Utang RI Turun? Kemenkeu Tegaskan Kemampuan Bayar Tetap Prioritas!

H Anhar

Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial – Hingga akhir kuartal II 2025, utang pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 9.138,05 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dari posisi Mei 2025 yang mencapai Rp 9.177,48 triliun. Dengan nominal tersebut, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berada di level 39,86 persen.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, dalam sebuah keterangannya menyampaikan bahwa rasio ini tergolong “cukup rendah dan moderat” jika dibandingkan dengan banyak negara lain. Sebagai gambaran, rasio utang terhadap PDB beberapa negara tetangga dan di Asia jauh lebih tinggi; Malaysia mencatat 61,9 persen, Filipina 62 persen, Thailand 62,8 persen, dan India bahkan menyentuh 84,3 persen.

Suminto lebih lanjut menjelaskan bahwa total outstanding utang pemerintah per Juni 2025 adalah Rp 9.138 triliun. Komposisi utama utang pemerintah ini terbagi menjadi pinjaman sebesar Rp 1.157 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 7.980 triliun.

Secara lebih rinci, komponen pinjaman menunjukkan sedikit kenaikan, bergerak dari Rp 1.147 triliun menjadi Rp 1.157 triliun. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan pinjaman luar negeri yang mencapai Rp 1.108,17 triliun, melampaui posisi Mei 2025 yang Rp 1.099,25 triliun. Sementara itu, pinjaman dalam negeri juga mengalami peningkatan tipis, dari Rp 48,7 triliun menjadi Rp 49 triliun.

Berbeda dengan pinjaman, utang dalam bentuk SBN justru mencatatkan penurunan, dari Rp 8.029 triliun menjadi Rp 7.980 triliun dibandingkan bulan sebelumnya. Dominasi SBN denominasi rupiah tetap kuat, meskipun nilainya sedikit berkurang menjadi Rp 6.484,12 triliun dari sebelumnya Rp 6.524,44 triliun. Untuk SBN berdenominasi valuta asing, angkanya juga menurun menjadi Rp 1.496,75 triliun, dari posisi Mei 2025 sebesar Rp 1.505,09 triliun.

Suminto menegaskan pentingnya pengelolaan utang yang cermat, mengingat seluruh kewajiban tersebut akan dibiayai dari pajak. Ia mengingatkan bahwa penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dengan tenor panjang hingga 40 tahun berarti “anak cucu kita” di masa depan yang akan menanggung pembayaran melalui pajak. Oleh karena itu, utang disebut sebagai “future tax” atau kewajiban di masa depan yang harus dipenuhi oleh generasi mendatang. Prinsipnya, Indonesia harus berutang sesuai dengan kemampuan membayar, baik pokok maupun bunganya, dengan pendekatan yang hati-hati, terukur, dan dalam batas kapasitas pelunasan di masa depan.

Lebih lanjut, Suminto menjelaskan bahwa peningkatan nominal utang pemerintah sejalan dengan kenaikan PDB Indonesia, menandakan bahwa beban utang masih dapat diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi negara. Penarikan utang, tambahnya, selalu didasarkan pada asesmen komprehensif terhadap proyeksi penerimaan negara di tahun-tahun mendatang. Dengan kata lain, utang akan dibiayai oleh pertumbuhan ekonomi; semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin besar pula penerimaan negara dan otomatis kemampuan membayar utang akan meningkat.

Ringkasan

Utang pemerintah pusat Indonesia tercatat sebesar Rp 9.138,05 triliun pada akhir kuartal II 2025, menurun dari posisi Mei 2025. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) berada di level 39,86 persen, yang dinilai Kementerian Keuangan sebagai angka “cukup rendah dan moderat” dibandingkan dengan banyak negara lain. Komposisi utang didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 7.980 triliun yang menunjukkan penurunan, sementara pinjaman mencapai Rp 1.157 triliun dengan sedikit kenaikan.

Kementerian Keuangan menegaskan pentingnya pengelolaan utang yang cermat, karena seluruh kewajiban tersebut pada akhirnya akan dibiayai dari pajak atau disebut sebagai “future tax”. Prinsipnya, pemerintah berutang sesuai kemampuan membayar pokok dan bunganya, dengan pendekatan yang hati-hati dan terukur. Peningkatan nominal utang pemerintah sejalan dengan kenaikan PDB Indonesia, menandakan beban utang masih dapat diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan penerimaan negara dan kemampuan membayar.

Also Read

[addtoany]

Tags