Menjelang pergantian pucuk pimpinan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seorang pengamat senior menyoroti agenda mendesak yang harus menjadi prioritas menteri BUMN baru. Herry Gunawan, Direktur NEXT Indonesia Center sekaligus pengamat BUMN, menggarisbawahi tiga misi krusial dalam melanjutkan transformasi BUMN pasca-kepemimpinan sebelumnya.
Prioritas pertama yang Herry tekankan adalah pengembalian fokus perusahaan pelat merah ke bisnis inti BUMN. Ia menyarankan agar entitas anak atau cucu usaha yang menyimpang dari lini bisnis utama segera dilepaskan. “Jika ada entitas anak atau cucu yang bergerak di luar core business, menurut saya, sebaiknya dikeluarkan saja,” jelas Herry kepada Tempo, Kamis, 18 September 2025, menegaskan pentingnya efisiensi dan spesialisasi usaha.
Misi kedua yang tak kalah penting adalah menuntaskan konsolidasi BUMN. Herry menyoroti bahwa proses konsolidasi beberapa perusahaan pelat merah masih belum rampung, terutama pada sektor BUMN Karya. Ini mencakup perusahaan-perusahaan besar seperti PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Hutama Karya (Persero), PT PP (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Brantas Abipraya (Persero), serta PT Nindya Karya (Persero). Penyelesaian konsolidasi ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang lebih kuat dan efisiensi operasional.
Terakhir, Herry menggarisbawahi perlunya menteri BUMN baru untuk segera menuntaskan masalah beban keuangan BUMN. Ia prihatin karena banyak perusahaan pelat merah yang masih mencatatkan rapor “merah” dalam kondisi keuangannya. “Solusi untuk hal ini bisa melalui restrukturisasi BUMN atau serangkaian aksi korporasi strategis lainnya,” imbuhnya, menekankan urgensi perbaikan kinerja finansial.
Di sisi lain, perspektif berbeda namun saling melengkapi datang dari Toto Pranoto, pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Ia menekankan bahwa fungsi Kementerian BUMN telah bertransformasi menjadi regulator, pengawas, dan pemegang saham seri A, sesuai dengan amanat Undang-Undang BUMN yang baru. Oleh karena itu, sosok menteri BUMN yang dibutuhkan adalah individu yang mendalami aspek regulasi dan memiliki kapabilitas pengawasan BUMN yang mumpuni.
Menurut Toto, idealnya, menteri BUMN baru harus memiliki rekam jejak keterlibatan dalam perumusan dan implementasi peta jalan BUMN, termasuk dalam strategi restrukturisasi BUMN. “Ini penting agar ia betul-betul memahami prioritas pembenahan kinerja BUMN, khususnya yang berkaitan erat dengan fungsi pengawasan,” papar Toto, menegaskan pentingnya pengalaman praktis.
Selain itu, menteri BUMN yang akan menjabat juga perlu secara kontinyu melanjutkan pengawasan terhadap proses restrukturisasi BUMN yang sedang berjalan. Tujuannya adalah untuk memastikan “apakah masih on track atau justru menghadapi kendala,” tambahnya, menekankan perlunya monitoring ketat terhadap setiap langkah transformasi.
Tidak kalah penting, penetapan prioritas rencana privatisasi BUMN juga menjadi agenda yang harus dituntaskan oleh menteri BUMN baru. Di samping itu, Toto juga mengingatkan pentingnya memonitor kinerja BUMN yang memiliki beban berat akibat menjalankan Public Service Obligation (PSO), di mana kinerja finansial seringkali terbebani oleh fungsi pelayanan publik. Langkah-langkah ini krusial untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas kinerja BUMN di masa depan.
Pilihan Editor: OJK Turunkan Batas Co-payment Asuransi Jadi 5 Persen
Ringkasan
Pengamat BUMN Herry Gunawan mengidentifikasi tiga prioritas mendesak bagi Menteri BUMN yang baru. Prioritas tersebut meliputi pengembalian fokus perusahaan pelat merah ke bisnis inti dengan melepaskan entitas anak atau cucu usaha yang menyimpang. Selain itu, konsolidasi BUMN, terutama di sektor BUMN Karya, harus segera dituntaskan, dan masalah beban keuangan banyak BUMN perlu diselesaikan melalui restrukturisasi atau aksi korporasi strategis.
Sementara itu, Toto Pranoto, pengamat lain, menekankan bahwa Kementerian BUMN berfungsi sebagai regulator, pengawas, dan pemegang saham seri A. Oleh karena itu, menteri yang dibutuhkan harus mendalami regulasi, memiliki kapabilitas pengawasan, serta berpengalaman dalam peta jalan dan restrukturisasi BUMN. Penting pula untuk melanjutkan pengawasan proses restrukturisasi, menuntaskan rencana privatisasi, dan memonitor kinerja BUMN yang menjalankan Public Service Obligation (PSO).