Center of Economic and Law Studies (Celios) secara tegas mendesak pemerintah untuk mencopot Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Desakan krusial ini merupakan poin pertama dari delapan tuntutan ekonomi yang diajukan Celios, menyusul serangkaian demonstrasi di berbagai wilayah.
Lembaga riset ternama tersebut menilai Sri Mulyani Indrawati gagal menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara optimal. Indikasi kuat kegagalan ini terlihat dari proyeksi pembengkakan defisit APBN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ekonom Celios, Nailul Huda, mengungkapkan hal tersebut kepada Tempo pada Rabu, 3 September 2025.
Menurut Huda, di tengah banyaknya program pemerintah yang menuntut alokasi dana besar, penting bagi negara untuk menopangnya dengan penerimaan negara yang kuat. Namun, faktanya, penerimaan perpajakan justru mengalami shortfall dan harus direvisi dalam outlook anggaran. Kondisi ini memperlihatkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mampu mengelola APBN secara seimbang dan berkelanjutan.
Sebelumnya, Sri Mulyani sendiri telah mengumumkan bahwa defisit APBN 2025 diprediksi mencapai angka mengejutkan Rp 662 triliun, yang berarti pembengkakan hingga 2,78 persen terhadap PDB. Angka ini jauh melampaui target awal yang ditetapkan sebesar 2,53 persen terhadap PDB, menandakan ketidaksesuaian proyeksi dengan realita.
Selain defisit anggaran, sorotan tajam juga diarahkan pada kebijakan Menteri Keuangan yang memperbolehkan penggunaan dana pendidikan untuk membiayai program makan bergizi gratis (MBG). Bendahara negara itu sebelumnya mengonfirmasi bahwa alokasi fantastis sebesar Rp 223 triliun dari anggaran pendidikan dialihkan untuk mendukung program unggulan Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Menurut Huda, implikasi dari kebijakan ini adalah dana pendidikan, yang sejatinya dialokasikan untuk memfasilitasi pendidikan masyarakat dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, menjadi tidak optimal pemanfaatannya. Ia menambahkan bahwa program makan bergizi gratis tidak tercakup dalam amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan bahwa biaya pendidikan untuk jenjang SD dan SMP, baik di sekolah negeri maupun swasta, seharusnya gratis. Oleh karena itu, Huda berpendapat bahwa fokus seharusnya adalah menggratiskan biaya sekolah, bukan mengalokasikan dana untuk program MBG. “Dari berbagai pertimbangan tersebut, Sri Mulyani Indrawati memang layak untuk dicopot dari jabatannya,” tegasnya.
Bergerak ke poin tuntutan lainnya, Celios juga mendesak revisi total terhadap kebijakan perpajakan nasional. Huda menjelaskan bahwa regulasi perpajakan tidak semata-mata berbicara tentang pungutan pajak, melainkan juga mencakup aspek krusial insentif perpajakan yang memiliki dampak luas.
Menurut Celios, banyak sektor ekonomi yang masih bisa dioptimalkan untuk pengumpulan pajak, salah satunya adalah sektor ekstraktif. Sektor-sektor yang berpotensi merusak lingkungan, imbuh Huda, seharusnya dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor yang ramah lingkungan, sebagai bentuk disinsentif dan tanggung jawab ekologis.
Lebih lanjut, sistem insentif pajak harus dirancang untuk mendahulukan kepentingan masyarakat luas, bukan sekadar kepentingan bisnis semata. Huda mencontohkan, insentif untuk industri smelter, misalnya, dapat dipertimbangkan untuk dihilangkan guna mengalihkan fokus pada kesejahteraan publik.
Tak berhenti di situ, Celios juga menuntut implementasi pajak kekayaan serta pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang telah lama tertunda. Tuntutan lain mencakup pembatalan kenaikan tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemangkasan anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Pilihan editor: Kenapa Anggota DPR dan Pejabat Negara Bebas Bayar Pajak Penghasilan?
Ringkasan
Center of Economic and Law Studies (Celios) mendesak pemerintah untuk mencopot Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Desakan ini didasari penilaian bahwa Sri Mulyani gagal menjaga stabilitas APBN, ditandai proyeksi defisit APBN 2025 mencapai Rp 662 triliun atau 2,78 persen terhadap PDB, melebihi target awal, serta adanya shortfall penerimaan perpajakan. Selain itu, Celios mengkritik kebijakan pengalihan Rp 223 triliun dana pendidikan untuk program makan bergizi gratis, yang dinilai tidak optimal dan tidak sesuai amanat UU Sisdiknas.
Lebih lanjut, Celios mengajukan beberapa tuntutan ekonomi lain, termasuk revisi total kebijakan perpajakan nasional. Mereka mendesak optimalisasi pengumpulan pajak dari sektor ekstraktif dengan tarif lebih tinggi untuk kegiatan merusak lingkungan, serta sistem insentif pajak yang mendahulukan kepentingan masyarakat luas. Tuntutan lainnya mencakup implementasi pajak kekayaan, pengesahan RUU Perampasan Aset, pembatalan kenaikan tunjangan DPR, dan pemangkasan anggaran Polri.