IHSG Naik Terus: Saham Perbankan & Konsumer Potensi Cuan?

H Anhar

Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial JAKARTA – Mayoritas emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merilis laporan kinerja keuangan mereka per September 2025 pada akhir Oktober lalu. Secara keseluruhan, para analis menilai capaian ini masih sejalan dengan ekspektasi pasar. Riset dari RHB Sekuritas menunjukkan bahwa 73% laba korporasi selama sembilan bulan pertama tahun 2025 berada dalam rentang proyeksi analis dan konsensus. Meskipun demikian, secara agregat, laba emiten justru mengalami penurunan sekitar 4,2% secara tahunan (year on year/YoY).

Menariknya, di tengah tren penurunan kinerja emiten, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru berhasil ditutup menguat 0,69% pada Jumat (7/11/2025). Penguatan ini menandai reli tiga hari berturut-turut, membawa IHSG mencetak rekor baru (all time high/ATH). Jika dihitung sejak Senin (3/11/2025), IHSG bahkan menembus rekor sebanyak empat kali dalam sepekan. Secara kumulatif, indeks acuan tersebut menguat 2,83% sepanjang minggu lalu, menjadikannya salah satu pekan terbaik bagi pasar saham Indonesia selama tahun 2025. Aliran investasi asing pun terus berlanjut, dengan investor membukukan net buy senilai Rp3,46 triliun.

Meskipun demikian, Community and Retail Equity Analyst Lead Indo Premier Sekuritas, Angga Septianus, mengingatkan bahwa reli IHSG ini tetap menyimpan potensi risiko koreksi, terutama akibat aksi ambil untung dari para investor. Prospek penguatan lebih lanjut bagi IHSG akan sangat ditentukan oleh realisasi kinerja ekonomi pada kuartal IV/2025.

: Rekomendasi Saham dan Pergerakan IHSG Hari Ini Senin, 10 November 2025

“Fokus utama kita adalah pada PDB kuartal keempat nanti, setelah seluruh stimulus yang digulirkan pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat menunjukkan dampaknya. Optimisme Menteri Keuangan Purbaya mengenai PDB kuartal keempat, yang didukung oleh likuiditas melimpah, menjadi sentimen positif yang patut diperhitungkan,” ujarnya, dikutip pada Senin (10/11/2025).

Walaupun IHSG menunjukkan penguatan yang signifikan sepanjang 2025, hal ini masih memicu pertanyaan di kalangan pelaku pasar. Dari total 910 saham yang diperdagangkan, hanya tiga saham saja yang berperan sebagai penopang utama indeks. Per Oktober 2025, IHSG tercatat naik 15,31% ke level 8.163,87. Namun, indeks unggulan seperti LQ45 dan IDX30 hanya mampu naik tipis, masing-masing sebesar 0,59% dan 3,18%, menunjukkan adanya ketimpangan performa.

: : Merdeka Copper (MDKA) Beberkan Faktor Lesatan Harga Saham MBMA

Ketiga saham yang menjadi motor penggerak utama IHSG tersebut terafiliasi dengan konglomerat besar. Mereka adalah PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang terkait dengan Anthoni Salim dan Toto Sugiri, memberikan kontribusi 264,52 poin; PT Dian Swastika Sentosa Tbk (DSSA) milik Grup Sinar Mas menyumbang 187,37 poin; dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) milik Prajogo Pangestu dengan kontribusi 158,63 poin. Total kontribusi dari ketiga saham ini mencapai 610,52 poin. Tanpa dukungan dari ketiga emiten raksasa ini, IHSG diperkirakan hanya akan bergerak di kisaran 7.550-an.

Dinamika dominasi ini justru menekan sejumlah saham berkapitalisasi besar lainnya yang memiliki fundamental kuat, mengakibatkan harga saham mereka melemah. Oleh karena itu, para analis melihat adanya peluang investasi yang menarik untuk mengoleksi saham-saham yang dinilai undervalue menjelang akhir tahun 2025.

: : Menakar Kinerja Laba Punggawa Baru MSCI Small Caps Index November 2025, ENRG Hingga DSNG Cs.

CEO Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo, menekankan bahwa momentum akhir tahun merupakan waktu yang ideal untuk menambah portofolio saham bernilai murah. Terutama bagi emiten yang menunjukkan kinerja keuangan yang meningkat namun belum sepenuhnya diapresiasi oleh pasar.

Ia mencontohkan sektor perbankan, yang mulai kembali menunjukkan taringnya sebagai pendorong indeks setelah sempat mengalami tekanan dalam beberapa kuartal akibat beragam sentimen negatif. “Saham perbankan saat ini sangat layak dikoleksi karena menyimpan potensi perbaikan kinerja di era suku bunga rendah. Terutama bank dengan valuasi menarik, yang memiliki ekspektasi perbaikan NIM (Net Interest Margin), serta membidik target profitabilitas dan pertumbuhan kredit yang signifikan,” jelasnya akhir pekan lalu (6/11/2025).

Selain perbankan, sektor konsumer juga patut dicermati karena mencatat kinerja solid pada kuartal III/2025. Baik pada subsektor konsumer siklikal maupun nonsiklikal, mayoritas emiten di sektor ini dinilai belum sepenuhnya dihargai oleh pasar. Sebagai contoh, subsektor makanan olahan seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) masing-masing membukukan pertumbuhan pendapatan 3,92% dan laba operasional 3,98% secara tahunan. Emiten ritel seperti PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA), dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) juga menarik perhatian berkat agenda ekspansi toko yang berpotensi meningkatkan same store sales growth (SSSG) dan margin profitabilitas mereka.

Lebih lanjut, subsektor industri ikan, daging, dan unggas, seperti PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dinilai masih belum sepenuhnya tercermin dalam harga sahamnya (priced-in) terhadap kinerja positif yang dibukukan. Begitu pula dengan sektor farmasi, termasuk PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), yang meskipun mencatat pertumbuhan pendapatan 8,53% dan laba operasional 5,02% secara tahunan, belum memperoleh apresiasi penuh dari pasar.

Investor dapat memanfaatkan momentum akhir tahun ini untuk kembali mengoleksi saham-saham dengan fundamental bagus yang belum sepenuhnya diapresiasi pasar. Memiliki kepekaan terhadap saham-saham yang belum priced-in merupakan strategi yang efektif untuk rebalancing portofolio,” tambah Praska.

Senada dengan Praska, Associate Director Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menekankan bahwa rebalancing portofolio merupakan strategi yang hampir tidak terhindarkan menjelang akhir tahun 2025. “Terutama ketika saham-saham yang dipegang sudah overpriced dan telah menyentuh target jual. Ini adalah kesempatan untuk menentukan pilihan, apakah akan menunggu atau menahan, semua kembali kepada tujuan dan jangka waktu investor masing-masing,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa saat ini, sejumlah sektor mendapatkan sentimen positif baik untuk jangka pendek maupun menengah. Namun, ada pula sektor-sektor yang, meskipun belum terdorong oleh kondisi terkini, tetap layak dipertimbangkan untuk investasi jangka panjang karena memiliki potensi valuasi yang lebih tinggi di masa depan. Investor juga diimbau untuk cermat mencermati dinamika global dan domestik, termasuk kebijakan pemerintah yang dapat berdampak pada kinerja sektor tertentu.

“Contohnya, sektor perbankan sempat mengalami tekanan akibat sentimen negatif dari berbagai program andalan pemerintah. Namun, waktu itu kami sudah memperkirakan bahwa tekanan tersebut hanya bersifat jangka pendek. Secara jangka menengah dan panjang, prospeknya tetap positif, terutama jika kinerja penyaluran kredit benar-benar bisa tumbuh,” jelas Nico.

Secara umum, perekonomian pada kuartal IV/2025 diproyeksikan cenderung stabil. Stabilitas ini didukung oleh meredanya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China, dimulainya era suku bunga rendah, serta terjaganya daya beli masyarakat. Selain sektor perbankan, Nico menyarankan para investor untuk menaruh perhatian pada sektor logam dan mineral, konsumer nonsiklikal, ritel, serta sejumlah emiten berbasis komoditas. “Misalnya, untuk perkebunan dan logam, investor tetap harus memperhatikan korelasi dengan pergerakan harga-harga komoditas global,” pungkasnya.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Meskipun laba korporasi Q3 2025 secara agregat menurun 4,2% YoY, IHSG justru menguat signifikan dan mencetak rekor baru pada awal November 2025, didukung oleh net buy asing. Kenaikan indeks sepanjang 2025 hingga Oktober didominasi oleh kontribusi tiga saham raksasa: DCII, DSSA, dan BRPT, yang menunjukkan ketimpangan performa. Analis mengingatkan potensi koreksi akibat profit-taking, dengan prospek lanjutan IHSG sangat bergantung pada realisasi kinerja PDB Q4 2025.

Dominasi saham-saham tertentu menekan valuasi saham berkapitalisasi besar lainnya yang fundamentalnya kuat, menciptakan peluang investasi untuk akhir tahun 2025. Sektor perbankan dinilai menarik karena potensi perbaikan kinerja di era suku bunga rendah dan valuasi yang masih menarik. Sektor konsumer juga mencatat kinerja solid pada Q3 2025, mencakup subsektor makanan olahan, ritel, industri unggas, dan farmasi, yang saham-sahamnya belum sepenuhnya diapresiasi pasar. Investor disarankan untuk rebalancing portofolio dengan mengoleksi saham-saham undervalued yang memiliki fundamental bagus.

Also Read

[addtoany]