Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial, JAKARTA – Kinerja ekspor batu bara Indonesia menunjukkan tren pelemahan signifikan sepanjang periode Januari hingga Juli 2025, demikian data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Penurunan ini mencakup baik dari segi nilai maupun volume pengiriman batu bara ke pasar global.
Secara lebih rinci, nilai ekspor batu bara nasional hanya membukukan US$13,82 miliar sepanjang Januari—Juli 2025. Angka ini merosot tajam sebesar 21,74% dibandingkan dengan perolehan US$17,66 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Tak hanya nilai, volume pengiriman emas hitam juga mengalami kontraksi. Tercatat, volume ekspor batu bara secara kumulatif anjlok 6,96% menjadi 214,71 juta ton pada paruh pertama 2025, jauh di bawah capaian 230,76 juta ton pada periode yang sama tahun 2024.
Melorotnya kinerja ekspor batu bara ini secara langsung memicu sentimen negatif di kalangan pelaku pasar modal, khususnya terhadap emiten-emiten batu bara. Namun, di tengah tekanan ini, sebagian analis melihat adanya potensi penguatan kembali bagi sektor batu bara di masa mendatang.
Salah satunya adalah Pengamat Pasar Modal, Reydi Octa, yang memproyeksikan adanya “angin segar” bagi emiten batu bara. Ia meyakini siklus musim dingin di akhir tahun 2025 akan menjadi pendorong utama penguatan sektor ini. “Siklus musim dingin biasanya memicu lonjakan permintaan yang signifikan, berpotensi memperbaiki kinerja emiten,” ujar Reydi dalam wawancaranya, Minggu (7/9/2025).
Lebih lanjut, Reydi menyoroti fakta bahwa banyak saham emiten batu bara telah mengalami koreksi harga yang cukup dalam (terdiskon) sepanjang tahun berjalan 2025 (YtD). Ini menjadi peluang menarik bagi rebound di musim dingin mendatang. Sebagai contoh, saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) terkoreksi 14,45% YtD ke level Rp7.250 per lembar, sementara PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) anjlok 16,29% YtD menjadi Rp22.350 per lembar. “Banyak saham batu bara sudah terkoreksi signifikan. Apabila musim dingin mampu mendongkrak harga batu bara dan memulihkan permintaan, potensi rebound sangatlah besar,” jelasnya.
Menyikapi sentimen pelemahan ekspor batu bara, Reydi Octa memberikan rekomendasi saham untuk beberapa emiten di sektor batu bara. Meskipun sejumlah saham tersebut sedang dalam fase koreksi YtD, ia merekomendasikan AADI dengan target harga saham Rp9.438 per lembar dan ITMG dengan target harga saham Rp23.479 per lembar. Selain itu, Reydi juga merekomendasikan PT United Tractors Tbk. (UNTR) dengan target harga saham Rp27.119 per lembar, serta PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) dengan target harga saham Rp2.179 per lembar.
Senada dengan Reydi, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, turut menyampaikan rekomendasi sahamnya. Ia menyarankan rekomendasi add untuk saham AADI dengan target harga saham Rp9.225 per lembar, dan add untuk UNTR dengan target harga saham Rp26.525 per lembar. Nafan juga memberikan rekomendasi accumulate untuk beberapa emiten batu bara lainnya, termasuk PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) dengan target harga Rp145 per lembar, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) dengan target harga Rp1.925, PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) dengan target harga Rp25.800, serta PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) dengan target harga Rp2.590 per lembar.
Disclaimer: Artikel ini bukan merupakan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada pada pertimbangan dan risiko masing-masing pembaca. Heyyoyo.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang mungkin timbul dari keputusan investasi yang diambil.
Ringkasan
Kinerja ekspor batu bara Indonesia menunjukkan pelemahan signifikan sepanjang Januari hingga Juli 2025, menurut data BPS. Nilai ekspor turun 21,74% menjadi US$13,82 miliar, sementara volume anjlok 6,96% menjadi 214,71 juta ton. Penurunan ini secara langsung memicu sentimen negatif terhadap emiten-emiten batu bara di pasar modal.
Namun, Pengamat Pasar Modal Reydi Octa dan Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta melihat potensi penguatan kembali bagi sektor ini, didorong oleh siklus musim dingin di akhir tahun 2025 dan koreksi harga saham yang sudah terjadi. Mereka merekomendasikan sejumlah emiten seperti AADI, UNTR, dan BUMI dengan target harga tertentu, memanfaatkan peluang *rebound* di masa mendatang.