
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan laju pertumbuhan pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) akan mengalami moderasi. Proyeksi ini seiring dengan penyesuaian strategi dan pertimbangan bisnis di sektor perbankan, serta respons terhadap dinamika kondisi ekonomi terkini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyoroti bahwa tingkat undisbursed loan yang masih tinggi sejatinya mengindikasikan kuatnya permintaan kredit di sektor perbankan. “Ini mencerminkan optimisme pelaku usaha terhadap prospek ekonomi ke depan,” ujar Dian dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Sabtu, 1 November 2025.
Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa per September 2025, undisbursed loan masih berada pada angka signifikan sebesar Rp 2.374,8 triliun. Jumlah ini setara dengan 22,54 persen dari total plafon kredit yang tersedia. Rasio tersebut sedikit menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 22,71 persen.
Pada Agustus 2025, pertumbuhan undisbursed loan tercatat melonjak sebesar 10,09 persen secara year-on-year (yoy). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada tahun sebelumnya yang hanya sebesar 5,74 persen yoy.
Menurut Dian, besarnya komitmen kredit yang belum ditarik ini mencerminkan fleksibilitas tarik kredit di masa mendatang, yang dapat dimanfaatkan oleh para debitur untuk melakukan ekspansi usaha. Dengan adanya komitmen kredit yang substansial, OJK menilai ada potensi peningkatan realisasi kredit yang signifikan di kemudian hari.
OJK meyakini bahwa dalam kondisi ekonomi yang terus membaik dan kepercayaan pelaku usaha yang meningkat, pencairan kredit akan turut meningkat. Hal ini diharapkan dapat menjadi pendorong kuat bagi pertumbuhan sektor riil.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu, 22 Oktober 2025, mengungkapkan bahwa tingginya rasio undisbursed loan terutama didominasi oleh segmen korporasi. Kontribusi utama berasal dari sektor perdagangan, industri, dan pertambangan, dengan jenis kredit yang paling banyak adalah kredit modal kerja.
Adapun pertumbuhan kredit perbankan pada September 2025 mencapai 7,70 persen (yoy), sedikit meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 7,56 persen (yoy). Namun, pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi melambat, masing-masing menjadi 3,37 persen (yoy) dan 7,42 persen (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan kredit investasi menunjukkan peningkatan signifikan menjadi 15,18 persen (yoy).
BI mengamati bahwa permintaan kredit secara keseluruhan belum sepenuhnya kuat. Hal ini dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih cenderung wait and see, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, serta tingkat suku bunga kredit yang dinilai masih relatif tinggi.
Di sisi lain, pada periode yang sama, dana pihak ketiga (DPK) mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,18 persen (yoy). Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) juga terpantau kuat di angka 29,29 persen, mengindikasikan kondisi likuiditas perbankan yang solid.
Bank sentral menilai minat penyaluran kredit oleh perbankan pada umumnya cukup baik. Hal ini tercermin dari persyaratan pemberian kredit (lending requirement) yang cenderung longgar.
Untuk sepanjang tahun, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit akan berada pada batas bawah kisaran 8-11 persen. Proyeksi ini diharapkan akan meningkat lebih lanjut pada tahun depan, seiring dengan perbaikan ekonomi yang berkelanjutan.
Pilihan Editor: Sederet Proyek Danantara Memakai Utang Baru
Ringkasan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) akan moderat, meskipun angkanya masih tinggi mencapai Rp 2.374,8 triliun per September 2025. Kondisi ini mencerminkan kuatnya permintaan kredit dan optimisme pelaku usaha terhadap prospek ekonomi. OJK menilai komitmen kredit substansial ini memberikan fleksibilitas bagi debitur untuk ekspansi, berpotensi meningkatkan realisasi kredit dan mendorong pertumbuhan sektor riil.
Pertumbuhan kredit perbankan per September 2025 mencapai 7,70% (yoy), didorong oleh kredit investasi, sementara kredit modal kerja dan konsumsi melambat. Bank Indonesia mencatat permintaan kredit keseluruhan belum sepenuhnya kuat, dipengaruhi sikap wait and see pelaku usaha dan suku bunga. Meskipun demikian, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun ini di batas bawah 8-11% dan akan meningkat tahun depan, didukung likuiditas perbankan yang solid.





