IHSG Merah, Asing Borong Saham BCA: Ada Apa?

H Anhar

JAKARTA – Di tengah gejolak pasar modal yang menantang, saham PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dengan kode BBCA tetap menunjukkan daya pikat kuat bagi investor asing. Performa impresif BBCA ini terjadi justru saat pasar modal ambles, dipicu oleh rencana kebijakan baru dari MSCI yang mengancam sentimen investor.

Sebagai konteks, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penurunan signifikan 154 poin, atau 1,87%, menjadi 8.117 pada penutupan perdagangan Senin, 27 Oktober 2025. Bahkan, selama sesi intraday, IHSG sempat terpuruk lebih dari 3,3%, menyusul kabar mengenai usulan MSCI untuk menerapkan metodologi baru dalam perhitungan free float saham.

Menariknya, di tengah tekanan tersebut, saham BCA yang dikenal sebagai bank swasta terbesar di Indonesia, justru berhasil menjadi penahan laju koreksi IHSG. BBCA menorehkan kenaikan 0,91% dan ditutup pada level Rp 8.350. Volume perdagangan sahamnya mencapai 1,82 juta lot dengan nilai transaksi fantastis sebesar Rp 1,51 triliun, menjadikannya saham dengan turnover terbesar kedua pada sesi itu.

Tingkatkan Pencadangan, Laba Bersih Panin Bank Susut 4,37% per Kuartal III 2025

Keunggulan BCA semakin terlihat dari catatan net foreign buy (NFB) sebesar Rp 338,43 miliar. Pencapaian ini kontras dengan kondisi pasar di mana investor asing justru ramai-ramai melakukan aksi jual bersih pada saham-saham bank besar lainnya.

Di sisi lain, saham-saham yang terafiliasi dengan konglomerat justru mengalami tekanan jual yang signifikan. Emiten-emiten yang terkait dengan pengusaha Prajogo Pangestu menjadi salah satu yang paling terdampak, terlihat dari koreksi mendalam pada saham BRPT yang melemah 9,34%, CUAN terkoreksi 7,31%, PTRO ambles 9,44%, hingga CDIA yang turun 5,36%.

Pergerakan pasar yang fluktuatif ini bermula dari langkah MSCI yang meminta masukan dari para pelaku pasar. MSCI berencana menggunakan Monthly Holding Composition Report yang diterbitkan oleh KSEI sebagai referensi tambahan dalam menghitung free float saham emiten di Indonesia. Selain itu, MSCI juga mengusulkan berbagai opsi untuk menentukan estimasi free float berdasarkan nilai.

Meskipun demikian, pandangan positif terhadap BBCA tetap dipertahankan oleh analis Indo Premier Sekuritas, Jovent Muliadi dan Axel Azrie. Dalam riset terbaru mereka, keduanya merekomendasikan ‘beli’ untuk saham BBCA dengan target harga Rp 10.400 per saham, mengindikasikan potensi kenaikan menjanjikan sebesar 24,55% dari harga pasar terkini.

Valuasi BBCA saat ini menunjukkan daya tarik, diperdagangkan pada level 3,5 kali Price to Book Value (PBV) dan 17 kali Price to Earnings Ratio (PER). Angka-angka ini masih berada di bawah rata-rata historis 10 tahun BBCA, yakni 3,8 kali PBV dan 21,3 kali PER, menyiratkan adanya ruang untuk apresiasi.

Analis tersebut juga menyoroti kinerja finansial BCA yang solid, di mana perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 43,4 triliun hingga akhir September 2025. Angka ini merefleksikan pertumbuhan tahunan sebesar 6%.

Capaian laba bersih ini sepenuhnya sejalan dengan ekspektasi para analis, yang melihat bahwa kinerja perseroan tetap solid meskipun ada peningkatan pencadangan yang bersifat antisipatif.

  BBCA Chart by TradingView  

Sementara itu, pendapatan operasional sebelum pencadangan (PPOP) BBCA tercatat tumbuh 8% secara tahunan, ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 5% dan pendapatan non-bunga sebesar 12%. Disiplin manajemen dalam mengelola beban operasional juga patut diapresiasi, dengan kenaikan hanya 4%. Hal ini menjaga rasio biaya terhadap pendapatan (CIR) stabil di level 29%, jauh lebih baik dari panduan tahunan 32%.

“Peningkatan provisi yang dilakukan BBCA menunjukkan sikap konservatif manajemen, khususnya dalam menghadapi potensi risiko pada portofolio kredit konsumen seperti otomotif. Namun, kami melihat langkah ini justru fundamental dan positif untuk menjaga kualitas aset perseroan di masa mendatang,” jelas Jovent Muliadi dan Axel Azrie dalam riset mereka.

Dengan perbaikan kualitas aset yang berkelanjutan dan pertumbuhan PPOP yang tangguh, kedua analis ini menyimpulkan bahwa valuasi BBCA saat ini menawarkan ruang kenaikan yang sangat menarik bagi investor.

Ringkasan

Di tengah gejolak pasar modal yang menantang dan penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 27 Oktober 2025 akibat rencana kebijakan baru MSCI, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) justru menunjukkan daya pikat kuat. BBCA berhasil menguat 0,91% menjadi Rp 8.350, menjadikannya penahan koreksi IHSG. Investor asing mencatatkan pembelian bersih (net foreign buy) sebesar Rp 338,43 miliar pada BBCA, kontras dengan aksi jual di saham-saham bank besar dan emiten afiliasi konglomerat.

Kinerja impresif BBCA ini didukung oleh rekomendasi ‘beli’ dari analis Indo Premier Sekuritas dengan target harga Rp 10.400 per saham, mengindikasikan potensi kenaikan menjanjikan. Valuasi BBCA saat ini dinilai menarik, diperdagangkan di bawah rata-rata historisnya. Secara finansial, BCA membukukan laba bersih Rp 43,4 triliun hingga September 2025, tumbuh 6% tahunan, sejalan dengan ekspektasi analis, dan pendapatan operasional sebelum pencadangan (PPOP) tumbuh 8% secara tahunan.

Also Read

[addtoany]

Tags