Once Mekel Buka Suara: Sengkarut Royalti Musik, LMK-LMKN Jadi Sorotan

H Anhar

Musikus sekaligus anggota Komisi X DPR RI, Once Mekel, menyerukan perhatian serius terhadap persoalan tarif royalti lagu dan musik yang dinilai belum berpihak pada pencipta. Dalam forum ‘Mengurai Problematika Perlindungan Hak Cipta’ di Fakultas Hukum UGM Yogyakarta pada Selasa, 23 September 2025, ia menegaskan urgensi penguatan regulasi yang secara praktis mampu melindungi hak ekonomi seniman di lapangan.

Once Mekel mengidentifikasi solusi atas persoalan royalti, salah satunya dengan membenahi tata kelola Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Ia menawarkan dua opsi strategis: memperkuat LMKN sebagai pusat pemungutan royalti yang terpusat, atau membatasi LMK agar fokus pada fungsi pendataan dan representasi anggotanya. Langkah ini dinilai krusial, mengingat sistem pemungutan royalti dilaporkan tidak berjalan efektif selama 34 tahun terakhir.

Dari pihak pemerintah, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, mengakui bahwa pengelolaan royalti masih menghadapi beragam tantangan kompleks. Ia secara spesifik menyoroti skema tarif yang belum adil, rendahnya tingkat kepatuhan dari pengguna usaha, serta kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan royalti, termasuk sistem distribusi modern berbasis data digital. Agung menambahkan bahwa pemerintah memiliki peran vital dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja LMK demi menjamin hak-hak pencipta terlindungi.

Menambah perspektif hukum, Guru Besar Fakultas Hukum UGM, M. Hawin, menekankan pentingnya penerapan prinsip business judgment rule dalam pengelolaan LMK. Menurutnya, akuntabilitas dan tata kelola yang baik adalah kunci utama agar LMK dapat menjalankan amanahnya secara profesional tanpa menimbulkan potensi sengketa hukum di kemudian hari, sekaligus memastikan distribusi royalti yang adil dan transparan.

Diskusi dalam forum tersebut juga meluas ke berbagai aspek krusial lainnya. Peserta menyoroti urgensi penetapan standar minimum bagi platform musik digital, kebutuhan akan mekanisme takedown yang efisien untuk mengatasi pelanggaran, penegakan sanksi yang tegas, serta pengembangan sistem klaim yang lebih sederhana agar pemegang hak cipta dapat dengan mudah menuntut pelanggaran yang terjadi atas karya mereka.

Sebagai penutup, Wakil Menteri Hukum RI, Edward Omar Sharif Hiariej, menegaskan komitmen kuat pemerintah untuk terus melindungi hak ekonomi para pencipta melalui pengembangan regulasi yang adaptif dan relevan dengan perkembangan zaman. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, LMK, dan pengguna karya cipta untuk memastikan implementasi Peraturan Menteri Hukum No. 27 Tahun 2025 berjalan efektif dan memberikan manfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan para seniman di seluruh Indonesia.

Pilihan Editor: Akar Masalah Penerimaan Negara Rendah

Ringkasan

Musikus Once Mekel menyerukan perhatian serius terhadap tarif royalti lagu yang dinilai belum berpihak pada pencipta dan urgensi penguatan regulasi. Ia mengidentifikasi solusi dengan membenahi tata kelola Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), baik dengan memperkuat LMKN sebagai pusat pemungutan atau membatasi fungsi LMK. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI mengakui tantangan pengelolaan royalti, termasuk skema tarif yang belum adil dan kurangnya transparansi.

Guru Besar Fakultas Hukum UGM menekankan pentingnya akuntabilitas dan tata kelola LMK yang baik berdasarkan prinsip *business judgment rule* demi distribusi royalti yang adil. Diskusi juga menyoroti kebutuhan akan standar minimum platform digital dan mekanisme *takedown* yang efisien. Wakil Menteri Hukum RI menegaskan komitmen pemerintah untuk melindungi hak ekonomi pencipta melalui regulasi adaptif serta pentingnya sinergi semua pihak demi kesejahteraan seniman.

Also Read

[addtoany]

Tags