Asing Kabur, Saatnya Beli? Ini Saham Rekomendasi Analis!

H Anhar

Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial   JAKARTA. Pasar saham Indonesia saat ini tengah diterjang gelombang arus keluar dana asing yang signifikan. Dalam kurun waktu sepekan terakhir saja, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 8,07 triliun, menambah tekanan pada indeks harga saham gabungan (IHSG).

Puncak gelombang penjualan ini terjadi pada Senin, 8 September 2025, bertepatan dengan pengumuman krusial terkait reshuffle kabinet oleh Presiden Prabowo Subianto. Keputusan ini mencakup pergantian posisi strategis Menteri Keuangan, sebuah langkah yang langsung memicu ketidakpastian di kalangan pelaku pasar.

Secara kumulatif, total net sell asing sejak awal tahun hingga kini telah mencapai angka fantastis Rp 60,22 triliun. Pada perdagangan Rabu, 10 September, tekanan jual paling besar terlihat pada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan net sell mencapai Rp 251,71 miliar. Disusul oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang dilepas asing senilai Rp 134,16 miliar. Tak hanya itu, dalam sepekan terakhir, saham-saham dari empat bank besar lainnya juga turut menghiasi daftar penjualan investor asing.

Daftar Saham Indeks LQ45 Mei-Juli 2025 Usai Rebalancing, Blue Chip Apa Layak Beli?

Menanggapi fenomena ini, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, mengidentifikasi tiga pemicu utama di balik eksodus dana asing. Pertama, adanya ketidakpastian yang menyelimuti arah kebijakan ekonomi pasca-reshuffle, terutama dengan kehadiran Menteri Keuangan yang baru. Kedua, kekhawatiran terhadap laju pemulihan ekonomi domestik yang dinilai masih lambat, mengingat dampak dari pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) belum sepenuhnya terasa.

Selain faktor domestik, Audi juga menyoroti pengaruh global sebagai pemicu ketiga. Meningkatnya tensi geopolitik dunia telah mendorong investor untuk mengalihkan portofolio mereka ke aset-aset yang dianggap lebih aman (safe haven), seperti emas. “Kombinasi faktor-faktor ini secara signifikan membuat investor mengurangi porsi investasinya pada aset-aset berisiko tinggi di pasar saham,” jelas Audi pada Rabu (10/9).

Rebalancing, Ini Saham Indeks LQ45 Mei-Juli 2025, Cek Saham Blue Chip Layak Beli!

Senada dengan Audi, CEO Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo, menambahkan bahwa investor asing masih dalam mode “wait and see“. Mereka terus mencermati dengan saksama kondisi fiskal Indonesia, termasuk indikator krusial seperti inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, dan daya beli masyarakat. Sikap kehati-hatian ini merupakan respons terhadap potensi pergeseran fundamental ekonomi.

Peluang Inflow di Akhir Tahun

Meskipun demikian, harapan terhadap kembalinya arus dana asing (inflow) masih terbuka lebar. Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, memperkirakan bahwa tekanan arus keluar dana asing mungkin masih berlanjut dalam jangka pendek. Namun, ia melihat potensi inflow yang kuat menjelang akhir tahun, terutama jika pemerintah menunjukkan konsistensi dalam menjalankan program-program yang telah dijanjikan dan jika ada langkah pemangkasan suku bunga lebih lanjut.

Nico Demus menekankan bahwa pemangkasan suku bunga dapat menjadi stimulus positif dan “obat penghibur” bagi para pelaku pasar yang tengah khawatir. Lebih lanjut, ia mengutarakan bahwa jika Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), turut memangkas suku bunga acuannya, maka dana asing memiliki potensi besar untuk kembali mengalir ke pasar negara berkembang (emerging market), termasuk Indonesia. Namun, prasyarat penting untuk hal ini adalah stabilitas kondisi sosial-politik di dalam negeri.

Kocok Ulang, Cek Saham Indeks LQ45 Mei-Juli 2025, Saham Blue Chip Apa Layak Beli?

Menyikapi volatilitas pasar, Oktavianus Audi mengingatkan investor mengenai data historis IHSG. Peluang penguatan indeks pada bulan September secara historis hanya mencapai 20% dalam sepuluh tahun terakhir. Oleh karena itu, ia menyarankan agar investor menerapkan strategi jangka panjang yang lebih aman, dengan berfokus pada pemilihan emiten yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Untuk strategi jangka pendek, sektor energi dinilai sangat menarik, sejalan dengan siklus tematik yang sedang berlangsung. Audi merekomendasikan aksi beli untuk saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga Rp 4.250, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan target Rp 3.240, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target Rp 10.800. Selain itu, ia juga menyarankan trading buy untuk saham PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) dengan target Rp 3.300 per saham.

Ringkasan

Pasar saham Indonesia tengah menghadapi gelombang aksi jual bersih (net sell) yang signifikan dari investor asing, mencapai Rp 8,07 triliun dalam sepekan terakhir dan total Rp 60,22 triliun sejak awal tahun. Fenomena ini dipicu oleh ketidakpastian kebijakan ekonomi pasca-reshuffle kabinet dan pergantian Menteri Keuangan pada 8 September 2025. Selain itu, pemulihan ekonomi domestik yang dinilai lambat serta meningkatnya tensi geopolitik global turut mendorong investor untuk beralih ke aset yang lebih aman.

Meski tekanan jual diprediksi berlanjut jangka pendek, potensi kembalinya arus dana asing (inflow) terbuka menjelang akhir tahun, terutama jika pemerintah konsisten menjalankan program dan adanya pemangkasan suku bunga lanjutan. Analis merekomendasikan strategi jangka panjang pada emiten sensitif suku bunga dan sektor energi untuk jangka pendek. Saham rekomendasi beli meliputi BBRI (target Rp 4.250), TLKM (target Rp 3.240), dan BBCA (target Rp 10.800), serta trading buy untuk RAJA (target Rp 3.300).

Also Read

[addtoany]

Tags