Bank Indonesia (BI) kembali menjadi sorotan utama ekonomi nasional dengan digelarnya Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal 21-22 Oktober 2025. Pertemuan penting ini secara rutin dinantikan oleh berbagai kalangan karena dari sinilah keputusan krusial terkait suku bunga acuan biasanya diumumkan, sebuah kebijakan yang memiliki dampak luas terhadap stabilitas dan dinamika perekonomian.
Menjelang pengumuman tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa secara tegas menyoroti urgensi pengendalian inflasi. Menurutnya, menjaga stabilitas harga sangat esensial agar kebijakan suku bunga yang ditetapkan dapat benar-benar menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Purbaya lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam sistem inflation targeting regime yang diterapkan, Bank Indonesia menggunakan suku bunga acuan sebagai instrumen utama. Instrumen ini berfungsi baik untuk menetapkannya berdasarkan level inflasi saat ini, maupun sebagai alat efektif untuk mengendalikan laju inflasi itu sendiri. Mekanisme ini memastikan bahwa kebijakan moneter selalu berorientasi pada pencapaian target stabilitas harga.
Sebagai ilustrasi, Purbaya memaparkan bahwa tingkat suku bunga acuan idealnya ditetapkan sedikit di atas level inflasi. Ia mencontohkan, jika inflasi berada di angka 7 persen, maka bunga acuan bisa mencapai sekitar 8 persen. Konsekuensinya, bunga pinjaman yang dibebankan kepada masyarakat dan dunia usaha akan berada pada level yang bahkan lebih tinggi lagi.
Purbaya mengingatkan kembali filosofi di balik kebijakan ekonomi di masa lalu, “Dulu, inflasi diupayakan serendah mungkin sehingga bunga (acuan) juga rendah. Dengan begitu, bunga pinjaman bisa turun secara bertahap, yang pada akhirnya akan sangat mendorong perekonomian.” Pernyataan ini disampaikan Purbaya di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Rabu (22/10), menggarisbawahi dampak langsung inflasi terhadap biaya modal.
Dalam kesempatan itu, Purbaya juga menegaskan independensi Bank Sentral. Ia menyatakan bahwa pemerintah tidak memiliki otoritas untuk mengendalikan Bank Indonesia secara langsung. Namun, pemerintah dapat secara signifikan memengaruhi arah kebijakan moneter BI melalui strategi jitu dalam mengendalikan inflasi. “Pemerintah tak bisa kendalikan bank sentral. Jadi cara kita mengendalikan bank sentral adalah mengendalikan inflasi ini,” ujarnya, menekankan pentingnya sinergi tidak langsung.
Visi Purbaya menunjukkan bahwa apabila inflasi dapat konsisten dijaga di level rendah, misalnya 2,5 persen, Bank Indonesia berpotensi besar untuk secara bertahap menurunkan suku bunga acuannya hingga 3,5 persen. Dalam skenario optimis ini, bunga pinjaman bagi sektor riil dapat menyentuh angka ideal sekitar 7 persen, atau bahkan lebih rendah lagi.
“Jika kondisi tersebut terwujud, ekonomi kita berpotensi tumbuh jauh lebih cepat. Kita akan memiliki daya saing yang kuat di kancah internasional,” jelas Purbaya. Ia membandingkan dengan Malaysia yang memiliki bunga pinjaman 5 persen, mengindikasikan bahwa jika bunga pinjaman di Indonesia terlalu tinggi, perusahaan-perusahaan domestik akan kesulitan bersaing. “Itulah pentingnya inflasi,” pungkasnya, menegaskan kembali peran krusial stabilitas harga bagi prospek pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional.
Ringkasan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti urgensi pengendalian inflasi agar suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dalam sistem target inflasi, BI menggunakan suku bunga acuan sebagai instrumen utama yang idealnya ditetapkan sedikit di atas level inflasi, sehingga inflasi yang tinggi menyebabkan bunga pinjaman ikut meningkat. Meskipun pemerintah tidak dapat mengendalikan BI secara langsung, pengendalian inflasi merupakan cara untuk memengaruhi arah kebijakan moneter.
Purbaya memaparkan visi bahwa jika inflasi dapat dijaga konsisten di level 2,5%, BI berpotensi menurunkan suku bunga acuannya hingga 3,5%. Dalam skenario optimis ini, bunga pinjaman bagi sektor riil dapat mencapai angka ideal sekitar 7% atau lebih rendah. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih cepat dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah internasional.