HEAL: Strategi Kemitraan & Ekspansi Hermina, Peluang Saham?

H Anhar

Heyyoyo.com – Portal Teknologi, Review, Otomotif, Finansial JAKARTA. Prospek kinerja PT Medikaloka Hermina (HEAL) ke depan terlihat semakin cerah, ditopang oleh kemitraan strategis dengan dua konglomerasi besar, Astra International (ASII) dan Grup Djarum, serta strategi ekspansi organik yang masif. Sinergi ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan pendapatan dan volume pasien secara signifikan.

Dalam paparan kinerja kuartal II-2025, manajemen HEAL mengungkapkan tengah menjajaki kerja sama vital untuk melayani karyawan Grup Djarum. Langkah ini menyusul akuisisi 559,18 juta saham treasury HEAL senilai Rp 1 triliun oleh Grup Djarum melalui PT Dwimuria Investama Andalan Tbk pada akhir kuartal II-2025. Analis CGS International Sekuritas, Jason Chandra, mencatat bahwa kemitraan ini mencakup sekitar 312.000 karyawan Grup Djarum untuk berbagai layanan kesehatan, termasuk medical check-up (MCU) tahunan dan asuransi. Potensi penambahan volume pasien dari kerja sama ini tentu akan menjadi katalis positif yang kuat bagi rumah sakit Hermina.

Selain itu, Medikaloka Hermina juga menunjukkan progres kemitraan yang menjanjikan dengan Astra International. Kehadiran HEAL kini meluas ke klinik-klinik Astra, termasuk fasilitas di lingkungan pabrik. Jason Chandra mencermati bahwa kontribusi ASII terhadap pendapatan HEAL mencapai sekitar 4% sepanjang semester I-2025, sebuah angka yang berpotensi terus meningkat setelah detail kerja sama difinalisasi. Analis Panin Sekuritas, Sarkia Adelia, menambahkan bahwa penetrasi di jaringan ASII telah dimulai dengan pembangunan klinik di pabrik Isuzu Karawang, sebuah langkah awal strategis yang membuka peluang kontrak korporasi yang lebih besar untuk MCU dan layanan rawat jalan.

Di balik optimisme kemitraan strategis tersebut, HEAL masih menghadapi tantangan dari pengetatan rujukan BPJS Kesehatan. Jason Chandra menyoroti bahwa kebijakan rujukan BPJS tetap ketat pada kuartal II-2025, padahal segmen ini menyumbang 75% terhadap pendapatan perseroan di separuh pertama 2025. Kondisi ini, menurutnya, merupakan isu struktural yang berpotensi memperlambat pertumbuhan laba per saham (EPS), karena pasien lebih banyak ditangani di fasilitas kesehatan primer daripada dirujuk ke rumah sakit Hermina.

Senada, analis BRI Danareksa Sekuritas, Ismail Fakhri Suweleh, mengemukakan bahwa pasar BPJS masih menghadapi kendala di semester I-2025, dipicu oleh verifikasi klaim yang lebih ketat, basis tinggi di semester I-2024, serta hari kerja yang lebih sedikit. Meskipun demikian, pertemuan manajemen HEAL dengan BPJS mengonfirmasi likuiditas pembayaran masih aman hingga semester I-2026 tanpa adanya tagihan yang belum dibayar. Namun, proses yang lebih ketat ini berdampak pada kenaikan hari piutang menjadi 63 hari di semester I-2025, dari sebelumnya 57 hari sepanjang tahun 2024.

Menanggapi isu ini, Sarkia Adelia juga mencermati bahwa pasar menantikan implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang berpotensi menaikkan jumlah pasien hingga 9,5%. Namun, ia mengingatkan, jika iuran BPJS dinaikkan menjadi Rp 100.000, pemerintah perlu menambah anggaran sebesar Rp 52 triliun di luar alokasi RAPBN 2026. Sarkia juga melihat implementasi Coordination of Benefit (CoB) dengan skema managed care sebagai pendorong pertumbuhan struktural dan perbaikan margin di masa depan. Meskipun demikian, Jason Chandra mengingatkan bahwa solusi seperti KRIS dan CoB masih tertunda, sehingga HEAL saat ini lebih mengandalkan rencana ekspansi untuk mendorong pertumbuhan EPS.

Memang, HEAL telah mengalokasikan capital expenditure (capex) sebesar Rp 1,3 triliun–Rp 1,5 triliun untuk ekspansi organik yang ambisius. Rencana ini meliputi pembangunan dua rumah sakit (RS) baru di Salatiga dan Bali, penambahan lebih dari 200 tempat tidur, pengadaan CT Scan, pengembangan Unit Gawat Darurat (UGD) premium, serta penguatan layanan onkologi unit radioterapi. Namun, Jason menjelaskan, sebagian besar tambahan tempat tidur diperkirakan baru akan beroperasi pada kuartal IV-2025, yang berarti pemulihan EPS yang signifikan kemungkinan baru akan terlihat di tahun 2026.

Di tengah berbagai inisiatif positif, Ismail menambahkan bahwa penurunan pasien rawat inap telah membuat margin sulit terjaga. Kontribusi pasien rawat inap privat HEAL turun dari 49% di kuartal I-2025 menjadi 46% di semester I-2025, yang berakibat pada melemahnya intensitas layanan. Penurunan volume pasien ini juga tercermin dari EBITDA yang tercatat turun 8,7% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 844 miliar pada semester I-2025. Meskipun demikian, perseroan memiliki target untuk menaikkan proporsi pasien privat dari 30% menjadi 40% melalui pengembangan UGD yang menargetkan pasien eksekutif.

Sarkia juga menyoroti potensi pertumbuhan signifikan dari bisnis non-rumah sakit HEAL melalui PT Medika Loka Manajemen (MLM). Unit ini mengelola bisnis operatorship berbasis B2B, mencakup konsultasi, pengadaan, dan manajemen RS. Dengan skema kontrak baru berdurasi 10 tahun – lebih panjang dari sebelumnya yang hanya 5 tahun – perusahaan akan menerima management fee sebesar 3% dari pendapatan serta profit sharing sebesar 4% dari laba kotor. Skema ini menjanjikan pendapatan berulang (recurring income) dengan tingkat risiko yang relatif rendah, dan telah diterapkan di RS Ubaya dengan sejumlah proyek lain yang sedang dalam tahap pengembangan.

Meskipun kontribusinya terhadap pendapatan perusahaan saat ini baru sekitar 3%, segmen ini telah menunjukkan pertumbuhan yang pesat dengan rata-rata pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) mencapai 74% sejak 2018. Sarkia optimis bahwa ini berpotensi menjadi katalis pertumbuhan jangka panjang dan membuka peluang bagi akuisisi strategis di masa depan. Secara keseluruhan, Sarkia menilai HEAL masih prospektif, didukung oleh potensi kenaikan pendapatan per pasien dengan KRIS dan ekspansi organik yang berkelanjutan.

Namun, para analis juga mengingatkan beberapa risiko yang perlu dicermati investor. Jason Chandra menyebutkan risiko biaya pra-operasi rumah sakit baru yang lebih tinggi dari ekspektasi, serta permintaan pasien yang lebih rendah dari perkiraan. Ismail Fakhri Suweleh turut mencermati risiko capex dan biaya ekspansi berlebih, serta ketatnya klaim BPJS yang berpotensi berlanjut.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Sarkia Adelia dan Ismail Fakhri Suweleh sama-sama merekomendasikan BUY untuk saham HEAL dengan target harga Rp 1.850 per saham. Sementara itu, Jason Chandra merekomendasikan HOLD dengan target harga Rp 1.330 per saham.

Ringkasan

PT Medikaloka Hermina (HEAL) menunjukkan prospek kinerja yang cerah ke depan, ditopang oleh kemitraan strategis dengan Grup Djarum dan Astra International (ASII), serta ekspansi organik yang ambisius. Kemitraan dengan Grup Djarum akan melayani sekitar 312.000 karyawannya untuk berbagai layanan kesehatan, sedangkan kolaborasi dengan ASII telah berkontribusi 4% terhadap pendapatan semester I-2025 dan membuka peluang kontrak korporasi lebih besar. HEAL juga mengalokasikan Rp 1,3T–Rp 1,5T untuk membangun dua rumah sakit baru dan menambah fasilitas, serta mengembangkan bisnis non-rumah sakit melalui PT Medika Loka Manajemen yang menunjukkan pertumbuhan pesat.

Namun, HEAL menghadapi tantangan dari pengetatan rujukan BPJS Kesehatan yang menyumbang 75% pendapatan, memperlambat pertumbuhan laba per saham dan meningkatkan hari piutang. Implementasi solusi seperti Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dan Coordination of Benefit (CoB) masih tertunda, sehingga pemulihan laba signifikan dari ekspansi diperkirakan baru terlihat pada tahun 2026. Analis merekomendasikan saham HEAL beragam, ada yang “BUY” dan “HOLD”, dengan risiko yang perlu dicermati termasuk biaya pra-operasi tinggi dan permintaan pasien yang lebih rendah dari perkiraan.

Also Read

[addtoany]

Tags