KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan akan berada di bawah tekanan signifikan menyusul kembali memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Ancaman tarif impor baru yang dilayangkan oleh AS menjadi pemicu utama gejolak pasar.
Ketegangan perang dagang AS-China mencapai puncaknya setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan rencana untuk menerapkan tarif impor tambahan sebesar 100% pada produk-produk China. Kebijakan ini dijadwalkan akan mulai berlaku pada 1 November 2025. Pengumuman mengejutkan tersebut disampaikan Trump melalui akun media sosialnya, TruthSocial, pada Sabtu (11/10/2025). Langkah ini merupakan respons AS terhadap keputusan China yang sebelumnya memperketat ekspor logam tanah jarang (LTJ) ke AS, komoditas krusial bagi industri teknologi dan pertahanan.
Tidak hanya itu, Trump juga mengancam untuk membatalkan pertemuan penting dengan Presiden China, Xi Jinping, yang sedianya akan diselenggarakan di Seoul, Korea Selatan. Eskalasi ini memperlihatkan betapa seriusnya kembali permusuhan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, dengan dampak yang merembet ke pasar saham global, termasuk Indonesia.
Perang Dagang AS-China Kembali Berkobar, Simak Proyeksi IHSG Senin (13/10/2025)
Hans Kwee, Co-Founder Pasar Dana sekaligus Praktisi Pasar Modal, mengungkapkan bahwa ancaman tarif baru ini akan menjadi penekan utama bagi pasar saham baik di tingkat global maupun domestik pada pekan mendatang. “Langkah Trump terhadap China mengejutkan pelaku pasar dan bisa memperburuk hubungan antara dua ekonomi terbesar di dunia,” jelas Hans kepada Kontan, Minggu (12/10/2025).
Senada, Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis Tambolang, menambahkan bahwa eskalasi perang dagang ini berpotensi memicu gangguan rantai pasokan yang substansial. Sektor-sektor yang paling rentan terdampak adalah industri teknologi, kendaraan listrik, dan pertahanan. Kekhawatiran ini semakin menguat mengingat AS juga berencana untuk mengontrol ekspor perangkat lunak penting buatannya, yang juga akan efektif mulai 1 November 2025. Dengan mempertimbangkan kondisi ini, Alrich memproyeksikan IHSG akan bergerak dengan area support di 8.100 dan resistance di 8.300. Sementara Hans Kwee memprediksi IHSG berpeluang tertekan dengan rentang support 8.150-8.034 dan resistance 8.272-8.350 pada awal pekan.
Selain sentimen perang dagang, penutupan pemerintahan (government shutdown) AS yang telah berlangsung sejak 1 Oktober 2025 juga akan menjadi faktor negatif tambahan bagi IHSG. Hans Kwee menjelaskan bahwa kondisi ini dapat mengguncang perekonomian AS dan menghambat rilis sejumlah data ekonomi penting, yang pada akhirnya meningkatkan ketidakpastian di pasar global. Di tengah situasi ini, data tenaga kerja AS yang menunjukkan kelemahan telah meningkatkan potensi pemotongan suku bunga oleh The Fed (bank sentral AS) di bulan Oktober dan Desember hingga di atas 90%.
IHSG Cetak Rekor Tertinggi, Didorong Rebalancing Indeks dan Sentimen Likuiditas
Pada pekan mendatang, perhatian investor juga akan tertuju pada pengunduran diri perdana menteri Perancis, yang berpotensi menaikkan ketidakpastian anggaran negara tersebut. Di Asia, kebijakan fiskal dan moneter Jepang akan menjadi sorotan menyusul kemenangan mengejutkan tokoh berhaluan dovish fiskal, Sanae Takaichi. Sementara itu, harga minyak yang anjlok ke level terendah sejak Mei 2025 akibat tekanan produksi OPEC yang meningkat, serta kelebihan pasokan dari Amerika Utara dan Selatan, juga akan menjadi sentimen tambahan yang membebani pasar. Di sisi positif, berkurangnya risiko geopolitik menyusul tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Gaza dapat sedikit meredakan ketegangan global.
Alrich Paskalis Tambolang juga menggarisbawahi pentingnya bagi investor untuk mencermati data perdagangan, inflasi, dan aktivitas perbankan di Tiongkok, serta rilis kinerja kuartal III di Wall Street. Dari kawasan Eropa, investor akan menyimak data produksi industri Euro Area, inflasi, indeks sentimen ZEW Jerman, serta data pasar tenaga kerja dan PDB Inggris. Di ranah domestik, investor akan memantau data Foreign Direct Investment (FDI) kuartal III-2025 yang akan dirilis.
Menyikapi kondisi pasar yang bergejolak, Alrich merekomendasikan sejumlah saham yang layak dicermati untuk perdagangan Senin (12/10/2025), yaitu PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Blue Bird Tbk (BIRD), PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM), dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL).
Ringkasan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan berada di bawah tekanan signifikan menyusul kembali memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif impor tambahan 100% pada produk China mulai 1 November 2025, sebagai respons atas pengetatan ekspor logam tanah jarang China. Eskalasi ini, yang juga mencakup ancaman pembatalan pertemuan Trump-Xi, diperkirakan akan menekan pasar saham global dan domestik, dengan potensi gangguan rantai pasokan di sektor teknologi.
Faktor negatif tambahan termasuk penutupan pemerintahan AS dan data tenaga kerja AS yang menunjukkan kelemahan, meskipun tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Gaza dapat sedikit meredakan ketegangan global. Investor diimbau mencermati data perdagangan, inflasi, dan aktivitas perbankan Tiongkok, serta rilis kinerja kuartal III di Wall Street dan data Foreign Direct Investment domestik. Saham-saham yang direkomendasikan untuk dicermati meliputi BSDE, BIRD, CDIA, GJTL, TKIM, dan NCKL.





