Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial JAKARTA. Perdagangan saham bank-bank berkapitalisasi besar, atau big bank, pada Rabu (15/10) ditutup dengan performa yang kurang menggembirakan, sebagian besar tergelincir ke zona merah di tengah gejolak pasar.
Observasi melalui platform Stockbit menunjukkan bahwa mayoritas saham perbankan papan atas mengalami tekanan jual. Tiga bank milik negara mencatat koreksi kompak, dengan Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mencatatkan penurunan paling signifikan, sementara Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menunjukkan pelemahan yang paling dangkal. Di sisi lain, Bank Central Asia Tbk (BBCA) berhasil mempertahankan posisinya tanpa perubahan.
Secara lebih rinci, harga saham BBRI terperosok 1,41% menjadi Rp3.500 per saham, meskipun sempat menunjukkan optimisme awal dengan dibuka menguat di level Rp3.570. Senada, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) juga menutup hari dengan pelemahan 0,98% menjadi Rp4.050 per saham dibandingkan penutupan Selasa (14/10). Saham BMRI sempat mencapai puncak harian di Rp4.140, namun tekanan jual yang kuat menjelang akhir sesi perdagangan memicu koreksi tersebut.
Wika Gedung (WEGE) Targetkan Divestasi Aset Rp 100 Miliar pada Tahun 2026
Sementara itu, saham BBNI juga mengalami koreksi sebesar 0,79%, mengakhiri perdagangan di level Rp3.770 per saham. Meskipun pelemahannya terbilang minim, BBNI masih berada dalam bayang-bayang tren koreksi jangka pendek yang melanda sektor perbankan. Berbeda dengan yang lain, BBCA menunjukkan ketahanan dengan ditutup stagnan di harga Rp7.250 per saham (0,00%), setelah sempat menyentuh level tertinggi harian Rp7.350 sebelum kembali ke posisi penutupannya.
Menyoroti dinamika pasar, Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas, mengungkapkan bahwa tekanan jual yang dialami saham-saham perbankan tak lepas dari berlanjutnya aksi net sell oleh investor asing. Fenomena ini telah berlangsung dalam beberapa waktu terakhir, meskipun secara fundamental, kinerja emiten perbankan nasional tetap kokoh dan diperkirakan akan menunjukkan pertumbuhan positif hingga akhir tahun.
Nafan menjelaskan bahwa tren divestasi oleh investor asing ini lebih merupakan bentuk penyesuaian terhadap ekspektasi global dan dinamika pasar jangka pendek, bukan indikasi fundamental sektor keuangan yang melemah. Ia menegaskan prospek perbankan ke depan tetap cerah dan sangat menjanjikan. Hal ini didukung oleh potensi peningkatan net interest margin (NIM) seiring dengan tren penurunan suku bunga acuan serta berlanjutnya ekspansi pertumbuhan kredit, demikian ujarnya kepada kontan.co.id pada Rabu (15/10).
Lebih lanjut, komitmen Bank Indonesia (BI) dan pemerintah dalam menjaga likuiditas sistem keuangan melalui kebijakan pelonggaran moneter menjadi angin segar bagi sektor perbankan. Langkah strategis ini berperan sebagai stimulus positif, khususnya dalam mendorong penyaluran kredit yang lebih luas dan ekspansif.
Dari perspektif teknikal, meskipun pergerakan saham perbankan menunjukkan pola lower low, Nafan menggarisbawahi bahwa ini belum mengindikasikan tren penurunan jangka panjang atau major downtrend. Sebagian besar saham bank BUMN justru masih berada dalam fase major sideways, bukan markdown, yang menandakan pasar cenderung berada dalam periode konsolidasi.
Sementara itu, dari sisi valuasi, saham-saham perbankan pelat merah masih dianggap sangat atraktif untuk dikoleksi. Rata-rata valuasi mereka berada di bawah nilai wajar (fair value) dengan imbal hasil dividen (dividend yield) yang cukup menggiurkan. Ini menjadi magnet tersendiri bagi para investor jangka menengah dan mereka yang mengincar dividen.
Berdasarkan analisis tersebut, Nafan merekomendasikan “accumulative buy” untuk beberapa saham perbankan besar. Target harga yang ditetapkan adalah Rp4.470 per saham untuk BBNI, Rp4.530 per saham untuk BMRI, Rp8.100 per saham untuk BBCA, Rp4.030 per saham untuk BBRI, dan Rp1.740 per saham untuk BNGA.
Harga Emas Capai Level US$ 4.200, Ini Sentimen Pendorongnya
Ringkasan
Perdagangan saham bank-bank besar pada Rabu (15/10) sebagian besar ditutup di zona merah, di mana BBRI, BMRI, dan BBNI mengalami koreksi, sementara BBCA berhasil stagnan. Penurunan ini diakibatkan oleh aksi jual bersih (net sell) investor asing yang berkelanjutan di pasar. Meski demikian, analis menilai tekanan jual tersebut lebih merupakan penyesuaian terhadap ekspektasi global dan dinamika pasar jangka pendek.
Secara fundamental, kinerja emiten perbankan nasional dinilai tetap kokoh dan diprediksi tumbuh positif hingga akhir tahun, didukung potensi peningkatan margin bunga bersih (NIM) serta ekspansi pertumbuhan kredit. Selain itu, komitmen Bank Indonesia dan pemerintah dalam menjaga likuiditas juga menjadi stimulus positif. Oleh karena itu, saham perbankan plat merah dianggap masih atraktif dengan valuasi di bawah nilai wajar dan rekomendasi “accumulative buy” dari analis.





