TikTok di Indonesia: Sejarah, Kontroversi, dan Pembekuan Izin

H Anhar

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah mengambil langkah tegas dengan membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) TikTok Pte. Ltd. Keputusan krusial ini berlaku efektif mulai hari ini, Jumat, 3 Oktober 2025. Sanksi pembekuan izin ini dijatuhkan lantaran TikTok tidak bersedia menyerahkan data siaran langsung atau live streaming yang relevan saat gelombang demonstrasi melanda sejumlah daerah di Indonesia pada akhir Agustus 2025.

Sebelumnya, Komdigi telah mengajukan permintaan data komprehensif yang mencakup informasi trafik pengguna, aktivitas siaran langsung, data monetisasi, hingga rincian jumlah dan nilai pemberian gift. Namun, TikTok dinilai tidak memenuhi permintaan tersebut secara lengkap. “Sehingga, Komdigi menilai TikTok telah melanggar kewajiban sebagai PSE privat, dan kami mengambil langkah pembekuan sementara TDPSE sebagai bentuk tindak lanjut pengawasan,” tegas Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, dalam keterangan tertulis yang dirilis Jumat.

Perjalanan TikTok di Indonesia

Regulasi dan pengawasan terhadap TikTok bukanlah hal baru di Indonesia. TikTok pertama kali hadir di Tanah Air pada Juli 2018. Pada tahun yang sama, platform media sosial ini sempat mengalami pemblokiran oleh pemerintah. Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) saat itu, Rudiantara, menjelaskan bahwa keputusan pemblokiran aplikasi TikTok didasari oleh banyaknya laporan masyarakat mengenai konten di dalamnya, ditambah hasil pemantauan langsung oleh pemerintah terhadap platform tersebut.

Rudiantara mengungkapkan bahwa Kominfo menerima ribuan laporan yang menyoroti konten negatif di TikTok, yang dianggap tidak pantas ditayangkan, terutama bagi anak-anak. “Jumlah laporannya sampai ribuan,” ujar Rudiantara di kantor PBNU, Jakarta, Selasa, 3 Juli 2018. Koordinasi pun dilakukan dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), serta Komisi Perlindungan Anak dan Ibu (KPAI), sebelum akhirnya Kominfo memutuskan untuk memblokir aplikasi tersebut.

Pemerintah pada waktu itu mengirimkan surat elektronik kepada TikTok untuk segera membersihkan konten negatif dan memberikan jaminan untuk menjaga kebersihan konten di masa depan. Jika kedua syarat tersebut dipenuhi, Rudiantara menjanjikan pemblokiran akan dicabut. Ia menegaskan, jika tidak ada perbaikan berkelanjutan dari TikTok, pemblokiran aplikasi akan terus berlanjut. “Masa kami mau membiarkan, terutama anak-anak terpapar kontennya. Tahu, kan kontennya?” ujarnya, menekankan pentingnya perlindungan anak.

Meski mengapresiasi platform live streaming seperti TikTok sebagai wadah ekspresi kreativitas, Rudiantara mengingatkan agar platform tersebut tidak disalahgunakan. Pada masa itu, aplikasi TikTok menjadi sangat populer dan melambungkan nama seorang anak berusia 13 tahun, Prabowo Mondardo, yang dikenal dengan akun Bowo Alpenliebe. Akunnya diikuti oleh ribuan orang dan menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Popularitas Bowo semakin memuncak saat acara meet and greet atau jumpa penggemar yang melibatkan dirinya dikabarkan memungut biaya Rp 100 ribu. Bowo sendiri membantah menerima uang hasil acara tersebut, menyatakan bahwa acara itu diselenggarakan oleh penggemarnya, bukan atas inisiatifnya. “Bukan Bowo yang ngambil uangnya,” kata Bowo dalam acara Pagi Pagi Pasti Happy di Trans TV pada 2018. Ia bahkan mengklaim telah mengembalikan sebagian uang kepada penggemar yang hadir.

Kisruh seputar acara jumpa penggemar ini lantas berimbas pada akun Instagram Bowo. Ine Rosdiana, seorang pemengaruh yang turut membantu Bowo, sempat mengungkapkan di akun Instagram-nya bahwa ia berhasil memulihkan akun Instagram Bowo. “IG-nya balik Alhamdulillah. Dan semalam dalam 3 jam gua pegang IG-nya, Alhamdulillah Bowo dapat masukan dari PP (paid promote) puluhan juta dan viewers Instagramnya baru 12 jam udah 400k,” tulis Ine, menggambarkan betapa besarnya dampak TikTok saat itu.

Pasca pemblokiran, TikTok segera mengajukan surat permohonan agar aksesnya dibuka kembali. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengonfirmasi bahwa TikTok telah memenuhi sembilan dari sepuluh syarat yang diajukan pemerintah. “TikTok sudah mengajukan surat untuk membuka blokir tadi siang. Kami akan melakukan normalisasi,” kata dia seperti dikutip dari keterangan tertulis pada Selasa, 10 Juli 2018.

Sembilan syarat yang berhasil dipenuhi TikTok meliputi komitmen untuk membersihkan konten negatif di platformnya, memperkuat sistem keamanan produk dan penyaringan konten menggunakan kecerdasan buatan serta moderasi manusia, membuat Panduan Komunitas khusus untuk pengguna di Indonesia, dan menunjuk Manajer Konten khusus untuk menjaga kualitas konten di Indonesia. Selain itu, TikTok juga berkomitmen menambah kurator hingga 200 personel pada akhir tahun, menaikkan batas usia minimal pengguna menjadi 13 tahun, membuka peluang kerja sama dengan LSM dan organisasi sosial/edukasi di Indonesia, menyediakan jalur khusus bagi pemerintah Indonesia untuk pelaporan konten negatif, hingga membuka kantor dengan mengurus perizinan PT di Indonesia.

Sementara itu, satu syarat yang masih dalam proses adalah relokasi tombol pelaporan konten negatif. Sebelumnya, tombol tersebut berada dalam opsi untuk membagikan konten, namun Kominfo meminta agar dipindahkan ke halaman utama agar lebih mudah diakses oleh pengguna. Akhirnya, pada 10 Juli 2018, Kominfo secara resmi mencabut pemblokiran akses TikTok. Semuel menilai TikTok sangat responsif dalam membersihkan konten negatif, sehingga Kominfo pun memutuskan untuk membuka kembali akses aplikasi tersebut. “Harusnya nanti malam atau besok pagi sudah bisa diakses. Operator harus memperbarui apa yang mereka punya seperti DNS,” tutur Semuel pada Selasa, 10 Juli 2018, seperti dikutip Antara.

Untuk mencegah terulangnya penyebaran konten negatif, Semuel menambahkan bahwa TikTok mengembangkan sistem keamanan dan kecerdasan buatan untuk membantu menyaring konten negatif. TikTok juga berjanji akan mendirikan perusahaan perwakilan di Indonesia dan dalam dua tahun ke depan, aplikasi dengan 10 juta pengguna di Indonesia itu akan mempekerjakan 200 orang. Semuel kala itu menilai TikTok sebagai aplikasi yang menarik dan berpotensi mendorong kreativitas anak muda, namun ia tetap mengingatkan pengguna agar tidak menyalahgunakannya dengan konten negatif seperti pornografi.

Melompat ke akhir Agustus 2025, di tengah meluasnya gelombang demonstrasi, TikTok mengambil langkah lain dengan membatasi fitur live di aplikasinya. Juru Bicara TikTok menyatakan bahwa keputusan untuk menonaktifkan fitur live di platform mereka dilakukan secara sukarela oleh perusahaan, tanpa adanya intervensi dari pemerintah Indonesia. Kebijakan ini diambil karena TikTok melihat adanya peningkatan eskalasi kekerasan dalam unjuk rasa yang berlangsung belakangan ini.

“Kami secara sukarela menangguhkan fitur TikTok Live untuk beberapa hari ke depan di Indonesia. Kami juga terus menghapus konten yang melanggar Panduan Komunitas dan memantau situasi yang ada,” ucap Juru Bicara TikTok yang diterima Tempo pada Ahad, 31 Agustus 2025. Menurut Juru Bicara TikTok, demonstrasi di Indonesia yang meluas diikuti dengan meningkatnya eskalasi kekerasan, sehingga perusahaan mengambil langkah-langkah pengamanan tambahan “untuk menjaga TikTok tetap menjadi ruang aman dan beradab.”

Menteri Komdigi, Meutya Hafid, turut menyatakan bahwa TikTok mematikan sementara fitur live mereka secara sukarela setelah maraknya aksi demonstrasi. Ia menggarisbawahi pernyataan Presiden Prabowo Subianto bahwa pemerintah terbuka terhadap aspirasi masyarakat, termasuk aspirasi yang disampaikan melalui live media sosial TikTok. Meutya mengatakan penutupan fitur live TikTok dilakukan secara sukarela, dan berharap ini “berlangsung tidak lama,” seperti disampaikannya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Ahad, 31 Agustus 2025.

Vindry Florentin, Caesar Akbar, dan Eka Yudha berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Potensi Monopoli Setelah TikTok-Tokopedia Berkongsi

Ringkasan

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) TikTok Pte. Ltd. efektif mulai 3 Oktober 2025. Sanksi ini dijatuhkan karena TikTok tidak bersedia menyerahkan data siaran langsung yang relevan terkait demonstrasi pada akhir Agustus 2025. Komdigi menilai TikTok melanggar kewajiban sebagai PSE privat setelah gagal memenuhi permintaan data komprehensif.

Sebelumnya, TikTok pernah diblokir pemerintah pada Juli 2018 karena banyaknya konten negatif dan keluhan masyarakat. Pemblokiran tersebut dicabut pada 10 Juli 2018 setelah TikTok memenuhi sejumlah syarat seperti membersihkan konten negatif, memperkuat sistem keamanan, dan menunjuk manajer konten khusus. Pada akhir Agustus 2025, TikTok juga sempat menangguhkan fitur live-nya secara sukarela karena adanya peningkatan eskalasi kekerasan dalam unjuk rasa.

Also Read

[addtoany]

Tags