Pemerintah akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin pengambilan air tanah yang telah diberikan, langkah ini diambil menyusul mencuatnya polemik mengenai dugaan penggunaan air sumur bor oleh produsen air minum dalam kemasan (AMDK) Aqua. Kontroversi ini berpusat pada klaim Aqua yang dituding menggunakan sumber air dari sumur bor, bukan dari mata air pegunungan sebagaimana kerap dikampanyekan.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menegaskan bahwa evaluasi ini akan menjadi penentu kelanjutan operasi perusahaan. Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebuah perusahaan telah memenuhi semua persyaratan, maka mereka diperbolehkan untuk melanjutkan kegiatan pengambilan air. Namun, Yuliot, yang berbicara di Kementerian ESDM, Jakarta, pada Jumat, 24 Oktober 2025, menambahkan bahwa jika ditemukan pelanggaran – mulai dari perizinan yang tidak lengkap hingga masalah di lapangan – pihak ESDM akan menuntut perbaikan. Dalam skenario terburuk, jika kondisi air tanah mengharuskan, kegiatan tersebut bahkan dapat dihentikan secara permanen.
Pemberian izin pengambilan air tanah sendiri, seperti dijelaskan Yuliot, merupakan hasil evaluasi teknis yang komprehensif terhadap kondisi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, pemerintah tidak akan ragu mengambil tindakan tegas apabila ditemukan ketidaksesuaian atau pelanggaran izin. Regulasi terkait perizinan ini telah diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah dan Persetujuan Air Tanah, dengan implementasinya diamanahkan kepada Badan Geologi.
Yuliot turut menggarisbawahi bahwa Aqua bukanlah satu-satunya entitas yang mengandalkan air tanah sebagai sumber produksinya. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa hingga 17 Oktober 2025, tercatat sekitar 4.700 izin pengusahaan air tanah telah diterbitkan di seluruh Indonesia, termasuk untuk berbagai perusahaan air minum lainnya. Hal ini menunjukkan skala industri yang luas dalam pemanfaatan sumber daya vital ini.
Terkait langsung dengan polemik Aqua, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah menyatakan kesiapannya untuk memanggil manajemen dan Direktur Utama PT Tirta Investama, produsen merek Aqua. Pemanggilan ini dipicu oleh dugaan kuat bahwa sumber air minum kemasan produksi Aqua berasal dari sumur bor atau air tanah, bukan dari mata air pegunungan yang selama ini menjadi citra utamanya. Isu ini semakin memanas setelah hasil inspeksi di salah satu pabrik Aqua terindikasi menggunakan air tanah dari sumur bor dalam proses produksinya. Padahal, selama ini kampanye Aqua di berbagai media digital dan televisi selalu menonjolkan slogan “Air pegunungan yang murni dan alami”, menciptakan persepsi publik akan kemurnian langsung dari sumber alami di pegunungan.
Dugaan serupa juga sempat diungkapkan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Melalui inspeksi mendadak yang dilakukannya di pabrik Aqua di Subang, Jawa Barat, Dedi Mulyadi memperoleh informasi bahwa sumber air minum Aqua bukan berasal dari mata air pegunungan murni, melainkan dari sumur bor. Dalam unggahan di kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel pada Selasa, 21 Oktober 2025, salah satu perwakilan Aqua bahkan mengonfirmasi bahwa sumber air yang digunakan berasal dari sumur bor. “Saya kira itu air permukaan, air sungai atau air dari mata air. Ternyata bukan dari mata air, tapi dari sumur pompa dalam, berarti airnya dibor,” ujar Dedi mengutip penjelasannya, menyoroti perbedaan persepsi.
Menanggapi kontroversi yang meluas, PT Tirta Investama, selaku produsen Aqua, melalui laman resminya pada Kamis, 23 Oktober 2025, memberikan klarifikasi. Perusahaan menyatakan, “Kami ingin tidak ada kesalahpahaman di masyarakat,” seraya membantah keras dugaan penggunaan air dari sumur bor biasa, yang berlawanan dengan klaim sumber air pegunungan. Sebagai pionir dalam industri air minum dalam kemasan di Indonesia, Aqua menegaskan komitmennya untuk mempertahankan kualitas dan kemurnian produknya, serta menjaga keberlanjutan lingkungan dan transparansi dengan masyarakat.
Lebih lanjut, Aqua secara spesifik membantah tuduhan penggunaan sumur bor biasa. Mereka menjelaskan bahwa Aqua sebenarnya memanfaatkan air dari akuifer dalam, yang merupakan bagian integral dari sistem hidrogeologi pegunungan. Air ini, menurut perusahaan, terlindungi secara alami dan telah melewati seleksi ketat serta kajian ilmiah mendalam oleh para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad). Bahkan, sebagian titik sumber air tersebut memiliki karakteristik self-flowing atau mengalir secara alami, semakin memperkuat klaim kualitas dan sumber daya alami yang mereka gunakan.
Ringkasan
Polemik muncul terkait dugaan penggunaan air sumur bor oleh produsen air minum kemasan Aqua, bukan dari mata air pegunungan seperti yang dikampanyekan. Menanggapi hal ini, Kementerian ESDM akan mengevaluasi menyeluruh izin pengambilan air tanah semua perusahaan, termasuk Aqua, untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyatakan bahwa pelanggaran perizinan atau kondisi di lapangan dapat berujung pada perbaikan atau bahkan penghentian operasional. Pemberian izin diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2024 dan diawasi oleh Badan Geologi.
Dugaan ini diperkuat oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang berencana memanggil manajemen Aqua, serta hasil inspeksi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di pabrik Aqua Subang. Pihak Aqua sendiri telah memberikan klarifikasi, membantah penggunaan air dari sumur bor biasa. Aqua menjelaskan bahwa mereka memanfaatkan air dari akuifer dalam yang merupakan bagian dari sistem hidrogeologi pegunungan. Air tersebut diklaim terlindungi secara alami, telah melalui kajian ilmiah mendalam, dan sebagian memiliki karakteristik mengalir alami.





