
JAKARTA – Sektor teknologi di Indonesia terus menunjukkan dominasinya di pasar modal. Tercatat, Indeks IDX Sektor Teknologi tetap kokoh sebagai indeks sektoral dengan penguatan paling impresif sepanjang tahun ini. Hingga penutupan perdagangan pada Jumat, 14 November 2025, indeks ini telah melesat signifikan sebesar 157,96% secara year to date, menjadikannya primadona di kalangan investor.
Performa luar biasa indeks sektoral ini tak lepas dari kontribusi saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar. Salah satunya adalah saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII), yang per Jumat, 14 November 2025, telah mencatatkan kenaikan fantastis sebesar 521,85% secara year to date, menjadi lokomotif utama penguatan sektor.
Namun, bukan hanya saham berkapitalisasi jumbo yang menjadi penopang. Beberapa emiten lain dalam kelompok saham teknologi juga tengah mendapat sentimen positif dari berbagai kabar angin dan aksi korporasi strategis yang turut mengerek pergerakan harga sahamnya.
Ambil contoh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK). Pergerakan harga sahamnya salah satunya didorong oleh rencana Initial Public Offering (IPO) Superbank, entitas usaha EMTK, yang kabarnya semakin santer terdengar. Prospek IPO ini membangkitkan optimisme pasar terhadap valuasi dan potensi pertumbuhan perusahaan.
Hingga Jumat, 14 November 2025, saham EMTK telah melesat 150% mencapai posisi Rp 1.230 per saham. Penguatan signifikan ini mengangkat kapitalisasi pasar EMTK hingga mencapai Rp 75,51 triliun, menunjukkan kepercayaan investor pada prospek jangka panjang perusahaan.
Selain itu, sentimen positif juga menyelimuti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Rencana merger GOTO dengan Grab menjadi pendorong utama pergerakan harga sahamnya. Dalam sepekan terakhir, saham GOTO telah membukukan kenaikan sebesar 6,56%, mengindikasikan antisipasi pasar terhadap potensi sinergi raksasa ini.
Meskipun demikian, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman, memberikan catatan kehati-hatian. Ia menyatakan bahwa skema merger antara GOTO dan Grab masih sangat kompleks dan belum ada kejelasan pasti. “Skema masih sangat kompleks dan belum jelas sehingga sebaiknya investor menurunkan ekspektasi terlebih dahulu,” ujarnya akhir pekan lalu, menyarankan investor untuk tetap realistis.
Berbeda dengan GOTO, Fath melihat EMTK memiliki fundamental yang kuat sebagai perusahaan konglomerasi. Terlepas dari sentimen IPO Superbank, kinerja EMTK diyakini akan terus ditopang oleh performa solid dari anak-anak usahanya. Sebagai ilustrasi, PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), salah satu entitas di bawah EMTK, membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 5,04 triliun per September 2025. Laba bersih SCMA juga tumbuh impresif 16,14% secara tahunan menjadi Rp 591,57 miliar. “Anak-anak usaha EMTK mengalami kenaikan kinerja dari bottom line dan operating cash flow yang positif. Kalau ini konsisten sampai tahun depan, tren positif bisa berlanjut,” jelas Fath, menyoroti stabilitas finansial perusahaan.
Optimisme serupa juga disampaikan oleh Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta. Menurutnya, kepastian IPO Superbank dan rencana merger GOTO-Grab berpotensi menjadi katalis tambahan yang signifikan untuk mendorong Indeks IDX Sektor Teknologi kembali mengungguli sektor lain di tahun 2026.
“Kepastian IPO Superbank dan merger GOTO-Grab sedang dinantikan pelaku pasar. Kalau dua aksi korporasi strategis itu bisa berjalan, akan mendapat respon positif dari investor,” jelas Nafan kepada Kontan pada Minggu, 16 November 2025, menggarisbawahi pentingnya realisasi aksi korporasi tersebut bagi sentimen pasar.
Namun, Nafan juga mengakui bahwa skema merger antara GOTO dan Grab masih menjadi teka-teki besar. Ia mencermati bahwa aksi korporasi tersebut nampaknya masih dalam tahap negosiasi awal dan belum mencapai titik kemajuan yang signifikan.
Terlepas dari dinamika kabar strategis kedua perusahaan, Nafan secara spesifik merekomendasikan accumulative buy untuk saham EMTK dengan target harga Rp 1.430. Sementara itu, untuk saham GOTO, ia merekomendasikan add dengan target harga Rp 74, menunjukkan potensi peningkatan meskipun dengan ekspektasi yang lebih moderat untuk GOTO.
Secara lebih luas, Nafan berpandangan bahwa saham-saham di sektor teknologi masih sangat prospektif hingga tahun depan. Prospek cerah ini didorong oleh sentimen positif dari potensi penurunan suku bunga acuan, sebuah faktor krusial bagi sektor yang dikenal haus modal ini.
Sebagai sektor yang berorientasi pertumbuhan, emiten teknologi seringkali berada dalam fase ekspansi yang intensif, membutuhkan modal besar untuk pengembangan inovasi dan perluasan jangkauan. Oleh karena itu, biaya pinjaman yang lebih rendah akibat penurunan suku bunga dapat sangat meringankan beban operasional dan mendukung akselerasi pertumbuhan mereka.
Modal tersebut seringkali diperoleh melalui kredit perbankan. Jadi, tidaklah mengherankan jika kenaikan suku bunga dapat secara signifikan memberatkan beban bunga yang harus ditanggung oleh para emiten teknologi, sebaliknya penurunan suku bunga akan memberikan angin segar.
“Potensi konsumsi domestik yang tinggi, terutama di layanan e-commerce yang semakin kuat, serta efek positif dari pemangkasan biaya akibat penurunan suku bunga acuan, akan menjadi dorongan kuat bagi prospek emiten teknologi ini,” Nafan menambahkan, merangkum faktor-faktor pendorong pertumbuhan.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) telah proaktif memangkas suku bunga acuannya sebanyak lima kali sepanjang tahun ini. Langkah terakhir yang diambil adalah menurunkan BI Rate menjadi 4,75% pada Oktober 2025, sebuah kebijakan yang sangat dinantikan oleh sektor-sektor berorientasi pertumbuhan seperti teknologi.
Fath Aliansyah Budiman kembali menimpali, menekankan bahwa kondisi global yang mendukung akan mendorong kenaikan valuasi perusahaan. Terlebih dengan adanya tren penurunan suku bunga, emiten teknologi secara khusus akan mendapatkan sentimen positif yang signifikan. “Di tengah tren suku bunga mengalami penurunan, emiten yang berhubungan teknologi dengan cash flow positif, terutama operating cash flow, itu yang akan menjadi perhatian utama,” tutup Fath, memberikan panduan bagi investor untuk memilih saham teknologi yang berkelanjutan.
EMTK Chart by TradingView
Ringkasan
Sektor teknologi Indonesia menunjukkan dominasinya di pasar modal dengan Indeks IDX Sektor Teknologi menguat 157,96% secara year to date hingga 14 November 2025. Penguatan ini didorong oleh saham kapitalisasi besar seperti PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang melesat 521,85%. Selain itu, emiten lain seperti PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga mendapat sentimen positif dari aksi korporasi.
Saham EMTK naik 150% berkat rumor IPO Superbank, entitas usaha EMTK, sementara GOTO menguat 6,56% dalam sepekan akibat potensi merger dengan Grab, meski skema merger ini masih sangat kompleks dan belum jelas. Para analis melihat prospek sektor teknologi cerah hingga 2026, didukung oleh potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan konsumsi domestik yang kuat di e-commerce. BI telah menurunkan suku bunga acuannya lima kali sepanjang tahun ini, terakhir menjadi 4,75% pada Oktober 2025.





