Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial – , JAKARTA — Di tengah dinamika pasar, dua emiten raksasa di sektor unggas, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA), kini menjadi sorotan. Kedua saham ini disebut-sebut menawarkan prospek investasi yang mentereng, terutama karena harganya yang dinilai masih terjangkau di pasar saat ini.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengungkapkan bahwa valuasi saham JPFA dan CPIN saat ini terbilang sangat menarik. Menurutnya, rasio Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value Ratio (PBV) kedua saham unggas tersebut masih berada di bawah rata-rata industri. “Valuasi JPFA dan CPIN ini masih relatif menarik, masih undervalued, di bawah rata-rata median PE dan PBVR,” jelas Nafan kepada Bisnis.com pada Rabu (6/8/2025). Potensi saham CPIN dan JPFA yang undervalued ini menjadi magnet bagi investor yang mencari peluang pertumbuhan.
: Prospek Moncer Saham Charoen Pokphand (CPIN) Usai Laba Semester I/2025 Tumbuh
Pada penutupan perdagangan Rabu (6/8/2025), pergerakan saham CPIN dan JPFA memang menunjukkan koreksi minor. Saham CPIN ditutup melemah 1,70% menjadi Rp4.620, dengan PER 19,93 kali dan PBVR 2,49 kali, serta kapitalisasi pasar mencapai Rp75,76 triliun. Sementara itu, saham JPFA turun 1,82% ke level Rp1.620, dengan PER 7,68 kali dan PBVR 1,20 kali. Perbandingan ini menjadi krusial mengingat IDX Sector Consumer Non-Cyclicals (IDXNONCYCLIC), yang menaungi kedua emiten ini, juga ditutup melemah 1,01% menjadi 704,14 poin. Statistik Bursa Efek Indonesia (BEI) per Juli 2025 lebih lanjut menunjukkan bahwa PER dan PBVR indeks ini masing-masing berada di 13,97 kali dan 1,64 kali, di mana PER indeks lebih tinggi dari rata-rata PER pasar (13,55 kali), namun PBVR indeks lebih rendah dari PBVR pasar (2,21 kali). Kondisi ini mengindikasikan potensi yang menarik bagi investor untuk mencermati lebih dalam.
Meskipun ada pelemahan jangka pendek, Nafan Aji Gusta optimis bahwa pergerakan harga saham CPIN dan JPFA secara perlahan mulai meninggalkan fase downtrend. “Baik JPFA maupun CPIN ini kan tren kenaikan sahamnya bisa meninggalkan fase downtrend. Jadi diharapkan terjadi fase akumulasi terbuka lebar dalam rangka membentuk fase markup trend,” ungkapnya. Hal ini menunjukkan sinyal positif bahwa tren harga kedua saham ini berpotensi berbalik arah menuju kenaikan.
Dari sisi fundamental kinerja perusahaan, Nafan juga menyoroti adanya katalis positif yang signifikan. Perjanjian antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang menyepakati pembebasan tarif untuk barang impor dari AS masuk ke RI dapat memberikan angin segar. Perjanjian strategis ini juga mencakup komitmen Indonesia untuk mengimpor produk pertanian penting seperti kedelai, bungkil kedelai, gandum, dan kapas senilai US$4,5 miliar. Kebijakan ini diperkirakan akan memengaruhi biaya produksi CPIN dan JPFA secara positif.
Data kinerja semester I/2025 menunjukkan performa yang bervariasi namun tetap menjanjikan. CPIN berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp1,90 triliun, tumbuh impresif 7,48% secara Year-on-Year (YoY). Di sisi lain, laba bersih JPFA sedikit terkoreksi 16,47% YoY menjadi Rp1,24 triliun. Untuk kinerja top line, penjualan neto CPIN menunjukkan pertumbuhan tipis 0,30% YoY menjadi Rp33,06 triliun, sementara penjualan neto JPFA terkoreksi 0,60% YoY menjadi Rp27,48 triliun. Meski JPFA mengalami koreksi, potensi peningkatan profitabilitas dari kebijakan impor dapat membalikkan kondisi ini.
Lebih lanjut, Nafan menjelaskan bagaimana kebijakan tersebut dapat membawa dampak positif. “Dia [kebijakan Trump] bisa memberikan benefit bagi CPIN dan JPFA supaya dia bisa mengoptimalkan net profit margin-nya. Dengan demikian, baik JPFA maupun CPIN akan bertumbuh,” papar Nafan. Secara spesifik, kebijakan ini memungkinkan CPIN untuk menekan total biaya produksi, sementara JPFA berpotensi memperkuat laba bersih dan penjualannya.
Konsensus para analis pun menguatkan pandangan positif ini. Berdasarkan data Bloomberg Terminal, saham CPIN mendapatkan rekomendasi “beli” dari 22 dari 23 analis, dengan target harga mencapai Rp6.004 per saham dalam 12 bulan ke depan. Angka ini mencerminkan potensi imbal hasil yang menggiurkan sebesar 27,8%. Sementara itu, saham JPFA jauh lebih mendominasi, dengan 26 analis merekomendasikan “beli”. Target harga JPFA dipatok hingga Rp2.302,94 dalam 12 bulan, menunjukkan potensi imbal hasil yang lebih tinggi, yakni 39,6%. Rekomendasi kuat dari para ahli ini semakin memperkuat prospek cerah saham unggas tersebut ke depan.
—
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Dua emiten unggas, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA), kini menjadi sorotan karena valuasinya yang dinilai masih menarik dan undervalued. Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa rasio Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value Ratio (PBV) kedua saham ini berada di bawah rata-rata industri. Meskipun terjadi koreksi minor pada perdagangan 6 Agustus 2025, potensi saham ini masih menarik perhatian investor.
Nafan optimis pergerakan harga saham CPIN dan JPFA perlahan akan meninggalkan fase downtrend menuju markup trend. Katalis positif bagi kedua emiten ini adalah perjanjian Indonesia-AS yang membebaskan tarif impor produk pertanian penting, diharapkan dapat menekan biaya produksi dan mengoptimalkan margin laba bersih. Konsensus analis juga menguatkan prospek positif, dengan mayoritas merekomendasikan ‘beli’ untuk CPIN dan JPFA, menunjukkan potensi imbal hasil yang signifikan ke depan.