Bursa Jepang Naik! Ishiba Mundur, Politik Jepang Tak Pasti?

H Anhar

Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial JAKARTA. Bursa saham Jepang menunjukkan lonjakan signifikan di awal pekan, sebuah respons langsung terhadap pengumuman mengejutkan pengunduran diri Perdana Menteri Shigeru Ishiba pada Minggu (7/9/2025). Keputusan politik berani ini, yang muncul di tengah gelombang tekanan pasca kekalahan partai berkuasa dalam pemilu nasional akhir tahun lalu, segera mengguncang sentimen pasar.

Fenomena positif melanda pasar saham Jepang, dengan indeks acuan Nikkei 225 meroket 1,5%. Tak kalah impresif, indeks Topix turut menguat 1%, bahkan berhasil menorehkan rekor tertinggi baru. Namun, di tengah euforia bursa, mata uang yen justru menunjukkan pelemahan, tergelincir 0,64% ke posisi 148,33 per dolar AS, mengisyaratkan adanya kekhawatiran yang masih membayangi. Sementara itu, pasar obligasi Jepang terpantau terus berada dalam tekanan.

Indikasi tekanan ini terlihat jelas pada imbal hasil obligasi 30 tahun yang melesat lebih dari 4 basis poin, mencapai 3,272%. Angka ini bukan hanya rekor baru, tetapi juga melanjutkan tren kenaikan signifikan yang telah menembus lebih dari 100 basis poin sepanjang tahun ini. Lonjakan imbal hasil obligasi ini mencerminkan kekhawatiran serius dari para investor terhadap tingkat inflasi yang persisten tinggi, potensi pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut, serta ketidakpastian fiskal yang membayangi ekonomi Jepang.

PM Jepang Shigeru Ishiba Mundur, Ini Alasannya

Menyikapi dinamika ini, analis dari BMI, sebuah divisi dari Fitch Solutions, memprediksi bahwa Jepang kini akan memasuki sebuah periode ketidakpastian politik dan ekonomi yang berpotensi panjang, setidaknya hingga kuartal IV-2025. Meskipun secara tradisi pemimpin baru Partai Demokrat Liberal (LDP) umumnya akan otomatis menjabat sebagai perdana menteri, mereka mengingatkan, “secara teori oposisi bisa bersatu mengajukan kandidat saingan.” Pernyataan ini menegaskan bahwa transisi kekuasaan di Jepang mungkin tidak sesederhana yang diperkirakan.

Gejolak politik di Jepang ini tak pelak menjadi sorotan utama, memicu reaksi beragam di kawasan Asia Pasifik. Di Korea Selatan, bursa saham menunjukkan kenaikan tipis, dengan indeks Kospi menguat 0,15% dan Kosdaq naik 0,47%, menandakan sentimen positif yang terbatas. Namun, kondisi berbeda terlihat di Australia, di mana indeks S&P/ASX 200 justru melemah 0,38%. Di Hong Kong, kontrak berjangka Hang Seng juga terpantau di angka 25.344, sedikit lebih rendah dari penutupan sebelumnya di 25.417,98.

Bursa Asia Menguat pada Selasa (22/7) Pagi, Didukung Kenaikan Bursa Jepang

Beralih ke sektor komoditas, harga minyak mentah global tercatat naik tipis. Kenaikan ini terjadi setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) mengumumkan keputusan untuk kembali menambah produksi minyak mulai bulan Oktober, meskipun dengan laju yang lebih konservatif. Harga Brent menguat 0,53% ke level US$62,2 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik 0,6% menjadi US$65,89 per barel.

Di tengah berbagai perkembangan ini, pasar global kini mengarahkan perhatian pada rilis data ekonomi penting yang dijadwalkan pekan ini. Fokus utama tertuju pada data perdagangan China untuk bulan Agustus yang akan segera diumumkan, serta laporan inflasi di Amerika Serikat yang sangat dinantikan. Data-data ini diproyeksikan akan memberikan petunjuk krusial mengenai arah kebijakan ekonomi global.

Sementara itu, di Amerika Serikat, indeks utama Wall Street mengakhiri perdagangan Jumat lalu dengan pelemahan. Penurunan ini dipicu oleh data ketenagakerjaan yang dirilis lebih lemah dari perkiraan para analis. Kendati demikian, hasil tersebut justru memperkuat ekspektasi di kalangan investor bahwa Federal Reserve (The Fed) akan semakin terdorong untuk melakukan pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat, memberikan sedikit harapan di tengah kekhawatiran pasar.

Ringkasan

Pengunduran diri Perdana Menteri Shigeru Ishiba pada Minggu (7/9/2025) memicu lonjakan signifikan di bursa saham Jepang, dengan indeks Nikkei 225 dan Topix menguat ke rekor tertinggi baru. Namun, respons pasar juga menunjukkan pelemahan mata uang yen sebesar 0,64% dan kenaikan rekor imbal hasil obligasi 30 tahun ke 3,272%. Kenaikan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap inflasi tinggi dan ketidakpastian fiskal.

Analis memprediksi Jepang akan menghadapi periode ketidakpastian politik dan ekonomi yang panjang hingga setidaknya kuartal IV-2025, mengingat potensi tantangan dari oposisi. Gejolak ini juga memicu reaksi beragam di Asia Pasifik, dengan bursa Korea Selatan menguat tipis sementara Australia dan Hong Kong melemah. Pasar global kini menantikan rilis data perdagangan China dan inflasi AS untuk petunjuk arah ekonomi.

Also Read

[addtoany]

Tags