
Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial JAKARTA. Emiten pengembang panas bumi terkemuka, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), menunjukkan kinerja keuangan yang bervariasi hingga kuartal III-2025. Meskipun pendapatan perusahaan mampu tumbuh signifikan, laba bersih tercatat mengalami perlambatan.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru, laba bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk PGEO mengalami penurunan sebesar 22,17% year on year (yoy). Angka tersebut menyusut dari US$ 133,99 juta pada kuartal III-2024 menjadi US$ 104,28 juta pada periode yang sama di tahun 2025. Penurunan ini menjadi sorotan utama di tengah pertumbuhan sektor energi baru terbarukan.
Namun, kinerja PGEO di lini atas justru positif. Pendapatan perusahaan berhasil tumbuh 4,20% yoy, mencapai US$ 318,86 juta per kuartal III-2025, meningkat dari US$ 306,02 juta pada periode serupa tahun sebelumnya. Pertumbuhan pendapatan ini menunjukkan kapasitas operasional yang kuat dalam menghasilkan pemasukan.
Mayoritas pendapatan PGEO per kuartal III-2025 bersumber dari operasional Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, yang menyumbang US$ 116,04 juta. Kontributor besar lainnya meliputi PLTP Ulubelu dengan US$ 91,34 juta, PLTP Lahendong sebesar US$ 62,38 juta, PLTP Lumut Balai senilai US$ 40,93 juta, serta PLTP Karaha sebesar US$ 7,72 juta. Diversifikasi sumber pendapatan dari berbagai PLTP ini menopang stabilitas finansial perusahaan.
Sinergi Inti (INET) Caplok Saham Mayoritas PADA, Cek Rekomendasi Sahamnya
Analis Muhammad Wafi dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) mengungkapkan bahwa pelemahan laba bersih PGEO lebih banyak disebabkan oleh faktor non-operasional. Ia menjelaskan, kenaikan beban keuangan dan depresiasi akibat proyek baru yang mulai beroperasi menjadi pemicu utama. “Secara operasional masih solid, tapi bottom line PGEO tertekan karena faktor non-operasional, termasuk selisih kurs dan biaya bunga dari ekspansi pembangkit,” ujar Wafi pada Senin (27/10).
Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa beban keuangan PGEO melonjak 36,19% yoy, dari US$ 16,80 juta pada kuartal III-2024 menjadi US$ 22,88 juta per kuartal III-2025. Tak hanya itu, PGEO juga membukukan rugi selisih kurs sebesar US$ 10,22 juta per kuartal III-2025, berbanding terbalik dengan keuntungan US$ 13,06 juta dari selisih kurs pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Meski menghadapi tantangan non-operasional, prospek kinerja PGEO secara umum tetap positif untuk kuartal IV-2025. Hal ini didukung oleh produksi dan kapasitas panas bumi perusahaan yang cenderung stabil. Selain itu, PGEO memiliki keuntungan berupa kontrak jangka panjang untuk penjualan listrik ke PT PLN dengan harga yang relatif tetap (fixed price), memberikan jaminan pendapatan berkelanjutan.
Dorongan pemerintah untuk investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) juga menjadi sentimen pendukung yang kuat bagi kelangsungan kinerja PGEO. Perusahaan bahkan telah menetapkan target ambisius untuk meningkatkan kapasitas panas bumi terpasang dari 672 megawatt (MW) menjadi 1 gigawatt (GW) dalam dua tahun ke depan, serta mencapai 1,7 GW pada tahun 2034.
Rencana ekspansi besar-besaran ini berpotensi menjadi katalis jangka panjang yang signifikan bagi PGEO. Namun, agenda penambahan kapasitas panas bumi ini tentu menuntut modal investasi yang besar serta struktur pendanaan yang kokoh. PGEO harus cermat dalam menjaga tingkat leverage agar tidak terlalu tinggi, sekaligus memastikan setiap proyek baru memiliki Internal Rate of Return (IRR) yang menarik agar tidak membebani keuangan perusahaan di masa mendatang.
“Jika dikelola dengan baik, ekspansi ini bisa mendorong valuasi PGEO secara signifikan karena kontribusi recurring income yang makin besar,” pungkas Wafi. Dengan pertimbangan tersebut, Wafi merekomendasikan beli saham PGEO dengan target harga optimis di level Rp 1.300 per saham, menunjukkan keyakinan pada potensi pertumbuhan jangka panjang perusahaan.
Ditutup Melemah pada Awal Pekan, Begini Proyeksi Rupiah Besok Selasa (28/10)
Ringkasan
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mencatat pertumbuhan pendapatan 4,20% menjadi US$ 318,86 juta hingga kuartal III-2025. Namun, laba bersih perusahaan anjlok 22,17% menjadi US$ 104,28 juta pada periode yang sama. Penurunan laba bersih ini disebabkan oleh faktor non-operasional seperti kenaikan beban keuangan dan kerugian selisih kurs, meskipun kinerja operasional tetap solid. Mayoritas pendapatan bersumber dari operasional PLTP Kamojang, Ulubelu, dan Lahendong.
Prospek PGEO untuk kuartal IV-2025 diperkirakan positif, didukung oleh produksi stabil, kontrak jangka panjang dengan PLN, dan dukungan pemerintah terhadap energi baru terbarukan. PGEO memiliki rencana ambisius untuk meningkatkan kapasitas panas bumi terpasang menjadi 1 GW dalam dua tahun dan 1,7 GW pada tahun 2034. Analis merekomendasikan “beli” saham PGEO dengan target harga Rp 1.300, melihat potensi pertumbuhan jangka panjang dari ekspansi ini.





