BNBR Akuisisi Tol Cimanggis-Cibitung: Peluang Investasi atau Risiko?

H Anhar

Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial – JAKARTA. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) sedang mempersiapkan langkah strategis monumental melalui akuisisi mayoritas saham PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT). CCT merupakan entitas pengelola ruas Tol Cimanggis-Cibitung, yang sebelumnya berada di bawah kendali anak usaha PT Waskita Karya Tbk (WSKT).

Rencana akuisisi ini, yang tertuang dalam prospektus yang diunggah pada 3 September 2025 di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), akan dieksekusi oleh PT Bakrie Toll Indonesia (BTI), anak usaha BNBR, melalui pembelian objek transaksi. Total nilai pengambilalihan mencapai Rp 3,56 triliun, sebuah angka yang signifikan, setara dengan 88,42% dari total ekuitas BNBR per 31 Maret 2025.

Proses akuisisi ini mencakup dua objek utama. Pertama, pembelian sebanyak 72 juta saham CCT, merepresentasikan 90% dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh. Nilai pembelian saham ini mencapai Rp 1 triliun. Rinciannya, 28 juta saham CCT (35%) diakuisisi dari PT Waskita Toll Road (WTR), anak usaha WSKT, sementara 44 juta saham CCT (55%) dibeli dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Kedua, BTI akan mengakuisisi piutang WTR dan SMI kepada CCT yang berasal dari pinjaman pemegang saham, dengan total nilai pokok sebesar Rp 2,56 triliun. Saat ini, BTI sendiri telah memiliki 4 juta saham di CCT, senilai Rp 4 miliar, atau sekitar 5% dari total saham. Dengan rampungnya transaksi ini, kepemilikan saham BTI pada CCT akan melonjak menjadi 95%, sedangkan sisa 5% saham CCT akan dipegang langsung oleh BNBR.

Manajemen BNBR menegaskan bahwa akuisisi CCT adalah langkah strategis untuk memperkuat posisi mereka di sektor infrastruktur nasional. Jalan tol, khususnya, dinilai memiliki peran krusial dalam mendukung konektivitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain akuisisi, BTI juga menyiapkan berbagai fasilitas pinjaman untuk CCT, meliputi bridging loan senilai Rp 2,7 triliun, pinjaman pemegang saham konvertibel Rp 900 miliar, dan pinjaman operasional Rp 100 miliar.

Fasilitas bridging loan dari BTI akan dialokasikan untuk pembayaran bunga Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham SMI dan WTR, serta sebagian pokok dan seluruh bunga Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham PMN WTR. Sumber dana untuk fasilitas tersebut berasal dari pinjaman yang diterima BTI dari PT Bakrie Indo Infrastructure (BIIN) sebesar US$312 juta, atau sekitar Rp 5,14 triliun, yang difasilitasi oleh PT Ciptadana Sekuritas Asia.

Direktur PT Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe, menilai transaksi ini sebagai “win-win solution” bagi BNBR dan BTI, serta pemegang saham CCT lainnya. Bagi WSKT, akuisisi ini merupakan langkah strategis untuk penyehatan arus kas dengan melepas aset. “Di sisi lain, BNBR jadi memiliki aset baru yang berkontribusi ke pendapatan berulang,” ujar Kiswoyo kepada Kontan, Minggu (7/9).

Daftar Isi

Prospek Kinerja

Di balik optimisme manajemen, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyuarakan kekhawatiran bahwa akuisisi ini berpotensi memberatkan kinerja BNBR di masa depan. Kondisi keuangan CCT saat ini menunjukkan liabilitas jangka pendek yang lebih besar dibandingkan aset lancar. Hal ini utamanya disebabkan oleh adanya shareholders loan (SHL) sebesar Rp 2,1 triliun yang akan jatuh tempo pada tahun 2025.

Guna memperkuat struktur permodalan CCT, SHL tersebut direncanakan akan dinovasi dan dikonversi menjadi ekuitas. Selain itu, CCT masih mencatatkan kerugian berjalan sebesar Rp 123,11 miliar per Maret 2025. Kerugian ini terutama diakibatkan oleh struktur permodalan yang masih didominasi utang, sehingga membebani CCT dengan biaya bunga yang besar. Sementara itu, kinerja keuangan BNBR sendiri per semester I 2025 juga kurang menggembirakan. Pendapatan bersih BNBR tercatat Rp 1,77 triliun, turun tipis dari Rp 1,79 triliun di periode yang sama tahun lalu. Laba bersih perseroan anjlok menjadi Rp 55,87 miliar per Juni 2025, jauh lebih rendah dari Rp 139,83 miliar pada semester I 2024.

Rasio finansial CCT terhadap BNBR juga menarik perhatian. Total aset CCT dibagi total aset BNBR bernilai 182,54%, menunjukkan skala CCT yang signifikan. Namun, laba bersih CCT dibagi dengan laba bersih perseroan nilainya adalah minus 203,94%, mengindikasikan beban yang bisa ditimbulkan. Sementara itu, pendapatan usaha CCT dibagi dengan pendapatan usaha BNBR adalah 22,86%. “Investor akan kembali mengamati kondisi fundamental BNBR melalui perkembangan laporan keuangannya di kuartal III. Tapi, kinerja BNBR saat ini memang masih belum bagus,” tambah Nafan kepada Kontan, Minggu (7/9).

Meskipun demikian, manajemen BNBR tetap optimistis bahwa prospek jangka panjang CCT sangat menjanjikan dan akan menghasilkan pendapatan berulang (recurring income) di masa depan. Optimisme ini didasarkan pada posisi strategis ruas Tol Cimanggis–Cibitung yang merupakan bagian integral dari jaringan Jakarta Outer Ring Road 2 (JORR 2). Ruas ini diproyeksikan akan mengalami peningkatan volume lalu lintas seiring berkembangnya kawasan industri, logistik, dan perumahan di koridor timur Jabodetabek.

Untuk mengoptimalkan nilai tambah dari akuisisi ini, BNBR akan menjalankan sejumlah strategi kunci. Fokus utama adalah mengoptimalkan pendapatan tol dengan mempertahankan Standar Pelayanan Minimum (SPM) agar dapat mengejar kenaikan tarif sesuai jadwal, melakukan pengendalian biaya operasional, serta membangun rest area yang berpotensi menjadi sumber pendapatan baru di masa mendatang. “Dengan strategi tersebut, perseroan meyakini bahwa akuisisi CCT akan memperkuat fondasi pertumbuhan jangka panjang, meningkatkan kontribusi pendapatan konsolidasian, serta memberikan nilai tambah yang berkelanjutan bagi seluruh pemegang saham,” jelas manajemen BNBR.

Kiswoyo pun mengamini langkah BNBR tersebut, dengan catatan bahwa pendapatan dan margin CCT harus diperbaiki melalui peningkatan volume lalu lintas di Tol Cimanggis-Cibitung. “Peningkatan lalu lintas harian (LHR) bisa menambah recurring income untuk jangka waktu yang panjang,” ungkapnya. BNBR sendiri saat ini sedang berbenah dan berupaya keras mencari bisnis yang menguntungkan. Liabilitas perseroan tercatat Rp 2,66 triliun per semester I 2025, sementara arus kas hanya Rp 88,35 miliar. “Kontribusi (recurring income) bisa dilihat dari seberapa besar bunga pinjaman untuk CCT dan pendapatan CCT. Jika bunga tertutup oleh pendapatan, kontribusi positif bisa dicatat dalam waktu dekat,” pungkas Kiswoyo.

Ringkasan

PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) melalui anak usahanya, PT Bakrie Toll Indonesia (BTI), mengakuisisi 95% saham PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT) senilai Rp 3,56 triliun dari PT Waskita Toll Road (WTR) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Akuisisi ini mencakup pembelian 72 juta saham dan piutang pinjaman pemegang saham. BNBR menyatakan langkah ini strategis untuk memperkuat posisinya di sektor infrastruktur nasional, khususnya jalan tol, yang dinilai krusial untuk konektivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Meskipun demikian, analis menyuarakan kekhawatiran potensi beban bagi kinerja BNBR, mengingat CCT masih mencatat kerugian dan memiliki liabilitas jangka pendek yang besar. BNBR tetap optimis dengan prospek jangka panjang CCT yang strategis sebagai bagian JORR 2 dan berencana mengoptimalkan pendapatan tol serta pengendalian biaya. Keberhasilan akuisisi ini akan sangat bergantung pada peningkatan volume lalu lintas dan perbaikan profitabilitas CCT untuk berkontribusi positif pada pendapatan berulang BNBR.

Also Read

[addtoany]

Tags