sentimen global yang kondusif dan ekspektasi inflasi domestik yang melandai turut mendukung pasar.
Untuk proyeksi akhir tahun 2025, Wafi memprediksi IHSG dapat mencapai 8.300-8.400, didukung stimulus pemerintah dan potensi pemangkasan suku bunga BI. Sementara itu, Chory memperkirakan IHSG bergerak dalam rentang 8.045–8.230 dengan peluang menuju 8.320 jika arus dana asing membaik, serta adanya potensi reli akhir tahun. Investor disarankan selektif pada sektor fundamental solid seperti perbankan, consumer staples, dan teknologi, serta saham berkapitalisasi besar yang terpengaruh perubahan bobot MSCI. Risiko tetap berasal dari tensi geopolitik, volatilitas global, pelemahan rupiah, dan kebijakan The Fed, menekankan pentingnya disiplin dalam manajemen risiko.





