Kondisi langka tengah melanda sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Shell dan BP di wilayah Jakarta. Selama tiga pekan terakhir, stok beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) vital dilaporkan habis, menimbulkan keresahan di kalangan konsumen. Kekosongan ini bukan hanya menipiskan pilihan, tetapi juga mengganggu mobilitas harian warga ibu kota.
Pantauan langsung menunjukkan bahwa di beberapa lokasi SPBU Shell, seperti di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, hanya BBM jenis V-Power Diesel yang tersedia. Seorang petugas SPBU Shell di Jalan KH Guru Amin, Kalibata, membenarkan situasi ini. “Di sini sudah hampir tiga minggu habis, belum tahu kapan ada lagi,” ujarnya pada Sabtu, 6 September 2025. Fenomena serupa juga terlihat di SPBU Shell Jalan Gatot Subroto Nomor 63, di mana stok BBM RON 92 dan RON 95 terpantau kosong. Bahkan, di SPBU BP Jalan KH Guru Amin, Pancoran, situasi tidak berbeda; papan harga di kedua jenis pom bensin swasta tersebut tidak lagi menampilkan informasi ketersediaan maupun harga BBM.
Menanggapi situasi ini, Shell Indonesia berupaya memberikan solusi alternatif bagi pelanggan yang ingin memastikan ketersediaan BBM. Melalui situs resmi www.shell.co.id, perusahaan menyediakan layanan daring yang memungkinkan pelanggan untuk melacak lokasi SPBU Shell serta mendapatkan pembaruan terkini mengenai ketersediaan BBM. Berdasarkan informasi yang tertera di situs tersebut, pembaruan terakhir untuk BBM jenis Super (RON 92) tercatat pada Jumat, 5 September 2025, dengan ketersediaan di beberapa SPBU Shell Jakarta Barat, seperti Shell Arjuna Utara-1, Shell Daan Mogot-1, dan Shell Jembatan Lima. Namun, belum ada pembaruan untuk hari ini. Sementara itu, BBM jenis V-Power (termasuk RON 95 dan RON 98) disebutkan hanya tersedia di SPBU Shell tertentu di Banten dan Jawa Timur. Untuk Shell V-Power Nitro+, pada tanggal 5 September 2025, hanya tersedia di satu lokasi, yaitu SPBU Shell Yos Sudarso-1, Jakarta Utara.
Pihak manajemen Shell Indonesia, melalui Presiden Director & Managing Director Mobility, Ingrid Siburian, belum dapat memberikan kepastian mengenai kapan stok BBM akan kembali normal. Saat ini, SPBU Shell berfokus pada penjualan V-Power Diesel, layanan Shell Select, Shell Recharge, serta produk pelumas sebagai upaya menjaga operasional. Senada, Presiden Direktur BP-AKR, Vandra Laura, pada 31 Agustus 2025, mengakui adanya keterbatasan dalam distribusi yang dikelola perusahaannya. “Kami sedang berkoordinasi dengan pihak terkait, mencari alternatif pasokan, dan menyiapkan skenario operasional agar layanan pelanggan tetap terjaga,” ungkap Vandra.
Kelangkaan BBM di SPBU swasta ini diduga kuat bermula dari perubahan mendasar pada mekanisme impor yang diterapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jika sebelumnya izin impor BBM diberikan untuk jangka waktu satu tahun, kini durasinya dipangkas menjadi enam bulan dengan evaluasi ketat setiap tiga bulan. Selain itu, kebijakan baru mewajibkan SPBU swasta untuk memiliki izin usaha niaga atau pengolahan, serta secara rutin melaporkan setiap aktivitas impor kepada Direktorat Jenderal Migas. Meskipun Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, belum secara eksplisit mengaitkan perubahan kebijakan ini dengan kekosongan BBM, ia mengakui adanya lonjakan signifikan pada permintaan BBM nonsubsidi.
Lonjakan permintaan ini, jelas Yuliot, sebagian besar disebabkan oleh kebijakan penggunaan QR Code untuk pembelian Pertalite, yang mendorong masyarakat beralih ke BBM nonsubsidi karena terkendala persyaratan. “Terjadi shifting konsumsi sekitar 1,4 juta kiloliter dari Pertalite ke BBM nonsubsidi,” kata Yuliot di kompleks parlemen, Jakarta, pada 3 September 2025. Kondisi ini memperparah penipisan stok di tengah kebijakan impor yang lebih ketat.
Untuk mengatasi masalah pasokan dan menjaga stabilitas neraca energi nasional, Kementerian ESDM berencana mengimplementasikan sinkronisasi impor antara Pertamina dan badan usaha swasta. Wakil Menteri Yuliot menekankan bahwa langkah ini krusial agar pasokan benar-benar sesuai dengan kebutuhan domestik. Ke depannya, impor BBM tidak lagi dilakukan secara terpisah oleh masing-masing perusahaan, melainkan akan disesuaikan dengan proyeksi kebutuhan nasional secara menyeluruh.
Direktur Jenderal Migas, Laode Sulaeman, menambahkan bahwa meskipun badan usaha swasta telah menerima tambahan kuota impor hingga 110 persen dari realisasi tahun 2024, lonjakan permintaan yang luar biasa tetap membuat stok menipis. Sinkronisasi impor yang direncanakan juga akan mencakup aspek teknis, termasuk standardisasi spesifikasi BBM RON 92, 95, dan 98. “Kekurangannya akan kita sinkronkan dengan Pertamina. Prinsipnya mengoptimalkan pasokan yang sudah ada di dalam negeri,” tegas Laode usai rapat dengan komisi XII DPR, Rabu, 3 September 2025. Ia juga memastikan bahwa BBM dari kilang Pertamina yang didistribusikan ke SPBU swasta tetap harus memenuhi spesifikasi standar Dirjen Migas, sementara penambahan aditif untuk variasi tertentu dapat dilakukan sesuai aturan yang berlaku. “Spesifikasinya sudah diatur oleh Dirjen Migas. Teknisnya akan dibahas lebih lanjut,” pungkasnya.
Han Revanda Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Niat di Balik Pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh
Ringkasan
Kelangkaan beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) telah melanda Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Shell dan BP di Jakarta selama tiga minggu terakhir, menimbulkan keresahan konsumen. Di beberapa lokasi seperti Pancoran dan Gatot Subroto, BBM RON 92 dan RON 95 dilaporkan kosong, dengan hanya V-Power Diesel yang tersedia. Shell Indonesia menyediakan informasi ketersediaan BBM melalui situs resminya, namun pembaruan terakhir pada 5 September 2025 menunjukkan ketersediaan terbatas untuk BBM jenis Super (RON 92) di Jakarta Barat dan V-Power (RON 95, 98) hanya di beberapa wilayah lain. Pihak Shell dan BP-AKR mengakui adanya keterbatasan pasokan dan berupaya menjaga operasional.
Kelangkaan ini diduga kuat bermula dari perubahan mekanisme impor BBM oleh Kementerian ESDM, yang kini menerapkan izin impor lebih singkat dan kewajiban pelaporan ketat bagi SPBU swasta. Terjadi pula lonjakan signifikan permintaan BBM nonsubsidi sekitar 1,4 juta kiloliter, sebagian besar karena pergeseran konsumsi dari Pertalite akibat kebijakan QR Code. Untuk mengatasi masalah pasokan dan menjaga stabilitas neraca energi, Kementerian ESDM berencana mensinkronkan impor antara Pertamina dan badan usaha swasta. Langkah ini akan menyesuaikan pasokan dengan kebutuhan domestik dan menyertakan standardisasi spesifikasi BBM.