Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Sumali, menyatakan penolakan keras pemerintah desa terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025. PMK ini mengatur tentang Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penggunaan, dan Penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025. Beleid yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ini mulai berlaku sejak 25 November 2025.
Inti keberatan Apdesi terletak pada salah satu poin krusial dalam aturan tersebut: pendirian Koperasi Desa Merah Putih. PMK 81/2025 menetapkan pembentukan koperasi ini sebagai syarat wajib untuk pencairan dana desa tahap II. Implikasinya, desa yang belum memenuhi syarat ini terancam gagal menerima kucuran dana tahap berikutnya.
Sumali mengungkapkan kekhawatiran mendalam mengenai dampak aturan ini terhadap pembangunan desa. “Banyak desa yang masih berjuang membenahi infrastruktur dasar, tiba-tiba dibebani target yang terkesan ambisius. Jalan saja masih banyak yang rusak,” ujarnya kepada Tempo, Sabtu, 6 Desember 2025.
Lebih lanjut, Sumali menjelaskan bahwa pemerintah desa telah menyusun rencana anggaran tahunan, termasuk alokasi untuk dana desa non-earmarked. Dana ini, yang penggunaannya tidak ditentukan secara spesifik oleh pemerintah pusat, dialokasikan untuk berbagai kebutuhan mendesak, seperti honorarium guru mengaji, penggali kubur, dan pembangunan serta perbaikan jalan desa.
Kekhawatiran utama Sumali adalah jika penyaluran dana desa tersendat, kepala desa yang akan menanggung akibatnya. “Beberapa desa sudah terlanjur memulai kegiatan pembangunan dengan harapan dana segera cair. Jika dana tidak kunjung datang, kepala desa akan berada dalam posisi sulit,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui adanya penundaan pencairan dana desa di beberapa daerah. Ia menjelaskan bahwa sebagian dana desa memang dialihkan untuk mendukung pendirian Koperasi Desa Merah Putih.
“Ada sebagian dana yang ditahan, jumlahnya mencapai beberapa triliun, karena dialokasikan untuk Koperasi Desa Merah Putih,” ungkap Purbaya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu, 3 Desember 2025. Namun, ia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai jumlah dana desa yang ditahan dan belum dicairkan.
Menariknya, Purbaya mengklaim bahwa persoalan ini bukan sepenuhnya tanggung jawab Kementerian Keuangan. Menurutnya, keputusan terkait Koperasi Desa Merah Putih berada di bawah kewenangan Kementerian Koperasi serta Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Menanggapi penolakan Apdesi terhadap PMK 81/2025, Purbaya memberikan respons yang terkesan meremehkan. “Biar saja mereka menolak. Emang boleh nolak?” ujarnya.
Pilihan Editor: Sebab Musabab Kerugian Bencana Sumatera
Ringkasan
Apdesi menolak PMK Nomor 81 Tahun 2025 yang mewajibkan pendirian Koperasi Desa Merah Putih sebagai syarat pencairan dana desa tahap II. Penolakan ini didasari kekhawatiran akan terhambatnya pembangunan infrastruktur desa dan terganggunya alokasi dana non-earmarked yang telah direncanakan untuk kebutuhan mendesak seperti honorarium dan perbaikan jalan.
Menteri Keuangan mengakui adanya penundaan pencairan dana desa karena pengalihan sebagian dana untuk Koperasi Desa Merah Putih. Meskipun demikian, Menkeu mengklaim bahwa keputusan terkait koperasi tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian Koperasi serta Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, serta menanggapi penolakan Apdesi dengan meremehkan.





